Saturday, February 18, 2012

Imamah dan Khilafah

1. Pengertian Imamah dan Khilafah

            Menurut bahasa, Imamah artinya adalah kepemimpinan dan Imam adalah pemimpin. Kata lain dari imam adalah khalifah, yaitu penguasa atau pemimpin tertinggi rakyat. Disamping itu, kata imam jugalah dipakai untuk Al-qur’an karena fungsi-nya sebagai pedoman bagi umat islam sama seperti pemimpin.
Kata imamah tidak disebutkan di dalam Al-Qur’an, namun dalam surah Al-Baqarah ayat 124 dan Al-anbiya ayat 73 disebutkan kata “imam (Pemimpin)” dan “aimmam (para pemimpin”.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”. (Al-Baqarah: 124)
            Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah. (Al-Anbiyaa’: 73)
Sedangkan kata khilafah menurut bahasa berarti pergantian. Sulaiman Rasjid menjabarkan bahwa khilafah adalah soal politik dan kenegaraan. Beliau juga menegaskan bahwa khilafah adalah suatu susunan pemerintahan yang diatur menurut ajaran agama islam, sebagimana yang dibawa dan dijalankan oleh nabi Muhammad SAW.[1]
Abu Zahrah berpendapat bahwa imamah itu juga disebut dengan khilafah karena orang yang menjadi khalifah adalah pemimpin tertinggi umat islam yang menggantikan nabi Muhammad.[2] Dengan kata lain, khalifah adalah imam yang wajib ditaati, sebagaimana orang yang sholat berjamaah makmum berdiri dibelakang imam. Begitu pun rakyat berjalan di belakang imam dan mematuhi imam.
Terdapat perbedaan dikalangan para ulama mengenai masalah imam dan imamah atau khalifah dan khilafah. Kalangan ulama Ahli Sunnah wal Jamaah berpendapat di antaranya:
  1. tidak ada perbedaan pendapat tentang wajibnya keberadaan seorang khalifah
  2. khalifah adalah hak keturunan suku Quraisy
  3. khalifah dinyatakan ada jika telah terjadi pembaiatan
  4. karena menepati pembaiatan itu wajib, maka pembaiatan itu harus merupakan hasil musyawarah umat Islam
  5. pembaiatan kaum Muslimin terhadap Abu Bakar terlaksana dengan cepat dan tanpa direncanakan, karena menimbang posisi Abu Bakar di sisi Nabi Muhammad.
Kalangan Khawarij berpendapat bahwasanya imamah harus dari hasil pemilihan bebas umat Islam. Jika imam telah terpilih, dia tidak boleh mengalah ataupun diserang. Imam menjadi pemimpin umat Islam selama ia berlaku adil. Siapa yang meninggalkannya wajib diperangi untuk membela imam. Tetapi, jika imam cacat (perilakunya buruk, melanggar hukum) dan berlaku tidak adil, maka ia wajib dipecat atau disingkirkan. Menurut Khawarij, imam tidak harus dari Quraisy, seperti pendapat kalangan Ahli Sunnah wal Jamaah. Umat Islam boleh memilih imam yang disukainya, meskipun ia adalah seorang hamba sahaya (budak).
Kelompok an-Najdat, sempalan dari kelompok Khawarij berpendapat, manusia tidak membutuhkan imam. Mereka cukup saling menasihati antarmereka sendiri. Namun, jika mereka tidak bisa melakukan kewajiban ini tanpa bantuan imam, sehingga mereka merasa perlu mengangkat imam, maka hal itu tidak mengapa. Jadi, menurut mereka, menetapkan imam itu tidak wajib, tetapi sebatas didasarkan pada kemaslahatan dan kebutuhan. Kelompok asy-Syabibiyyah, sempalan Khawarij juga, membolehkan wanita menjadi imam jika ia mampu melaksanakan tugas-tugasnya.
Berbagai kalangan Syiah berpendapat bahwa keberadaan imam hukumnya wajib. Sebagian kelompok Syiah berpendapat, imamah itu harus berada dalam ruang lingkup keturunan Fatimah, tanpa membedakan keturunan Hasan dan Husein. Syiah Zaidiyah atau para pengikut Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib berpendapat, orang utama boleh menjadi imam meskipun ada orang yang lebih utama. Imam Zaid berpendapat, Ali bin Abi Thalib adalah Sahabat Nabi Muhammad yang paling utama. Namun, karena pertimbangan kemaslahatan dan kaidah agama, yaitu untuk memadamkan fitnah dan mempertautkan hati masyarakat, maka khilafah diserahkan kepada Abu Bakar.
Kalangan Syiah Imamiyyah berpendapat, imamah adalah jabatan ketuhanan yang dipilih oleh Allah berdasarkan ilmu-Nya, sebagaimana dia memilih Nabi. Allah telah memerintahkan Nabi untuk menetapkan imam bagi umat dan memerintahkan mereka untuk mengikutinya. Menurut mereka, Allah telah memerintahkan Nabi-Nya untuk memilih Ali sebagai pemimpin. Namun, umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad tidak mengikuti perintah Allah dan Nabi-Nya. Mereka telah meninggalkan salah satu fondasi iman.
Kalangan Syiah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) berkaitan dengan imamah ini berpendapat, di antaranya:
  1. Imamah adalah salah satu rukun agama. Iman tidak sempurna kecuali dengan meyakini imamah
  2. Imam itu seperti Nabi dalam hal kemaksuman, sifat, dan ilmunya. Seorang imam harus maksum dari hal-hal hina dan keji, baik yang tampak atau yang tersembunyi, sejak ia kecil hingga meninggal dunia.
  3. Pada setiap masa harus ada seorang imam.
  4. Para imam adalah ulil amri yang Allah perintahkan untuk ditaati.
  5. Imamah harus dengan ketentuan Allah melalui penjelasan Rasul-Nya.
  6. Imam hanya ada dua belas orang; Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, Husein bin Ali, Muhammad bin Ali al-Baqir, Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq, Musa bin Ja’far al-Kadzim, Ali bin Musa ar-Ridha, Muhammad bin Ali al-Jawwad, Ali bin Muhammad al-Hadi, Hasan bin Ali al-Askari, dan Muhammad bin Hasan al-Mahdi (imam yang gaib dan dinantikan kedatangannya di akhir zaman).
2. Siapa sajakah Pemimpin?

            Bukhari, Muslim, dan Turmudzi meriwayatkan, dari Abdullah bin Umar ra berkata “saya mendengar Rasulullah SAW Bersabda: masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu adalah bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintain pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Wanita adalah pemimpin dalam rumahtangga suaminya dan bertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Pelayan itu pemimpin atas harta tuannya dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Ia berkata: saya menduga bahwa Rasulullah SAW bersabda: laki-laki itu pemimpin dalam harta ayahnya dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Masing-masing dari kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
Hadits tersebut menjelaskan bahwa masing-masing orang baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang imam atau pemimpin tingkat apa saja adalah bertanggung jawab akan wilayah kekuasaanya. Ia berkewajiban menegakkan keadilan, menghormati kemerdekaan rakyatnya, bermusyawarah dengan rakyat, mendengarkan kritikan dan keluhan rakyat demi kebaikan jalannya roda pemerintahan, berusaha memakmurkan mereka, menyediakan lapangan kerja, dan memberantas berbagai macam bentuk kemaksiatan.
3. Syarat-syarat menjadi Khalifah/ imam
Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
  1. beragama islam
  2. memiliki ilmu pengetahuan yang luas
  3. mampu melaksanakan pengawasan terhadap aparatur pemerintahan, dan pelaksanaan hukum, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  4. adil dalam arti luas, yakni mampu melaksanakan seluruh kewajiban dan menjauhi seluruh larangan serta dapat memelihara kehormatan dirinya
  5. anggota badan dan panca inderanya tidak cacat
  6. dipilih oleh Ahlul Halli wal Aqdi melalui permusyawaratan.
4. Pengangkatan imam/ khalifah
Dalam sejarah islam ditemukan cara-cara pengangkatan khalifah sebagai berikut:
  1. Pengankatan khalifah melalui para pemimpin umat islam
  2. Pengangkatan khalifah melalui usulan khalifah terdahulu
  3. Pengankatan khalifah  yang melalui pemilihan umum yang langsung dilakukan oleh seluruh rakyatnya.
  4. Pengangkatan khalifah melaui persetujuan rakyatnya karena dianggap telah berjasa dalam mengembangkan islam ke suatu wilayah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengangkatan khalifah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
  1. pemilihan langsung yang melibatkan seluruh rakyatnya
  2. pemilihan secara tidak langsung yang melibatkan Ahlul Halli wal Aqdi yang berhak menentukan atau menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umat islam.
5. Kepemimpinan di Indonesia, Apakah Indonesia Negara Islam?
Negara Indonesia memiliki kepala negara, meski tidak disebut dengan nama khalifah atau imam, tetapi fungsinya sama. Khilafah, imamah, atau kepemimpinan, adalah sistem aturan untuk menghasilkan seorang pemimpin umat, yang tidak hanya mengatur umat Islam saja, tetapi juga umat yang lainnya. Sebagai sebuah sistem, cara dan aturan mainnya bisa saja berbeda. Wacana kepemimpinan sepanjang sejarah umat Islam di kalangan ulama dan kelompok Islam berbeda-beda, tidak seragam. Sejak awal, negara ini lebih memilih demokrasi sebagai aturan main untuk memilih pemimpin. Demokrasi yang jika dicermati sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Muhammadiyah (berdiri tahun 1912) dan Nahdlatul Ulama (berdiri tahun 1926) adalah dua organisasi Islam terbesar dan tertua di tanah air yang masih eksis hingga sekarang. Kedua organisasi yang telah melahirkan banyak ulama besar tanah air ini sudah sepakat mengenai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Pancasila sebagai asas dasarnya, tidak yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Amir Abyan, MA. Dkk. 2003. Fiqih. PT. Karya Toha Putra. Jakarta.
Drs. H. Muhamad Ahmad. 2001. Qur’an Hadits. Penerbit Armico. Bandung
Drs. Muzilanto, M.Ag. dkk. Fiqih. __. CV. Akik Pusaka. Sragen
H. Sulaiman Rasjid. 1995. Fiqh Islam. PT. Sinar Baru Al-Gensindo. Bandar Lampung.
                                               


[1] H. Sulaiman Rasjid. 1995. Fiqh Islam. PT. Sinar Baru Al-Gensindo. Bandar Lampung. Hal 494
[2] Dikutip dari: http://fajar83kurnianto.blogspot.com/2009/10/khilafah-imamah-dan-kepemimpinan-dalam.html. Tanggal 4 Juni 2011.