BERBURU KEBAIKAN DI BULAN SYA’BAN
“Janganlah kelambatan pemberian anugerah (dari Allah Swt) padahal
engkau telah bersungguh-sungguh dalam berdoa, menyebabkan engkau putus asa.
Karena dia telah menjamin akan memperkenankannya apa yang telah dia pilihkan untukmu,
bukan apa yang engkau pilihkan untuk dirimu sendiri, dan pada waktu yang dia
kehendaki, bukan pada waktu yang engkau kehendaki.” (Ibn Atho’illah)
Kalender Hijriyah menunjukkan bahwa kita telah memasuki bulan Sya’ban,
bulan bagi umat Islam untuk mulai memperbanyak amal taat kepada Allah Swt dan
berlomba-lomba dalam kebaikan dan mengosongkan hati dari debu-debu dunia
sehingga dosa-dosa yang dilakukan diharapkan bisa dilebur dan diampuni allah
swt. Amal kebaikan dianjurkan untuk
dikerjakan kapanpun waktunya namun pada bulan-bulan ini lebih dianjurkan lagi
untuk ditingkatkan karena ada keterangan dari Rasulullah Saw yang menyebutkan
secara khusus keistimewaan waktu-waktu tersebut.
Sebagian dari doa yang diucapkan Rasulullah Saw sejak awal bulan Rajab
adalah “Ya Allah berkahilah kami di bulan rajab dan di bulan sya’ban. Ya Allah
sampaikanlah (umur) kami (sehingga kami bisa mengerjakan puasa) di bulan Ramadhan”.
Beliau juga mengatakan: “Rajab adalah bulan (keagungan) Allah, Sya’ban bulan
(amal) ku, dan Ramadhan bulan (keberkahan untuk) umatku”. Dikatakan pula
dalam satu atsar :”Rajab adalah bulan untuk meninggalkan kekerasan, Sya’ban untuk
beramal dan berlatih konsisten dalamberibadah, Ramadhan adalah bulan untuk
menguji kejujuran dan mencapai kesucian”.
Keutamaan Puasa di bulan Sya’ban
Sya’ban merupakan bulan urutan ke delapan dari bulan-bulan
hijriyah. Dinamakan Sya’ban (yang artinya bercabang) sebab konon bangsa arab
pada bulan ini berpencar mencari air atau untuk berkhalwat di gua-gua yang jauh
dari keramaian masyarakat. Sebuah hadits riwayat Usamah bin Zaid ra.,
mengatakan bahwa Rasulullah Saw sangat menyukai puasa pada bulan Sya’ban karena
di bulan Sya’ban amal perbuatan manusia diangkat kehadapan Allah Swt dan beliau menginginkan ketika amal perbuatan
itu diangkat masih dalam keadaan berpuasa. Sedangkan hadits lain riwayat
Sayyidah Aisyah ra menerangkan bahwa Rasulullah Saw tidak pernah melaksanakan
puasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan puasa terbanyak yang beliau
kerjakan adalah puasa bulan Sya’ban. Memperbanyak syaum di bulan Sya’ban adalah
amal yang biasa dilakukan Rasulullah Saw.
Teori ilmiah biologi mengatakan bahwa kondisi fisik manusia ketika
masa-masa awal berpuasa akan mengalami fase pembakaran lemak dan protein yang
tersimpan sebagai cadangan di dalam tubuh yang disebabkan berkurangnya zat-zat
makanan yang masuk. Pada saat itu racun-racun yang terkandung dalam sel darah
akan keluar sebelum larut dalam kotoran, ini yang seringkali menyebabkan efek
samping pada psikis seseorang seperti timbulnya rasa pusing, lemas,
temperamental dan sebagainya.
Dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban berarti seseorang telah
menyiapkan fisik dan psikis untuk melaksanakan puasa dibulan ramadhan, sehingga
sangatlah logis kalau Rasulullah Saw memberikan contoh kepada umatnya untuk
memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.
Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban
Sedangkan malam nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban) merupakan
malam penuh berkah dan merupakan salah satu malam mustajab untuk berdoa. Dari
sahabat Abu Umamah al-Bahily bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Ada lima
malam yang di dalamnya doa tidak ditolak: malam pertama bulan rajab, malam
nisfu Sya’ban, malam Jum’at, malam hari raya Idul Fitri dan malam hari raya Idul
Adha”. hadist lain riwayat Imam Baihaqi dari Sayyidah Aisyah ra menyebutkan
bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Jibril telah datang kepadaku dan bekata: malam
ini adalah mala nisfu Sya’ban, Allah Swt telah membebaskan banyak hamba-Nya
dari api neraka, pada malam ini Allah Swt tidak akan menerima amalan hamba-Nya
yang musyrik, juga hamba-Nya yang suka bertengkar, dan anak yang durhaka kepada
orang tuanya dan juga orang yang kecanduan khamar”.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat dan berpesan
kepada salah satu sahabatnya yang bernama Hajjaj bin Artha’ah yang berisi
“Jagalah olehmu empat malam dalam satu tahun (maksudnya adalah janganlah empat
malam ini terlewatkan tanpa tambahan amal dan ibadah) karena Allah Swt akan
mencurahkan rahmat-Nya pada malam-malam tersebut yaitu malam pertama bulan
rajab, malam nisfu Sya’ban, malam ke 27 bulan Ramadhan, dan malam idul Fitri”.
Abu Thalib al-Makky dalam kitabnya yang berjudul Quuat al-Qulub (hal:86)
menyebutkan bahwa para sahabat nabi senantiasa berusaha untuk menghidupkan
malam nisfu Sya’ban dengan memperbanyak shalat nawafil/sunnah secara berjamaah.
Demikian juga Imam al-Ghazali dalam Ihya (Juz I hal: 203) menyebukan hal
serupa. Dalil yang dipakai dalam kedua kitab tersebut adalah hadits riwayat Ibnu
Majah dengan sanad dari sahabat Ali bin Abi Thalib ra., yang berisi Rasulullah
Saw bersabda: “Jika telah sampai malam nisfu Sya’ban, maka kerjakanlah shalat
qiyamullail dan berpuasalah keesokan harinya, karena rahmat allah swt turun pada malam itu sejak tenggelam matahari
kelangit dunia, dan Allah swt berfirman: “ tidakkah ada manusia yang meminta
ampunan kepada-Ku sehingga Aku ampuni. Tidak kah ada orang yang meminta rezeki
sehingga Aku berikan dia rezeki”.
Hadits yang dijadikan landasan meramaikan malam nisfu Sya’ban dengan
memperbanyak shalat qiyamullail (tahajjud), dan puasa pada keesokan
harinya patut dilaksanakan, dengan pertimbangan bahwa qiyamullail secara
umum sangat dianjurkan dalam Islam bahkan menjadi kebiasaan atau hal yang wajib
dilakukan Rasulullah Saw disamping mengerjakan shalat wajib lima waktu. Dan
tahajjud akan menjadi lebih dianjurkan lagi ketika dilaksanakan pada
malam-malam yang disebutkan dalam hadits mempunyai keistimewaan dibanding
malam-malam lainnya. Para pengembara spiritual (as-salikin) telah
menjadikan malam nisfu Sya’ban sebagai momen untuk memperbanyak shalat malam
dan berpuasa di pagi harinya. Mereka mengurangi tidur dan kegiatan-kegiatan
yang tidak bermanfaat pada malam itu, dan menghindari perut dari rasa kenyang
pada siang harinya.
Semoga kita diberikan hidayah dan pertolongan oleh Allah Swt dalam
menjalankan semua perintah-Nya baik yang wajib ataupun yang sunnah dan menjauhi
segala hal yang dilarang-Nya baik yang haram ataupun yang makruh. Dan marilah
kita sambung kembali tali silaturahmi dengan sanak keluarga, kita perbarui
bakti kita kepada kedua orang tua, kita buang jauh-jauh rasa dendam, dengki dan
amarah sebelum kita sampai malam nisfu Sya’ban, sehingga pada malam mulia itu
kita bisa melaksanakan ibadah secara khusyu’ dan mendapatkan limpahan rahmat
dan ampunan dari Allah Swt. Aamin.