K.H.
Abdul Halim
1.
Riwayat
hidup Abdul Halim
Abdul Halim dilahirkan di desa
Cibolerang kecamatan Jatiwangi, Majalengka (Jawa Barat) pada tanggal 4 Syawal
1304 H, yakni bertepatan pada tanggal 26 Juni 1887 M, dan wafat di desa Pasir
Ayu kecamatan Sukahaji, Majalengka pada tahun 1381 H/1962 (berusia sekitar 75
tahun).
Otong syatori, merupakan nama asli
beliau. Setelah menunaikan ibadah haji, beliau berganti nama menjadi Abdul
Halim. Ayahnya bernama K.H. Muhammad Iskandar, penghulu Kewedanaan Jatiwangi
dan ibunya Hj. Siti Mutmainnah. Abdul Halim menikah dengan Siti Murbiyah, putri
K.H. Mohammad Ilyas.
Abdul Halim tumbuh dan besar
dipesantren. Hal ini dibuktikan sejak usia 10 tahun (1897) beliau sudah nyantri
di Pesantren K.H Anwar di desa Ranji Wetan, Majalengka. Kemudian belajar kepada
Kiai Abdullah di desa Lontangjaya. Berikutnya pindah ke pesantren Bobos, Cirebon, dibawah asuhan K.H. Sujak.
Kepada K.H. Ahmad Saubari di Pesantern Ciwedas. Cilimus, Kuningan, beliau
melanjutkan penyantriannya. Beliau pun mesantren kepada K.H. Agus di
Kenayangan, Pekalongan. Kemudian kembali lagi k Ciwedas.
Pada tahun 1907, ketika berusia 22
tahun, beliau pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji dan melanjutkan study. Selama 3 tahun belajar di Makkah,
beliau sempat mengenal pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh dan Jamaluddin
AlAfgani. Di Mekkah beliau belajar –diantaranya- kepada Syeih Ahmad Khayyat.
2.
Setting
sosial
Pada tahun
1328 H/1911 M beliau kembali ke
Indonesia. Di samping menguasai bahasa Arab, ia juga mempelajari bahasa Belanda
dari Van Houven (salah seorang dari Zending Kristen di Cideres) dan bahasa Cina
dari orang Cina yang bermukim di Mekah. Dengan pengalaman pendidikan dan tukar
pikirannya dengan para tokoh besar, baik di luar maupun dalam negeri, Abdul
Halim semakin mantap dan teguh dalam prinsip. Beliau tidak mau bekerja sama dengan pihak kolonial.
Ketika oleh mertuanya ditawari menjadi pegawai pemerintah, beliau menolaknya.
Dengan
berbekal semangat juang dan tekad yang kuat, sekembalinya dari Mekah, ia mulai
melakukan perbaikan untuk mengangkat derajat masyarakat, sesuai dengan hasil
pengamatan dan konsultasinya dengan beberapa tokoh di Jawa. Usaha perbaikan ini
ditempuhnya melalui jalur pendidikan (at-tarbiyah) dan penataan ekonomi
(al-iqtisadiyah).
Dalam merealisasi
cita-citanya untuk pertama kalinya Abdul Halim mendirikan Majlis Ilmu (1911)
sebagai tempat pendidikan agama dalam bentuk yang sangat sederhana pada sebuah
surau yang terbuat dari bambu. Pada majlis ini ia memberikan pengetahuan agama
kepada para santrinya. Dengan bantuan mertuanya, KH. Muhammad Ilyas, serta
dukungan masyarakat Abdul Halim dapat terus mengembangkan idenya. Pada
perkembangan berikutnya, di atas tanah mertuanya ia dapat membangun tempat
pendidikan yang dilengkapi dengan asrama sebagai tempat tinggal para santri.
Untuk
memantapkan langkah-langkahnya pada tahun 1912 ia mendirikan uatu perkumpulan
atau organisasi bernama “Hayatul Qulub”. Adapun tujuan organisasi adalah
membantu anggota dalam persaingan dengan pedagang Cina, sekaligus menghambat
arus kapitalisme kolonial. Dalam persaingan itu, seringkali terjadi perang
mulut dan perkelahian fisik antara anggota Hayatul Qulub dengan pedagang Cina.
Melalui lembaga ini ia mengembangkan ide pembaruan pendidikan, juga aktif dalam
bidang sosial, ekonomi dan kemasyarakatan. Anggota perkumpulan ini terdiri atas
para tokoh masyarakat , santri, pedagang, dan petani.
3. Karya – karya K.H. Abdul Halim
Abdul Halim adalah ulama yang dapat dikatakan sebagai seorang
penulis yang produktif. Banyak tulisan-tulisannya yang sempat diterbitkan.
Tulisan-tulisan tersebut dipublikasikan di kalangan anggota Persyarikatan Ulama
dalam bentuk brosur dan buku kecil. Tetapi, sebagian besar tulisannya sudah
terbakar sewaktu agresi Belanda ke dua. Di antara karyanya adalah;
a.
Risalah Petunjuk bagi Sekalian
Manusia
b.
Ekonomi dan Koperasi dalam Islam
c.
Ketetapan Pengajaran di Sekolah
Ibtidaiyah Persyarikatan Ulama (sebagai Ketua Tim Penyusunan).
d.
DaĆ¢€™watul Amal
e.
Tarikh Islam
f.
Neraca Hidup
g.
Risalah
h.
Ijtimaiyah Wailajuha
i.
Kitab Tafsir Tabarok
j.
Kitab 262 Hadits Indonesia
k.
Babul Rizqi, dll.
Dari nama-nama kitab karangan Abdul Halim ini, yang masih tersisa tinggal 3
yaitu:
1. Kitab
Petunjuk bagi Sekalian Manusia
2. Ekonomi dan Koperasi dalam Islam
3. Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah Persyarikatan Ulama (sebagai Ketua Tim Penyusunan).
2. Ekonomi dan Koperasi dalam Islam
3. Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah Persyarikatan Ulama (sebagai Ketua Tim Penyusunan).
Selain itu,
tulisan-tulisan Abdul Halim juga dimuat dalam beberapa majalah,
seperti
Suara Persyarikatan Ulama, As-Syuro, al-Kasyaaf dan Pengetahuan Islam. Abdul
Halim juga menulis di Suara Muslimin Indonesia, Suara MIAI (Majelis Islam A'la
Indonesia) dan di situ, beliau menjadi pengisi artikel Ruangan Hadits. Beliau juga menulis dalam lembaran-lembaran lain yang
beredar dalam bentuk tercetak atau stensil, terutama untuk kalangan organisasi
Persyarikatan Ulama.
4.
Pemikiran
tentang pendidikan
Di dalam
tulisan-tulisan tersebut, dapat dilihat pemikiran Abdul Halim tentang gagasan
dan cita-citanya. Meski pun uraiannya dihubungkan dengan masalah keagamaan,
tetapi pokok-pokok pikirannya dapat dipahami dari interpretasi yang
dikemukakannya.
Pada garis besarnya, pokok-pokok pikiran Abdul Halim bersumber dari penafsirannya tentang konsep al-Salam. Karena menurut pemahamannya, agama Islam memuat ajaran-ajaran yang bertujuan untuk membimbing manusia agar mereka dapat hidup selamat di dunia, dan memperoleh kesejahteraan hidup di akhirat. Kedua macam keselamatan hidup ini disebut al-Salam.
Pada garis besarnya, pokok-pokok pikiran Abdul Halim bersumber dari penafsirannya tentang konsep al-Salam. Karena menurut pemahamannya, agama Islam memuat ajaran-ajaran yang bertujuan untuk membimbing manusia agar mereka dapat hidup selamat di dunia, dan memperoleh kesejahteraan hidup di akhirat. Kedua macam keselamatan hidup ini disebut al-Salam.
Berdasarkan
pengertian tadi, K.H. Abdul Halim melihat, bahwa kesejahteraan hidup di akhirat
erat kaitannya dengan keselamatan hidup di dunia. Karena untuk memperoleh
kehidupan yang sejahtera di akhirat , terlebih dahulu manusia harus selamat di
dunia, yaitu hidup yang sejalan dengan tuntutan agama. Selanjutnya pendapat
tersebut membawa K.H Abdul Halim kepada kesimpulan, bahwa ajaran islam dapat di
fungsikan sebagai poedoman untuk membina kehidupan didunia. Dengan kata lain,
al-salam dapat diaplikasikan dalam kehidupan praktis melalaui pendidikan, yang
ditujukan untuk membimbing manusia agar berakhlak mulia, berilmu pengetahuan,
dan dapat bekerja dengan tenaganya sendiri, secara ikhlas dan ridho.
Pemikiran
Abdul Halim dapat dirumuskan menjadi;
1)
Konsep al-salam
Menurut
pendapat Abdul Halim, bahwa al-salam pada dasarnya adalah upaya untuk membina
keselamatan hidup di dunia agar diproleh kesejahteraan diakhirat. Perbaikan
yang dilakukan di namakan al ishlah al-Tsamaniyah (8 macam perbaikan) yang
dirumuskan menjadi:
a.
Perbaikan aqidah
Perbaikan
aspek ini bertujuan agar manusia terhindar dari kecenderungan mengabdi kepada
selain Allah. Perbaikan aqidah merupakan langkah untuk membina persaudaraan dan
persatuan umat. Karena dengan aqidah dapat dipersatukan dalam kerukunan hidup.
b.
Perbaikan ibadah
Merupakan
usaha untuk memberikan contoh dan teladan tentang bagaimana cara melakukan
ibadah seperti yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
c.
Perbaikan keluarga
Abdul Halim memandang bahwa hubungan
antar kerabat sebagai potensi yang dapat di jadikan ikatan kerjasama dan gotong
royong.
d.
Perbaikan adat istiadat
Unsur-unsur adat yang sudah menjadi
tradisi dan berkembang dimasyarakat
kemudian
tidak bertentangan dengan ajaran agama
pantas untuk dilestarikan.
e.
Perbaikan pendidikan
Perbaikan pendidikan menurut K.H. Abdul Halim harus
diarahkan ke usaha peningkatan kesejahteraan hidup. Usaha yang dilakukan antara
lain adalah menghilangkan kebiasaan yang buruk yang diperoleh (diwarisi) secara
turun temurun. Usaha ini dilakukan dengan cara memeberikan pengetahuan yang
dapat mencerdaskan pikiran. Dengan cara demikian, maka pengetahuan diharapkan
akan mampu untuk membedakan antara sesuatu yang bermanfaat dari sesuatu yang
tidak bermanfaat.
Dalam perkembangan selanjutnya, terlihat adanya
perkembangan pemikiran K.H. Abdul Halim tentang pendidikan. Menurutnya,
pendidikan hendaknya mampu mendidik dan mengajar anak-anak kaum muslimin supaya
menjadi manusia yang berharga dunia akhirat.
f.
Perbaikan perekonomian
Perbaikan perekonomian yang dikehendaki oleh K.H.
Abdul Halim, tampaknya diarahkan kepada usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup masyarakat. Usaha untuk melakukan perbaikan itu ditempuh dengan cara
meningkatkan etos kerja dan sifat hemat yang dikaitkan dengan ajaran agama.
g.
Perbaikan sosial
Sejalan dengan keinginan K.H. Abdul halim untuk
membina persaudaraan di kalangan umat islam, maka beliau selalu memperhatikan
keadaan masyarakat di waktu itu. Dalam kaitannya dengan keinginannya tersebut,
beliau mencoba menerapkan ajaran agama yang menurut pertimbangannya bermanfaat
bagi kepentingan sosial, terutama untuk menjembatani perbrdaan-perbedaan yang
ada di masyarakat.
h.
Perbaikan umat
K.H. Abdul Halim berpendapat bahwa perbaikan umat
merupakan tingkat terakhir dalam membina persatuan kaum muslimin agar menjadi
suatu kelompok kehidupan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Dalam usahanya
memperbaiki kehidupan umat, K.H. Abdul Halim hanya mengarahkan kepada usaha
menjaga terbinanya hubungan persaudaraan di kalangan umat islam. Yakni dengan
cara mengamalkan kewajban-kewajiban agama secara sungguh-sungguh, sebab menurut
pendapatnya, hubungan itu memang sudah ada dalam tuntutan agama itu sendiri,
seperti dalamsholat berjamaah,mengunjungi orang sakit atau aktivitas keagamaan
yang lainnya.
2) Konsep
Santri Asromo
Konsep
santri asromo boleh dikatakan merupakan kelanjutan dari pemikiran K.H. Abdul
Halim tentang perbaikan pendidikan, seperti yang termuat dalam rumusan konsep
al-salam. Pada mulanya usaha perbaikan pendidikan yang dilakukan K.H. Abdul
halim terbatas pada kegiatan penyelenggaraan madrasah dan sekolah agama
dilingkungan Persyarikatan ulama. Tetapi pada perkembangan selanjutnya, mungkin
kegiatan ini dinilainya sudah kurang cocok dengan kebutuhan masyarakat. Karena
itu menurut beliau perlu adanya suatu sistem pendidikan yang sejalan dengan
tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Dengan
menjadikan latar belakang turunnya wahyu dan tugas-tugas kerasulan nabi
Muhammad saw sebagai pembina akhlak yang mulia, serta pengertian yang tekandung
dalam islam sebagai bahan acuan, maka K.H. Abdul Halim memilih daerah Pasir Ayu
untuk melaksanakan pendidikan. Dearah ini terletak diperbukitan dan jauh dari
keramaian kota, diasosiasikannya dengan latar belakang gua hira. Ditempat yang
sunyi ini, menurutnya pendidikan akhlak akan lebih berpangaruh pada anak.
Dari
sisi lain, beliau menilai bahwa unsur adat istiadat yang berkembang di
masyarakat perlu dipelihara, karena ada kaitannya dengan latarbelakang sosial
budaya setempat. Menurutnya unsur budaya nenek moyang yang sudah berkembang di
masyarakat sebagai adat istiadat, mengandung unsur yang dapat dipertahankan dan
perlu dimasyarakatkan.
Dilihat dari sudut pandang pendidikan, tampaknya
Santri Asromo mencakup bagian yang termasuk milieu (lingkungan) pendidikan
yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
3) Konsep santri
lucu
Santri lucu
menurut K.H. Abdul Halim adalah seorang santri yang memilki ketrampilan dan
ilmu pengetahuan, serta dapat bekerja dalam berbagai lapangan kehodupan secara
mandiridan mampu membantu orang lain yang memerlukan. Santri lucu adalah santri
yang dapat memegang pena dan mampu memegang cangkul.
Menurut K.H.
Abdul Halim para tamatan lembaga pendidikan dimasanya ada dua kelompok yaitu;
(1) tamatan lembaga (institusi)
pendidikan pemerintah dan (2) tamatan lembaga (institusi) pendidikan
islam. Para tamatan dari kedua institusi ini tidak fungsional. Hal ini
dibuktikan msih banyaknya para lulusan sekolah pemerintah hidup tergantung
kepada lowongan kerja dipemerintahan. Sedangkan dalam kehidupan sebagai warga
masyarakat, mereka yang memilki latarbelakang pendidikan pemerintah Belanda
cenderung menganggap diri merek sebagai golongan terpelajar, semestinya
dipekerjakan sebagai pegawai dan merasa enggan untuk bekerja dibidang-bidang
lain.
Sedangkan
tamatan lembaga islam hanya terbatas pada bidang pendidikan dan pengajaran,
yang tidak mungkin menampung semua tamatannya. Kemudian setelah kembali
kemasyarakat, para tamatan madrasah dan pesantren itupun belum mampu
menciptakan lapangan kerja, karena tidak memiliki pengetahuan mengenai
ketrampilan. Akibatnya para tamatan institusi pendidikan islam ketika itu,
dinilai K.H.Abdul Halim, hampir tidak ada bedanya dengan tamatan sekolah
pemerintah.
Selanjutnya
K.H. Abdul Halim menyimpulkan bahwa ada tiga faktor penting yang dapat menopang
usaha untuk meningkatkan kehidupan manusia didunia, yaitu; pertanian,
pertukangan, dan perdagangan. Oleh karena itu, pendidikan islam selayaknya
dapat menjamin peningkatan kesejahteraan hidup kaum muslimin dan bukan
sebaliknya, yaitu membiarkan mereka dalam kebodohan dan kemiskinan.
5. Analisis
pokok-pokok pemikiran K.H. Abdul Halim
Berdasarkan uraian diatas,
tampak bahwa konsep al-salam, Santri Asromo dan konsep santri lucu merupakan
satu-kesatuan yang saling berhubungan dan berkaitan sesamanya. Untuk mencapai
kesejahteraan hidup didunia dan keselamatan hidup di akhirat, seseorang harus
memahami ajaran agama dan mengamalkannya serta memiliki ketrampilan praktis
(santri lucu).
Pendidikan
menurut K.H. Abdul Halim harus dapat membentuk kepribadian murid-muridnya dan
memberi kesempatan kepada mereka untuk meraihsuatu jabatan dengan bekal
ketrampilan yang terlatih.