Tuesday, July 2, 2013

Berburu Kebaikan di Bulan Sya'ban



BERBURU KEBAIKAN DI BULAN SYA’BAN
“Janganlah kelambatan pemberian anugerah (dari Allah Swt) padahal engkau telah bersungguh-sungguh dalam berdoa, menyebabkan engkau putus asa. Karena dia telah menjamin akan memperkenankannya apa yang telah dia pilihkan untukmu, bukan apa yang engkau pilihkan untuk dirimu sendiri, dan pada waktu yang dia kehendaki, bukan pada waktu yang engkau kehendaki.” (Ibn Atho’illah)
Kalender Hijriyah menunjukkan bahwa kita telah memasuki bulan Sya’ban, bulan bagi umat Islam untuk mulai memperbanyak amal taat kepada Allah Swt dan berlomba-lomba dalam kebaikan dan mengosongkan hati dari debu-debu dunia sehingga dosa-dosa yang dilakukan diharapkan bisa dilebur dan diampuni allah swt.  Amal kebaikan dianjurkan untuk dikerjakan kapanpun waktunya namun pada bulan-bulan ini lebih dianjurkan lagi untuk ditingkatkan karena ada keterangan dari Rasulullah Saw yang menyebutkan secara khusus keistimewaan waktu-waktu tersebut.
Sebagian dari doa yang diucapkan Rasulullah Saw sejak awal bulan Rajab adalah “Ya Allah berkahilah kami di bulan rajab dan di bulan sya’ban. Ya Allah sampaikanlah (umur) kami (sehingga kami bisa mengerjakan puasa) di bulan Ramadhan”. Beliau juga mengatakan: “Rajab adalah bulan (keagungan) Allah, Sya’ban bulan (amal) ku, dan Ramadhan bulan (keberkahan untuk) umatku”. Dikatakan pula dalam satu atsar :”Rajab adalah bulan untuk meninggalkan kekerasan, Sya’ban untuk beramal dan berlatih konsisten dalamberibadah, Ramadhan adalah bulan untuk menguji kejujuran dan mencapai kesucian”.
Keutamaan Puasa di bulan Sya’ban
Sya’ban merupakan bulan urutan ke delapan dari bulan-bulan hijriyah. Dinamakan Sya’ban (yang artinya bercabang) sebab konon bangsa arab pada bulan ini berpencar mencari air atau untuk berkhalwat di gua-gua yang jauh dari keramaian masyarakat. Sebuah hadits riwayat Usamah bin Zaid ra., mengatakan bahwa Rasulullah Saw sangat menyukai puasa pada bulan Sya’ban karena di bulan Sya’ban amal perbuatan manusia diangkat kehadapan Allah Swt  dan beliau menginginkan ketika amal perbuatan itu diangkat masih dalam keadaan berpuasa. Sedangkan hadits lain riwayat Sayyidah Aisyah ra menerangkan bahwa Rasulullah Saw tidak pernah melaksanakan puasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan puasa terbanyak yang beliau kerjakan adalah puasa bulan Sya’ban. Memperbanyak syaum di bulan Sya’ban adalah amal yang biasa dilakukan Rasulullah Saw.
Teori ilmiah biologi mengatakan bahwa kondisi fisik manusia ketika masa-masa awal berpuasa akan mengalami fase pembakaran lemak dan protein yang tersimpan sebagai cadangan di dalam tubuh yang disebabkan berkurangnya zat-zat makanan yang masuk. Pada saat itu racun-racun yang terkandung dalam sel darah akan keluar sebelum larut dalam kotoran, ini yang seringkali menyebabkan efek samping pada psikis seseorang seperti timbulnya rasa pusing, lemas, temperamental dan sebagainya.
Dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban berarti seseorang telah menyiapkan fisik dan psikis untuk melaksanakan puasa dibulan ramadhan, sehingga sangatlah logis kalau Rasulullah Saw memberikan contoh kepada umatnya untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.
Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban
Sedangkan malam nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban) merupakan malam penuh berkah dan merupakan salah satu malam mustajab untuk berdoa. Dari sahabat Abu Umamah al-Bahily bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Ada lima malam yang di dalamnya doa tidak ditolak: malam pertama bulan rajab, malam nisfu Sya’ban, malam Jum’at, malam hari raya Idul Fitri dan malam hari raya Idul Adha”. hadist lain riwayat Imam Baihaqi dari Sayyidah Aisyah ra menyebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Jibril telah datang kepadaku dan bekata: malam ini adalah mala nisfu Sya’ban, Allah Swt telah membebaskan banyak hamba-Nya dari api neraka, pada malam ini Allah Swt tidak akan menerima amalan hamba-Nya yang musyrik, juga hamba-Nya yang suka bertengkar, dan anak yang durhaka kepada orang tuanya dan juga orang yang kecanduan khamar”.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat dan berpesan kepada salah satu sahabatnya yang bernama Hajjaj bin Artha’ah yang berisi “Jagalah olehmu empat malam dalam satu tahun (maksudnya adalah janganlah empat malam ini terlewatkan tanpa tambahan amal dan ibadah) karena Allah Swt akan mencurahkan rahmat-Nya pada malam-malam tersebut yaitu malam pertama bulan rajab, malam nisfu Sya’ban, malam ke 27 bulan Ramadhan, dan malam idul Fitri”.
Abu Thalib al-Makky dalam kitabnya yang berjudul Quuat al-Qulub (hal:86) menyebutkan bahwa para sahabat nabi senantiasa berusaha untuk menghidupkan malam nisfu Sya’ban dengan memperbanyak shalat nawafil/sunnah secara berjamaah. Demikian juga Imam al-Ghazali dalam Ihya (Juz I hal: 203) menyebukan hal serupa. Dalil yang dipakai dalam kedua kitab tersebut adalah hadits riwayat Ibnu Majah dengan sanad dari sahabat Ali bin Abi Thalib ra., yang berisi Rasulullah Saw bersabda: “Jika telah sampai malam nisfu Sya’ban, maka kerjakanlah shalat qiyamullail dan berpuasalah keesokan harinya, karena rahmat allah swt  turun pada malam itu sejak tenggelam matahari kelangit dunia, dan Allah swt berfirman: “ tidakkah ada manusia yang meminta ampunan kepada-Ku sehingga Aku ampuni. Tidak kah ada orang yang meminta rezeki sehingga Aku berikan dia rezeki”.
Hadits yang dijadikan landasan meramaikan malam nisfu Sya’ban dengan memperbanyak shalat qiyamullail (tahajjud), dan puasa pada keesokan harinya patut dilaksanakan, dengan pertimbangan bahwa qiyamullail secara umum sangat dianjurkan dalam Islam bahkan menjadi kebiasaan atau hal yang wajib dilakukan Rasulullah Saw disamping mengerjakan shalat wajib lima waktu. Dan tahajjud akan menjadi lebih dianjurkan lagi ketika dilaksanakan pada malam-malam yang disebutkan dalam hadits mempunyai keistimewaan dibanding malam-malam lainnya. Para pengembara spiritual (as-salikin) telah menjadikan malam nisfu Sya’ban sebagai momen untuk memperbanyak shalat malam dan berpuasa di pagi harinya. Mereka mengurangi tidur dan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat pada malam itu, dan menghindari perut dari rasa kenyang pada siang harinya.
Semoga kita diberikan hidayah dan pertolongan oleh Allah Swt dalam menjalankan semua perintah-Nya baik yang wajib ataupun yang sunnah dan menjauhi segala hal yang dilarang-Nya baik yang haram ataupun yang makruh. Dan marilah kita sambung kembali tali silaturahmi dengan sanak keluarga, kita perbarui bakti kita kepada kedua orang tua, kita buang jauh-jauh rasa dendam, dengki dan amarah sebelum kita sampai malam nisfu Sya’ban, sehingga pada malam mulia itu kita bisa melaksanakan ibadah secara khusyu’ dan mendapatkan limpahan rahmat dan ampunan dari Allah Swt. Aamin.