BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak pernah terlepas dari seorang guru.
Peranan guru sangat terasa oleh masyarakat. Guru merupakan seseorang yang
sangat berjasa dalam mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana guru
harus dapat memberi contoh dan teladan kepada murid serta masyarakat.
Guru
adalah orang yang memberikan pengetahuan kepada anak didik. Sementara anak
didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok
orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Keduanya merupakan unsur paling
vital di dalam proses belajar-mengajar.
Peranan
guru sangat mempengaruhi proses belajar mengajar. Peranan guru harus bisa
mempengaruhi murid dan membuat murid menjadi lebih baik. Dalam segi kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. Guru harus mampu mempengaruhi kelakuan murid dan
harus bisa menjadi teladan bagi murid.
Guru
memiliki cara berbeda dalam menjalankan peranannya sebagai guru. Hal ini juga
mempengaruhi kelakuan murid terhadap guru itu sendiri. Oleh karena itu tak
jarang murid memperlakukan guru yang satu berbeda dengan guru yang lainnya.
Hal
ini yang perlu dibahas secara mendalam. Oleh karena itu, Kami membuat makalah
yang berjudul “Peranan Guru dan Kelakuan Murid”.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Macam-Macam Peran Guru
Ngalim Purwanto
menegaskan bahwa peran guru adalah terciptanya serangkaian tingkah yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku
dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya. Guru sekolah yang tugas pekerjaannya kecuali mengajar, memberikan macam-macam ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada anak-anak juga mendidik. Pekerjaan
sebagai guru adalah pekerjaan yang luhur dan mulia baik ditinjau dari sudut masyarakat dan Negara ataupun ditinjau dari sudut keagamaan. Guru sebagai pendidik adalah seseorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan Negara sehingga tidak salah pepatah mengatakan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.[1]
dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya. Guru sekolah yang tugas pekerjaannya kecuali mengajar, memberikan macam-macam ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada anak-anak juga mendidik. Pekerjaan
sebagai guru adalah pekerjaan yang luhur dan mulia baik ditinjau dari sudut masyarakat dan Negara ataupun ditinjau dari sudut keagamaan. Guru sebagai pendidik adalah seseorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan Negara sehingga tidak salah pepatah mengatakan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.[1]
Selain sebagai aktor utama kesuksesan pendidikan yang
dicanangkan. Ada beberapa peran dan fungsi lain seorang guru, antara lain
sebagai berikut:
1.
Educator
Tugas pertama guru
adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan
kepadanya. Sebagai seorang educator, ilmu adalah syarat utama. Membaca,
menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan responsif terhadap masalah
kekinian sangat menunjang peningkatan kualitas ilmu guru.
Dalam menerima
calon guru, kepala sekolah sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan ijazah, aspek
kualitas adalah nomor satu. Sangat penting diadakan tes calon guru, baik teori
maupun praktek untuk mengetahui sejauhmana kualitas, kemampuan menguasai kelas,
dan kematangannya dalam mengajar.
2.
Leader (Pemimpin)
Guru juga seorang
pemimpin kelas. Karena itu, ia juga harus bisa menguasai, mengendalikan, dan
mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas.
Sebagai seorang pemimpin, harus terbuka, demokratis, egaliter, dan menghindari
cara-cara kekerasan.
Seorang guru harus
suka mengedepankan musyawarah dengan murid-muridnya untuk mencapai kesepakatan
bersama yang dihargai semua pihak. Ia juga harus suka mendengar aspirasi
murid-muridnya mengenai pembelajaran yang disampaikan, walau itu berupa kritik
pedas sekalipun.
3.
Fasilitator
Sebagai
fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukandan mengembangkan
bakatnya secara pesat. Menemukan bakat anak didik bukan persoalan mudah, ia
membutuhkan eksperimentasi maksimal, latihan terus menerus, dan evaluasi rutin.
4.
Motivator
Sebagai seorang
motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan semangat dan mengubur
kelemahan anak didik bagaimanapun latar belakang hidup keluarganya,
bagaimanapun kelam masa lalunya, dan bagaimanapun berat tantangannya.
Di bawah ini
beberapa prinsip dan motivasi belajar supaya mendapat perhatian dari pihak
perencanaan pengajaran, khususnya dalam rangka merencanakan kegiatan belajar
mengajar.
a.
Kebermaknaan
b.
Modelling
c.
Komunikasi terbuka
d.
Prasyarat
e.
Novelty (masih asing)
f.
Latihan/Praktik yang Aktif dan Bermanfaat
g.
Latihan terbagi
h.
Kurangi secara sistematik paksaan belajar
i.
Kondisi yang menyenangkan
5.
Administrator
Sebagai seorang
guru, tugas administrasi sudah melekat dalam dirinya, mulai dari melamar
menjadi guru, kemudian diterima dengan bukti surat keputusan yayasan, surat
intruksi kepala sekolah, dan lain-lain. Urusan yang ada dilingkup pendidikan
formal biasanya memakai prosedur administrasi yang rapi dan tertib.
6.
Evaluator
Sebaik apapun
kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yang perlu dibenahi dan disempurnakan.
Di sinilah pentingnya evaluasi seorang guru. Dalam evaluasi ini, guru bisa
memakai banyak cara, dengan merenungkan sendiri proses pembelajaran yang
diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau dengan cara yang lebih
objektif, meminta pendapat orang lain, misalnya kepala sekolah, guru yang lain,
dan murid-muridnya.[2]
B. Jenis-Jenis Hubungan Guru-Murid
Hubungan
guru murid banyak ragamnya bergantung pada guru, murid serta situasi yang
dihadapi. Tiap guru mempunyai hubungan yang berbeda menurut pribadi dan situasi
yang dihadapi. Untuk mempelajarinya,
kita dapat berpegang pada tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter yang
menjaga jarak dengan murid dan guru yang ramah, yang dekat serta akrab dengan
muridnya. Guru yang otoriter tak mengizinkan anak melewati batas atau jarak
social tertentu. Guru itu tak ingin murid menjadi akrab dengan dia. Juga dalam
situasi rekreasi ia mempertahankan jarak itu. Guru tetap merasa berkuasa dan
berhak untuk memberikan perintah. Diharapkannya agar perintah itu juga ditaati.
Guru yang otoriter ini yang mungkin dianggap kurang ramah tidak akan diajak
oleh murid-muridnya dalam kegiatan santai yang gembira. Murid juga tidak akan
mudah membicarakan soal-soal pribadi dengan dia. Jadi antara guru dan murid
tidak terdapat hubungan yang akrab. Guru seperti ini disegani, ditakuti,
mungkin juga kurang disukai atau justru dikagumi bila ia juga memiliki
sifat-sifat baik.
Sebaiknya
guru yang ramah akan dekat kepada muridnya. Murid-murid suka meminta dia turut
serta dalam kegiatan rekreasi dan membicarakan soal-soal pribadi, namun mungkin
dianggap kurang berwibawa.
Tipe
guru yang murni, yang sepenuhnya otoriter atau sepenuhnya ramah tentu tidak
ada. Tiap guru akan mempunyai kedua sifat itu dalam taraf tertentu. Akan tetapi kedua tipe
itu dapat dijadikan pegangan yang berguna untuk menganalisis hubungan antara
guru dan murid. Peranan yang dijalankan oleh guru dalam hubungannya dengan
murid-muridnya akan mendekati salah satu tipe itu dalam taraf yang
berbeda-beda. Respons murid terhadap peranan guru itu merupakan faktor utama
yang menentukan efektivitas guru. Tipe kelakuan guru tertentu mungkin lebih
efektif terhadap murid tertentu, misalnya bagi sejumlah murid tipe guru yang otoriter yang efektif, sedangkan
bagi murid lain tipe guru yang ramah lebih sesuai.[3]
Adapun hubungan
guru – murid dikatakan baik apabila hubungan itu memilki sifat-sifat
sebagai berikut:
1.
Keterbukaan, sehingga baik guru
maupun murid saling bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain;
2.
Tanggap bilaman seseorang tahu bahwa
dia dinilai oleh orang lain;
3.
Saling ketergantungan antara satu
dengan yang lain;
4.
Kebebasan yang memperbolehkan setiap
orang tumbuh dan mengembangkan keunikannya, kreatifitasnya dan kepribadiannya;
5. Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi.[4]
5. Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi.[4]
C. Reaksi Murid Terhadap Peranan Guru
Pendidik dan
peserta didik merupakan dua jenis status yang dimiliki oleh manusia-manusia
yang memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas yang terbingkai sebagai
dunia pendidikan.
Reaksi murid yang berlainan terhadap tuntutan guru yang kurang dikehendaki
antara lain : mengganggu jalannya pelajaran dalam kelas dan mengancam adanya
perbedaan antara status guru dan murid.[5]
Proses pendidikan banyak terjadi dalam interaksi sosial
antara guru dan murid. Sifat interaksi ini banyak tergantung pada tindakan guru
yang ditentukan antara lain oleh tipe peranan guru. Bagaimana reaksi murid
terhadap peranan guru dapat diketahui dari ucapan murid tentang guru itu.
Tentang hal ini telah dilakukan sejumlah penelitian.
D. Hubungan Antara Hasil Belajar Murid dengan Kelakuan Guru
Untuk menilai efektivitas guru dalam mengajar dapat
diminta pendapat pemilik sekolah, kepala sekolah, dan juga murid. Walaupun
banyak aspek peranan guru dan murid yang tidak seimbang, konseptualisasi
interaksi antara guru dan murid
berasumsi bahwa murid dan guru saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang
lain. Aspek-aspek interaksi antara guru dan murid yang tampaknya mempengaruhi
sikap dan penampilan akademis murid terutama dalam hasil belajar murid.
Dalam suatu pelitian ternyata pertambahan
pengetahuan murid dalam pelajaran rendah korelasinya dengan taraf disukainya
guru oleh murid tersebut. Jadi guru yang di sukai, yang ramah, dan lain-lain
ternyata bukan guru yang efektif dalam menyampaikan ilmu.[6]
Murid cenderung terlalu santai dan tidak semuanya
harus dari diri murid sendiri, terkadang dalam beberapa segi murid perlu
dipaksa dan di sikapi dengan tegas. Karena sifat murid cenderung malas-malasan
dan belum mengetahui pentingnya belajar, mereka cenderung suka bermain dan bersenang-senang.
Guru yang ramah, tidak ingin memaksa. Guru tersebut lebih ingin murid belajar
berdasarkan keinginan sendiri, tapi guru yang otoriter cenderung memaksa
sehingga mau tidak mau murid akan belajar.[7]
E. Kelakuan Murid Berhubungan Dengan Kelakuan Guru
Kita dapat mengamati kelakukan anak dalam kelas dan
mencoba melihat hubungannya dengan tindakan guru. Tak semua perbuatan anak
diakibatkan perbuatan guru. Juga tidak selalu mudah dipastikan bahwa kelakuan
anak ada hubungannya dengan kelakuan guru. Kelakuan guru yang sama mungkin
berbeda pengaruhnya terhadap murid di SD dan di SM.
Kelakuan anak dalam kelas yang kita amati dapat berupa
(1) perbuatan yang menunjukkan ketegangan, rasa cemas yang tampak pada anak SD
dengan mengicap jari, menarik-narik rambut, (2) perbuatan yang tak bertalian
dengan pelajaran sepeti melihat-lihat ke depan, kiri-kanan, (3) bercakap-cakap
atau berbisik-birik dengan anak lain, (4)
main-main dengan sesuatu, (5) mematuhi apa yang disuruh lakukan oleh
guru, (6) tidak mematuhi perintah guru, melakukan sesuatu yang mengganggu
pelajaran.
Pada umumnya perbuatan anak sebagai reaksi terhadap
kelakuan guru dapat bersifat menurut atau tidak menurut, menyesuaikan diri
dengan perintah guru atau menentangnya. Anak yang menurut akan menunjukkan
kerjasama, turut memberi sumbangan pikiran, mengajukan pertanyaan, memberi
bantuan dan dengan demikian memperlancar pelajaran.
Dalam penelitian pada murid-murid SD ternyata bahwa bila
guru itu dominatif maka lebih banyak murid yang bercakap-cakap, berbisik-bisik
atau mengadakan kontak satu sama lain secara tersembunyi, bermain-main dengan
sesuatu secara diam-diam. Jadi sebenarnya tidak mengindahkan guru. Mereka
kurang atau jarang mengemukakan saran-saran atau buah pikirannya secara
sukarela, kurang terdorong untuk menjawab pertanyaan guru atau mengajukan
pertanyaan atau menyatakan sesuatu secara spontan / pada guru yang integratif
anak-anak lebih berani dan bersedia untuk mengemukakan pendapatanya, lebih spontan
dalam ucapannya dan suka bekerjasama.
Dominasi guru tak selalu berhasil untuk mencapai
kepatuhan sepenuhnya, bahkan dapat menimbulkan konflik atau tantangan sekalipun
dalam bentuk yang tersembunyi. Selain itu dominasi guru terhadap murid dapat
menimbulkan dominasi murid terhadap murid-murid yang lain yang lebih lemah.
Khususnya anak yang paling banyak didominasi oleh guru cenderung untuk
menunjukkan kekuasaannya terhadap anak-anak lain sebagai kompensasi.
Berdasarkan studi ini dapat dikemukakan hipotesis yang
berikut: (1) guru yang dominatif dalam kelas akan menghadapi murid-murid yang
tidak menunjukkan sikap kerjasama, (2) murid-murid di bawah pimpinan guru-guru
dominatif juga akan bersikap dominatif terhadap murid-murid lain, (3) guru-guru
yang integratif atau koperatif dalam hubungannya dengan murid akan menimbulkan
sikap kerjasama pada muridnya, baik terhadap guru mapun terhadap murid lainnya.
Tampaknya dalam interaksi sosial, anak-anak meniru gurunya dan melakukannya
dalam hubungan mereka dengan anak-anak lain.
Guru yang dominatif dapat menimbulkan sikap menentang.
Mereka ingin diakui kepribadiannya. Khususnya pemuda pada masa pubertas justru
ingin membentuk kepribadiannya sebelum memasuki masa kedewasaannya. Karena itu
mereka peka akan ucapan atau tindakan yang menyinggung perasaan dan harga dirinya.
Terhadap tindakan yang demikian mereka berontak secara terbuka atau
tersembunyi. Akan tetapi dalam hal pelajaran dan sekolah mereka ingin mendapat
guru yang berwibawa, yang tegas, yang dapat menegakkan dan memelihara disiplin.
Mereka tahu, tanpa disiplin, tanpa kewibawaann, otoritas atau dominasi guru
murid-murid tidak akan belajar sungguh-sungguh. Dominasi guru dapat dijalankan
tanpa menyinggung perasaan atau harga diri murid dan secara obyektif dapat
ditujukan untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan. Untuk mencapai hasil
akademis tampaknya guru yang dominatif lebih serasi daripada guru yang
integratif atau demokratis. Guru yang demoratis-integratif akan lebih disenangi
oleh murid akan tetapi dalam pelajaran mengenai informasi atau pengetahuan
mereka akan ketinggalan. Dalam pergaulan, murid-murid yang diajar oleh guru
dominatif cenderung untuk mendominasi teman-temannya, sedangkan
murid-murid guru yang integratif akan cenderung untuk bersikap ramah dalam
persahabatannya.
F. Peranan Guru Dalam Masyarakat dan Respons Murid
Guru hendaknya mengenal masyarakat agar dapat berusaha menyesuaikan
pelajaran dengan keadaan masyarakat sehingga relevan. Guru-guru kita diharapkan
mengabdi kepada masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya
dan dengan demikian turut memberi sumbangannya kepada pembangunan negara. Di
mana saja guru berada, khususnya di desa, cukup kesempatan baginya untuk
berpartisipasi dan berbakti dalam masyarakat.
Para siswa tidak begitu menghiraukan ada tidaknya
partisipasi guru dalam berbagai kegiatan masyarakat. Guru yang baik mereka
menilai berdasarkan kemampuannya mengajar, sikapnya terhadap murid akan tetapi
tidak dikaitkan dengan banyaknya kesibukan guru dalam masyarakat,
Juga tidak kelihatan bukti-bukti bahwa guru yang turut
serta dalam berbagai kegiatan masyarakat meningkatkan kemampuannya mengajar
sehingga mempertinggi prestasi belajar murid. Bahkan ada kemungkinan
partisipasi guru dalam berbagai kegiatan di luar sekolah akan mengurangi waktu
dan perhatiannya untuk murid dan dengan demikian merugikan murid dan sekolah.
G. Peranan Guru Lainnya Di Sekolah dan Respons Murid
Di sekolah, guru dapat memegang berbagai peranan selain
mengajar yakni sebagai kepala sekolah, pembimbing Osis, koordinasi bidang
studi, piket, dan lain-lain. Dalam prestasi belajar anak tidak ada pengaruh
peranan tambahan yang dipegang oleh guru. Namun masih perlu penelitian tentang
pengaruh berbagai peranan tambahan guru yang memberi kesempatan yang lebih luas
kepada guru untuk berinteraksi dengan murid.[8]
BAB III
PENUTUP
Peranan guru terhadap
murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak peran yang harus ia
jalani. Seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang
mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan
bisa mengontrol anak didiknya. Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan
dari tugas guru yang bersangkutan yakni belajar dan mengajar.
Tiap guru mempunyai
hubungan yang berbeda menurut pribadi dan situasi yang dihadapi. Untuk
mempelajarinya dapat berpegang pada tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter
yang menjaga jarak dengan murid dan guru yang ramah, yang dekat dan akrab
dengan muridnya. Tipe guru yang dominatif menguasai murid, menentukan, mengatur
kelakuan murid dan menginginkan murid seperti yang guru inginkan. Sebaliknya
guru yang integratif membolehkan ank untuk menentukan sendri apa yang
disarankan oleh guru.
Murid memiliki reaksi
yang berbeda terhadap guru. reaksi tersebut tergantung kepada cara guru
memperlakukannya. Pengetahuan murid dalam pelajaran rendah korelasinya dengan
taraf disukainya guru oleh murid tersebut. Jadi guru yang di sukai, yang ramah,
dan lain-lain ternyata bukan guru yang efektif dalam menyampaikan ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma’mur. 2012. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan
Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.
Dwiani Murdiastuti, “Pengertian Peran Guru”, http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2154729-pengertian-peran-guru/ (diakses pada tanggal 5 November 2012)
Faisal, Sanapiah. 2010. Sosiologi
Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Gordon, Thomas. 1990. Guru yang
Efektif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 115-116
Tria Nanoningrat, “Peranan Guru dan Kelakuan Murid”, http://triiaa.blogspot.com/2012/06/peranan-guru-dan-kelakuan-murid.html (diakses pada tanggal 5 november 2010)
[1] Dwiani
Murdiastuti, “Pengertian Peran Guru”, http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2154729-pengertian-peran-guru/ (diakses pada tanggal 5 November 2012)
[2] Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif,
Kreatif, dan Inovatif, (Yogyakarta: Diva Press, 2012), hlm. 39-54
[3] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004),
hlm. 115-116
[4]
Thomas Gordon, Guru yang Efektif, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1990), hlm. 26
[5] Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
2010), hlm. 170
[6] S. Nasution, Op.Cit., hlm. 118
[7] Tria Nanoningrat, “Peranan Guru dan Kelakuan Murid”, http://triiaa.blogspot.com/2012/06/peranan-guru-dan-kelakuan-murid.html (diakses pada tanggal 5 november 2010)
[8] S. Nasution, Op.Cit., hlm. 118-122