Jarimah
hudud adalah jarimah (tindak pidana) yang diancam dengan hukuman had, yaitu
hukuman yang telah ditentukan batas-batasnya oleh Allah. Jarimah hudud terdiri
dari 7 macam, yaitu:
1. Zina
Para
jumhur ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan zina adalah hubungan kelamin
antara laki-laki dengan perempuan diluar nikah. Unsur zina adalah persetubuhan
yang diharamkan, dan adanya unsur kesengajaan. Selain zina, liwath
(homoseksual) juga diharamkan dan disamakan dengan zina atau bahkan lebih keji
dari zina. Allah berfirman:
“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk
melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah
kaum yang melampaui batas.” (Qs. 7:81)
Pezina
dapat dikategorikan kepada dua jenis, yaitu muhshan dan ghairu
muhshan. Muhshan adalah zina yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah.
Hukumannya adalah dera seratus kali dan rajam. Rajam adalah hukuman mati dengan
cara dilempar menggunakan batu atau sejenisnya. Sedangkan ghairu muhshan adalah
perzinaan yang dilakukan oleh orang yang belum menikah. Sanksi hukumannya ada
dua, yaitu dera seratus kali dan diasingkan selama setahun. Dasarnya adalah:
“perempuan yang
berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman.” (Qs. 4:2)
Pembuktian
tindak pidana zina yaitu dengan 4 orang saksi (Qs. 4:15), pengakuan dan qarinah
(bukti atau petunjuk). Syarat saksi adalah dewasa, berakal, kuat ingatan,
dapat berbicara, melihat, adil, Islam, dan laki-laki. Bukti dengan pengakuan
harus dinyatakan 4 kali, pengakuan harus jelas dan rinci, tidak terpaksa, dan
sadar.
2. Qadzaf
Qadzaf
adalah menuduh orang berbuat zina atau tuduhan yang menghilangkan nasabnya.
Dasarnya adalah:
“Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (Qs. 24:4)
Unsur-unsur tindak pidana qadzaf adalah:
a.
Adanya tuduhan zina atau menghilangkan
nasab
b.
Orang yang dituduh adalah muhshan
Hukuman
bagi tindak pidana qadzaf terdiri dari hukuman pokok dan hukuman tambahan.
Hukuman pokok adalah dera 80 kali, sedangkan hukuman tambahan adalah tidak
diterima kesaksiannya untuk selama-lamanya.
3. Meminum Khamr (Minuman keras)
Meminum
minuman keras ini dilarang dalam Islam secara bertahap. Ayat pertama yang
melarang adalah surat 2:219, kemudian surat 4:43, dan terakhir surat 5:90.
Hadits yang melarang meminum khamr diantaranya adalah:
“Dari
Ibnu Umar ra, bahwa Nabi saw bersabda: Setiap yang memabukkan adalah khamar,
dan setiap yang memabukkan adalah haram.”
Abu
Hanifah mengatakan bahwa sanksi hukum bagi peminum khamar adalah dera 80 kali.
Dasarnya adalah keputusan Khalifah Umar bin Khathab yang kemudian ditetapkan
sebagai ijma'. Imam Syafi'I, Malik, dan Ahmad berpendapat hanya 40 kali
dera seperti yang dicontohkan oleh nabi dan Abu Bakar. Namun boleh lebih dari
itu, dan kelebihannya itu dianggap sebagai hukuman ta'zir.
Alat
bukti yang diperlukan adalah saksi, pengakuan dan qarinah. Saksi dibutuhkan
sebanyak dua orang yang memenuhi syarat persaksian. Bukti pengakuan cukup satu
kali. Sedangkan qarinah adalah bau minum pelaku, mabuknya pelaku, atau pelaku
muntah.
4. Pencurian
Pencurian
adalah pengambilan harta milik orang lain yang dilakukan secara sembunyi di
tempat penyimpanan. Pencurian yang diberi sanksi hudud adalah jika barang
tersebut mencapai nishab pencurian, yaitu seperempat dinar keatas. Seperti
dinyatakan dalam hadits:
“Tangan pencuri tidak
dipotong kecuali pada pencurian seperempat dinar keatas.” (HR. Ahmad,
Muslim, an-Nasa'i, dan Ibnu Majjah)
Hukuman
Had tidak berlaku jika harta yang dicuri tidak dimiliki oleh seseorang, seperti
menemukan harta terpendam, meski dilakukan secara sembunyi. Orang tua yang
mencuri harta anaknya juga tidak dapat diberi sanksi hudud, karena sebagian
harta anak menjadi milik orang tuanya. Dasarnya adalah hadits dari Jabir
menurut riwayat Ibnu Majjah: “Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu”.
Pembuktian
untuk tindak pidana pencurian adalah saksi minimal 2 orang laki-laki atau
seorang laki-laki dan dua perempuan. Pengakuan yang menurut fuqaha diucapkan
dua kali. Sanksi terhadap jarimah pencurian:
1.
Mengganti barang yang dicuri (Dhaman)
Menurut
Syafi'I dan Ahmad, selain hukuman had, pencuri harus mengganti barang atau
mengembalikan barang yang dicuri. Menurut Malik, jika barang yang dicuri itu
tidak lagi ada, atau pencuri tidak mampu menhembalikannya, maka cukup dijatuhi
hukuman had saja. Abu Hanifah berpendapat bahwa hasil pencurian tak perlu
dikembalikan, cukup dengan sanksi hudud saja.
2.
Potong tangan
Ini
adalah hukuman pokok sebagaimana dalam Qs. 5:38. Bila satu kali mencuri,
dipotong tangan kanan (dari pergelangan), jika diulangi untuk kedua kali,
dipotong kaki kiri. Pencurian ketiga kali dipotong tangan kiri, dan pencurian
keempat kali dipotong kaki kanan. Jika ia mencuri lagi dipenjara seumur hidup
atau sampai ia taubat. Dasarnya menurut mayoritas fuqaha adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Daruquthni dari Abu Hurairah: “Jika ia mencuri potonglah tangannya (yang kanan),
jika ia mencuri lagi potonglah kakinya (yang kiri), jika ia mencuri lagi
potonglah tangannya (yang kiri), kemudian apabila ia mencuri lagi potonglah
kakinya (yang kanan).”
5. Hirabah (perampokan)
Hirabah
ialah mengambil harta orang lain dengan cara kekerasan, membunuh, atau
menakut-nakuti. Hirabah dapat terjadi dalam dalam keadaan jika:
v
Seseorang atau bebrapa orang mengambil
harta menggunakan kekerasan (merampas) dan pelaku hanya melakukan intimidasi
v
Seseorang atau beberapa orang mengambil
harta menggunakan kekerasan, lalu mengambil harta tanpa membunuh
v
Pelaku tidak mengambil harta tetapi
hanya melakukan pembunuhan
v
Seseorang atau bebrapa orang mengambil
harta menggunakan kekerasan, dan pelaku mengambil harta dan melakukan
pembunuhan.
Pelaku
hirabah dapat dilakukan oleh seorang atau kelompok tertentu. Ia adalah orang
yang baligh dan berakal, baik laki-laki atau wanita. Hanya saja Abu Hanifah
berpendapat lain, bahwa pelaku hanya laki-laki yang ditindak hirabah, sedang
wanita tidak disebut hirabah sehingga ia tidak dihukum had, hanya di-ta'zir.
Harta yang diambil tidakk memiliki batasan minimal.
Ulama
sepakat bahwa korban perampokan harus orang yang dijamin keselamatan jiwa dan
hartanya oleh islam, yaitu orang Islam dan dzimmy.
Sanksi hukum jarimah hirabah adalah:
1.
Menakut-nakuti. Menurut Abu Hanifah dan
Ahmad hukumannya adalah pengasingan, seperti dalam Qs. 5:33. Lama pengasingan
sampai ia bertaubat.
2.
Mengambil harta tanpa membunuh. Jumhur
fuqaha mengatakan dipotong tangan kanan dan kaki kirinya, sebagaimana Qs. 5:33.
3.
Membunuh tanpa mengambil haarta.
Menurut mayoritas ulama, hukumannya adalah dengan dihukum mati. Sedangkan
menurit Ahmad, disamping hukuman mati, pelaku juga harus disalib.
4.
Membunuh dan mengambil harta. Mayoritas
ulama mengatakan dibunuh dan disalib, tidak dipotong tangan dan kaki. Abu
Hanifah berpendapat bahwa hukumannya memiliki tiga alternatif. Pertama,
dipotong tangan dan kaki, kemudian dibunuh dan disalib. Kedua, dibunuh
saja. Ketiga, disalib kemudian dibunuh.
Sanksi
hukum gugur jika pelaku taubat sebelum tertangkap, seperti dalam Qs. 5:34.
Namun tetap mengembalikan barang rampasannya. Jika tidak mengambil harta, hanya
menganiaya atau membunuh, ia tetap diberi hukuman qishash atau diyat.
6. Pemberontakan (Bughat)
Pemberontakan
adalah pembangkangan terhadap kepala negara (imam) dengan menggunakan kekuatan
berdasarkan dalih (ta'wil). Dasarnya adalah dalam Qs.49:9-10, Qs.7:33, Qs.4:59.
Unsur-unsur Bughat (makar) ini adalah:
1)
Adanya upaya pembangkangan terhadap
kepala negara, yaitu menentangnya, upaya untuk memberhentikannya, atau menolak
untuk melaksanakan kewajiban sebagai warganegara. Pembangkangan dapat terjadi
terhadap pejabat, seperti menteri, hakim, dan lainnya.
2)
Makar dilakukan dengan kekuatan.
Artinya, pemberontak sudah mewujudkan rencananya dengan melakukan sesuatu.
3)
Adanya niat melawan hukum, yaitu
terbuktinya unsur kesengajaan pemberontak dalam melakukan aksinya.
Bila
ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka pemberontak diberi hukuman mati.
7. Riddah (murtad)
Riddah
adalah orang Islam yang berpaling menjadi kafir baik dengan niat, perbuatan
yang menyebabkan kekafiran ataupun dengan ucapan. Riddah dilarang oleh Allah
dan kekal didalam neraka (Qs. 2:217), dan hadits:
“Dari Ibnu
Abbas ra, Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa menukar agamanya, maka bunuhlah
dia”
(HR. Bukhari)
Murtad
dapat terjadi dengan perbuatan, yaitu melakukan perbuatan yang diharamkan Islam
dengan maksud melecehkan Islam, seperti sujud ke berhala, menginjak dan
melecehkan al-Quran. Selain itu, dapat terjadi dengan ucapan, seperti Allah
mempunyai anak, mengaku sebagai nabi, dan lainnya. Dengan keyakinan seperti
bahwa Muhammad itu pendusta, dan sebagainya.
Hukuman
pokok bagi jarimah riddah adalah hukuman mati. Abu Hanifah berpendapat bahwa
jika yang murtad itu wanita, dipenjara saja sampai kembali taubat atau mati
dalam penjara. Ulama
sepakat bila hukuman pokok gugur karena taubat, ia diberi
hukuman pengganti secara ta'zir. Selain itu, pelaku riddah dapat dikenakan
sanksi tambahan, yaitu:
a. Penyitaan harta
Malik,
Syafii, dan Ahmad mengatakan bahwa harta si murtad menjadi milik bersama, tidak
dapat diwariskan ke ahli waris. Tegasnya, menjadi milik negara dan masuk ke
Baitul Mal. Malik mengecualikan zindik dan munafiq, yaitu bahwa hartanya dapat
diwarisi oleh ahli waris Islam. Pendapat ini didasarkan kepada tindakan nabi
yang mewariskan harta orang munafiq kepada ahli warisnya yang beragama Islam
pada saat mereka (orang munafiq) meninggal. Namun pendapat yang kuat dari
ketiga mazhab diatas, bahwa riddah semata-mata tidak menghilangkan hak milik
dari orang murtad.
Menurut
Abu Hanifah, harta si murtad dapat diwarisi oleh ahli warisnya yang Islam.
Hanya harta yang diperoleh selama ia murtad menjadi milik negara.
b. Berkurang kecakapan untuk bertasarruf
Orang
murtad tidak sah untuk mentasarrufkan hartanya, seperti menjual barang, memberi
sesuatu, menggadai sesuatu, dan lainnya.
3 comments
Write commentsTerima kasih banyak imformasinyaa
ReplyTerima kasih banyak imformasinya
Replylumayan lah
Reply