SEPUTAR MAULID
NABI MUHAMMAD SAW
Sebelum
lebih jauh membahas tentang muludan, baiknya saya ulas lebih dahulu tentang
riwayat singkat Nabi Muhammad Saw. Beliau lahir hari Senin, 20 April 571 M atau
12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah di Kota Makkah dari pasangan Abdullah bin Abdul
Muthalib dan Siti Aminah binti Wahhab, kemudian wafat pada hari Senin, 12
Rabi’ul Awwal 11 H atau 8 Juni 632 M. Beliau merupakan seorang nabi dan juga
rasul yang terakhir ( khatan al – anbiya’ ), sekaligus merupakan pemimpin para
nabi dan rasul seluruhnya. Allah Swt beriman, Muhammad itu sekali – kali bukanlah bapak dari seorang laki – laki di
antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi – nabi. (Qs.
Al – Ahzab: 40 ).
Kedatangan
beliau merupakan penyempurna bagi agama – agama sebelumnya dan diutus untuk
seluruh alam semesta, serta memberi rahmat kepada mereka ( rahmatan lil-alamin ), tidak pada suatu golongan tertentu seperti
para nabi atau rasul sebelumnya. Allah Saw berfirman, Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap manusia.( Qs.
An-Nisa’: 79 ); Dan tiadalah kami mengutus
kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.( Qs. Al-Anbiya’:
107 )
Beliau
adalah satu – satunya rasul yang bisa memberi syafaat (pertolongan) di Hari
Kiamat. Dari riwayat singkat ini, dapat kita ketahui ketinggian derajat beliau
di hadapan Allah dan seluruh makhluk-Nya. Maka wajar bila
kita sebagai umatnya selalu mengagungkan dan mencintainya sepenuh jiwa dan raga
kita sebagai sarana untuk mencapai kecintaan kepada Allah Swt.
Adapun
cara mewujudkan kecintaan kepada beliau banyak jalan yang bisa ditempuh,
seperti mengikuti ajaran – ajarannya, meniru sifat – sifatnya yang agaung,
membaca shalawat, dan yang telah menjadi kegiatan rutinitas yang ada pada
negara kita adalah – memperingati hari
kelahiran Nabi Muhammad Saw. Peringatan itu diselenggarakan pada bulan Rabi’ul
Awwal. Biasanya mulai tanggal 1 sudah diadakan pembacaan Al – Barzanji, Maulud
Ad-Diba’ atau karangan lain tentang sejarah ringkas kehidupan Nabi Muhammad
Saw. Puncak acara ini pada tanggal 12 yang biasanya diisi dengan pengajian. Tak jarang kegiatan ini mendapat
sorotan dari beberapa kalangan yang menganggap acara muludan tidak sesuai
dengan ajaran agama.Lantas bagaimana para ulama sendiri menyikapinya?
Sebetulnya
permasalahan muludan sudah pernah ditanyakan pada Imam Jalaludin as-Suyuthi 5
abad yang lalu. Beliau menjawab bahwa kegiatan Maulid Nabi (peringatan hati kelahiran
Nabi) merupakan bid’ah hasanah (bagus), karena merupakan acara yang
mengagungkan deraja Baginda Rasulullah, dan orang yang melakukannya akan
mendapat pahala. Keterangannya ada di Al-Hawili al-Fatawa, juz I, hlm. 251-252.
Memang
kegiatan mauludiyyah bukan merupakan ajaran dari Rasulullah, melainkan dirintis
oleh Raja Muzhaffar Abu Sa’id al-Kukburi bin Zainuddin Ali bin Buktikin. Beliau
adalah seorang raja yang saleh, terkenal sangat pemurah serta baik hati, dan
bermahzhab Ahlus Sunnah, seperti keterangan dalam Al – Hawi li at-Fatawa juz I,
hlm. 252. Akan tetapi, peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw sudah ada
sejak dahulu. Pada saat beliau masih hidup, sudah ada wujud peringatan atas
hari kelahirannya, walaupun cara yang dilakukan berbeda. Saat itu beliau
memperingati hari kelahirannya dengan melakukan puasa hari Senin bertepatan
dengan hari kelahirannya. Disebutkan dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh
Abi Qatadah:
عَنْ
ابِيْ قتَادة اْلانْصارِي رضِي الله ُ عنْهُ انّ رسُوْلَ الله ِ صلّى الله ُ عليه
وسلم سئل عن يوم الاثنين فقال فيه ولدت وفيه وانزل علي
“Diriwayatkan
dari Abi Qatadah al-Anshari bahwa Rasulullah Saw pernah ditanya tentang puasa
hari Senin, maka beliau menjawab, ‘Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturtunkan
kepadaku.”(HR. Muslim)
Betapa beliau sangat mengagungkan
kelahirannya sendiri, dan kita sebagai umatnya wajar bila mengikuti yang telah
menjadi kebiasaan beliau, meskipun bentuknya berbeda. Adalah keharusan acara
maulidiyyah diisi dengan kegiatan – kegiatan ibadah yang dianjurkan oleh
syariat seperti membaca shalawat, mengkaji sejarah Nabi, bersedekah, dan lain –
lain. Seperti yang dikemukakanSayyid Muhammad al-Alawi dalam Mafahim Yajibu ‘an Tushahhah, hlm.
224-226, dan Imam Ibn Taimiyyah dalam Manhaj
al-Salaf fi Fahm al-Nushus bain al-Nazhariyyah wa at-Tathbiq, hlm. 399, dan
beberapa ulama yang lainnya.
Ada satu lagi kegiatan yang sering dianggap
tidak berdasar oleh sebagian kalangan, yaitu berdiri di tengah – tengah
pembacaan Al – Barjanji atau biasa disebut Mahalul Qiyam ( mahal al-qiyam ).
Sebenarnya, kalau dikatakan tidak berdasar, saya kira kurang tepat. Mahalul Qiyam adalah penghormatan atas
kedatangan Nabi sebagai penolong dan penyelamat di dunia dan akhirat. Bukankah bediri atas kedatangan orang
sangat agung dan mulia adalah anjuran Baginda Nabi sendiri? Perhatikan hadis
berikut
عن
ابي سعيد الخدري قال قال رسول الله عليه وسلم للانصار قوموا الى سيدكم او خيركم
“Dari
Abi Said al-Khudri, beliau berkata, ‘Rasulullah Saw bersabda pada sahabat
Anshar, ‘Berdirilah untuk tuan kamu atau orang yang paling baik di antara kamu.”(HR. Muslim )
Demikian
sedikit ringkasan kajian tentang mauludiyyah. Semoga ini bisa
menambah pengetahuan kita tentang Rasulullah Saw sehingga tidak
mempermasalahkan lagi tentang perbedaan pendapat yang banyak terjadi. Kalau
tidak ada dalil yang jelas atas larangan kegiatan ini, tak pantas kiranya jika
langsung menghukumi haram. Sekian. Wallahu a’lam.