Saturday, July 13, 2013

Evaluasi dalam Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

Pada suatu pendidikan, perlu untuk mengadakan suatu evaluasi. Dalam kesempatan kali ini, kami akan memaparkan beberapa hal mengenai evaluasi pendidikan. Beberapa hal yang akan dibahas dalam makalah kami ini antara lain mengenai:
1.    Apa pengertian:
a.       Evaluasi, penilaian, dan pengukuran
b.      Evaluasi pendidikan
c.       Evaluasi pengajaran
2.    Bagaimana ciri – ciri evaluasi pendidikan itu?
3.    Siapa yang menjadi objek dari evaluasi pendidikan dan aspek apa saja yang dapat  dijadikan evaluasi?
4.    Apa fungsi dan tujuan dari evaluasi ditinjau dari peserta didik, pendidik, dan sekolah?
5.    Apa saja aspek yang perlu dievaluasi?
6.    Apa saja jenis – jenis evaluasi itu?
7.    Bagaimana prinsip evaluasi pendidikan?

 BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian
1.      Evaluasi, Penilaian, dan Pengukuran
Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris yaitu evaluation yang berarti penentuan nilai atau mengadakan serangkaian penilaian.
Sedangkan pengertian evaluasi menurut beberapa pendapat, antara lain:
Ø Dalam buku Essential of Educational Evalution karangan Edwind Wand dan Gerald W. Brown dikemukakan bahwa “Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari pada sesuatu”.
Ø Menurut Ralph Tyler, evaluasi adalah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana,dalam hal apa,dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai.
Ø Menurut CRONBACH & STUFFLEBAM, evaluasi adalah proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tapi digunakan untuk membuat keputusan.
Ø Menurut UU RI No 20 tahun 2003 Tentang sistem pendidikan nasional pasal 57 ayat (1), evaluasi dilakukan untuk pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan (peserta didik, lembaga, program pendidikan).[1]
Ø Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran, Norman E. Gronlund(1976), merumuskan pengertian evaluasi yang artinya adalah, evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menetukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan – tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa.[2]
Adapun istilah measurement yang berasal dari kata “to measure” berarti mengukur.[3] Menurut Prof. Monroe dalam buku Evaluation in Modern Education, membedakan antara evaluasi dengan pengukur. Evaluasi adalah suatu penilaian yang lebih menitik beratkan pada perubahan kepribadian secara luas dan terhadap sasaran – sasaran umum dari program kependidikan, sedangkan pengukuran lebih menekankan pada aspek – aspek daripada kemajuan bahan pelajaran atau ketrampilan (skill) khusus dan kemampuan spesifik.[4] Sedangkan, Waruji membedakan antara pengukuran dan penilaian. Pengukuran (measurement) akan menjawab berapa besar kecilnya suatu kegiatan menurut ukuran tertentu, dan penilaian akan menjawab pertanyaan tentang what value.[5]  Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan, menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif, sedangkan pengukuran bersifat kuantitatif. Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah diatas yakni mengukur dan menilai.[6] Ada dua hal yang menjadi karakteristik evaluasi. Pertama, evaluasi merupakan suatu proses. Artinya, dalam suatu pelaksanaan evaluasi terdiri dari berbagai macam tindakan yang harus dilakukan. Kedua, evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai atau arti. Artinya, berdasarkan hasil pertimbangan evaluasi apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Jadi, evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan pengukuran. Dari penjelasan tersebut, evaluasi akan lebih tepat manakala didahului oleh proses pengukuran; sebaliknya hasil pengukuran tidak akan memiliki arti manakala tidak dikaitkan dengan proses evaluasi.[7]
2.      Evaluasi Pendidikan dan Evaluasi Pengajaran
Evaluasi pendidikan merupakan penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan pelajar menuju kearah tujuan dan nilai-nilai yang diterapkan dalam kurikulum.[8]
Secara umum dapat dikatakan evaluasi pengajaran adalah penilaian/penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan peserta didik ke arah tujuan – tujuan yang telah ditetapkan dalam hukum. Hasil penilaiannya dapat dinyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif.[9] Wrightstone dan kawan – kawan(1956: 16) mengemukakan rumusan evaluasi pendidikan yang artinya, evaluasi pendidikan adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan – tujuan atau nilai – nilai yang telah ditetapkan di dalam kurikulum.
3 aspek yang perlu diperhatikan dalam evaluasi pengajaran:
1.    Kegiatan evaluais merupakan proses yang sistematis
2.    Di dalam kegiatan evaluasi diperlukan berbagai informasi atau data yang menyangkut objek yang sedang dievaluasi
3.    Setiap kegiatan evaluasi tidak dapat dilepaskan dari tujuan – tujuan pengajaran yang hendak dicapai.[10]
Tujuan evaluasi pengajaran adalah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan mengukur sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan kurikuler/pengajaran.
Adapun fungsi evaluasi pengajaran, yaitu:
1.    Untuk mengukur kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama jangka waktu tertentu
2.    Untuk mengukur sampai dimana keberhasilan sistem pengajaran yang digunakan
3.    Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka melakukan perbaikan proses belajar mengajar
4.    Bahan pertimbangan bagi bimbingan individual peserta didik
5.    Membuat diagnosa mengenal kelemahan – kelemahan dan kemampuan peserta didik
6.    Bahan pertimbangan bagi perubahan atau perbaikan kurikulum.[11]

B.  Ciri – Ciri Evaluasi Pendidikan
Untuk menetapkan tingkat kemampuan siswa itu tentulah memerlukan tolak ukur dan criteria tertentu baik bersifat kuantitatif maupun bersifat kualitatif, oleh sebab itu evaluasi pendidikan memiliki cirri-ciri khusus, antara lain:
Ø Evaluasi pendidikan dilakukan secara tidak langsung, artinya bahwa untuk mengukur tingkat kemampuan atau kecerdasan anak didik telah ditentukan alat pengukur yang tetap (standard),seperti halnya untuk mengukur tingkat kecerdasan (IQ) siswa.
Ø Evaluasi pendidikan menggunakan alat pengukur kuantitatif. Misalnya anak dikatakan tingkat sangat pandai apabila IQ 125 dan anak dikatakan bodoh bila IQ antara 80 sampai 90,ini berarti evaluasi /penilaian pendidikan bersifat kuantitatif.
Ø Evaluasi pendidikan bersifat relative, artinya bahwa penilaian yang dilakukan bukanlah suatu yang bersifat mutlak atau final. Akan tetapi senantiasa dapat berubah , oleh karena hasil penilaian itu sendiri banyak dipengaruhi oleh berbagai factor baik dari pihak penilai maupun dari pihak yang dinilai. Misalnya faktor situasi dan kondisi waktu berlangsungnya pelaksanaan penilaian
Ø Ciri keempat dari evaluasi pendidikan adalah bahwa dalam penilaian pendidikan sering terjadi kesalahan, diantaranya:
-  Terletak pada alat ukur yang digunakan
-  Terletak pada orang yang melakukan penilaian itu sendiri
-  Kesalahan pada waktu melakukan penilaian
-  Rasa kasih dan dendam dari guru dapat berakibat penilaian menjadi tidak obyektif
-  Adanya kesan guru terhadap siswa yang belum tentu benar adanya
-  Kesalahan disebabkan kurang teliti dalam menjumlah angka-angka dan memeriksa jawaban soal dari siswa.[12]

C.  Objek Evaluasi
Objek evaluasi pendidikan dalam arti umum adalah peserta didik, atau dalam arti khusus adalah aspek – aspek tertentu yang terdapat pada peserta didik. Aspek – aspek khusus yang harus menjadi sasaran evaluasi adalah perkembangan anak. Perkembangan peserta didik dapat dilihat dari dominan atau ranah yang terdapat pada diri peserta didik. Taksonomi Benyamin S. Bloom yang telah merakyat yaitu kognitif, efektif, dan psikomotorik.
a.    Aspek kognitif berupa pengembangan pengetahuan agama termasuk didalamnya fungsi ingatan dan kecerdasan.
b.    Aspek afektif, berupa pembentukan sikap.
c.    Aspek psikomotori berupa menumbuhkan ketrampilan, fungsi kehendak, kemauan, dan tingkah laku.[13]

D.  Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Evaluasi dalam pendidikan dan pengajaran memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
1.    Fungsi Bagi Siswa
v Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa
v Memberikan dorongan belajar bagi siswa
v Sebagai laporan bagi orang tua murid
2.    Fungsi Bagi Pendidik (guru)
v Untuk menyeleksi siswa
Dengan mengadakan penilaian, guru dapat mengadakan seleksi terhadap siswanya, dengan tujuan :
a.Untuk memilih siswa yang dapat diterima disekolah tertentu
b.Untuk menentukan siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya
c.Untuk menentukan siswa yang pantas diberikan beasiswa dll
d.Untuk memilih siswa yang sudah berhak menyelesaikan sekolah (lulus sekolah)
v Evaluasi berfungsi sebagai diagnosa
Apabila penilaian yang dilakukan benar-benar telah memenuhi persyaratan evaluasi / penilaian yang baik maka dengan melihat nilai hasil belajar siswa itu guru dapat mengetahui kelemahan dan kekurangan siswa dan dapat mengetahui sebab musabab kelemahan / kekuranganya. Jika hal itu terjadi maka ini berarati guru telah melakukan diagnosa, yang kemudian berusaha mencari tindak lanjut dalam pemecahanya.
v Evaluasi berfungsi sebagai penempatan
Melalui penilaian yang dilakukan guru terhadap hasil belajar siswa akan diketahui tingkat kemampuan dari masing-masing anak didik. Dari hasil ittu pula siswa dapat ditempatkan kedudukan belajarnya sesuai dengan batas-batas kemampuan mereka masing-masing,tujuanya agar siswa yang tadinya memiliki bakat dan minat tertentu dalam belajar benar-benar tersalur sesuai dengan pilihanya.
v Untuk mengetahui ketepatan metode
Metode adalah cara bagaimana menyajikan bahan pelajaran agar diterima oleh anak didik. Efektif atau tidaknya suatu metode dalam pengajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang guru dalam menetapkan dan memilih berbagai metode yang cocok dan mengkombinasikanya secara harmonis.
v Mengukur ketepatan materi pelajaran
Dengan mengevaluasi, guru dapat mengetahui apakah materi pelajaran yang disampaikan telah dikuasai bagi siswa atau masih perlu diadakan peningkatan atau perbaikan untuk masa-masa yang akan datang.
3.    Fungsi Bagi Sekolah
a.    Untuk mengukur ketepatan kurikulum atau silabus
b.    Untuk mengukur tingkat kemajuan sekolah
c.    Mengukur keberhasilan guru mengajar
d.   Meningkatkan prestasi kerja.[14]

E.  Aspek – Aspek Penilaian
Aspek penilaian mencakup 3 aspek yaitu kognitif, psikomotorik, dan afektif. Menurut Bloom (1979) ranah psikomotorik berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui ketrampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik atau aktivitas fisik, misal: menulis, memukul, melompat, dsb. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisi, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.[15]
1.      Penilain Aspek Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarkis yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat sampai kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Bentuk tes kogniitf diantaranya: tes atau pertanyaan lisan di kelas, pilihan ganda, uraian objektif, uraian bebas, isian singkat, menjodohkan, portofolio, dan performans.
Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda – beda. Keenam tingkat tersebut adalah:
a.    Tingkat pengetahuan (knowledge), tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat(recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya rumus
b.    Timgkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata – kata sendiri
c.    Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situaasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari – hari
d.   Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memmisahkan dan membedakan komponen – komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi
e.    Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh
f.     Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi ynag mengharapakan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk, atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.[16]
2.      Penilaian Aspek Psikomotorik
Menurut Singer (1972) mata ajar yang termasuk kelompok mata ajar psikomotor adalah mata ajar yang lebih berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi – reaksi fisik. Sedangkan menurut Mager (T.Th) berpendapat bahwa mata ajar yang termasuk dalam kelompok mata ajar psikomotorik adalah mata ajar yang mencakup gerakan fisik dan ketrampilan tangan. Menurut Sax dalam Mardapi (2003), dikatakan bahwa ketrampilan psikomotorik mempunyai enam peringkat yaitu gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perceptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursip. Gerakan refleks adalah respon motor atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada ketrampilan kompleks yang khusus. Kemampuan perceptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motor atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerkan yang paling terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti ketrampilan olahraga. Komunikasi nondiskursip adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.
Dave (1967) mengatakan bahwa hasil belajar psikomotorik dapat dibedakan menjadi lima yaitu imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan – kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, menedang bola yang sama persis dari yang dilihat sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihatnya tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Misal, seorang siswa dalam melempar lembing hanya mengandalkan petunjuk dari guru. Kemmapuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan – kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang presisi. Misal melakukan tendangan pinali sesuai dengan yang ditargetkan (masul gawang lawan). Kemampuan tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan kompleks dan ketetapan sehingga produk kerjanya utuh. Misal melempar bola keteman sebagai umpan untuk ditendang ke arah gawang lawan. Kemampuan naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara refleks yaitu kegiatan yang[17] melibatkan fisik saja sehingga efektifitas kerja tinggi. Misal secara refleks seseorang memgang tangan seoran anak kecil yang sedang bermain di jalan raya ketika sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi.
Menutrut Ryan (1980) penilaian hasil psikomotorik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
a.    melalui pengamatan langsung serta penilaian tingkah laku siswa selama proses belajar mengajar(praktik berlangsung)
b.    setelah proses belajar yaitu dengan cara memberikan tes kepada siswa untuk mengukur pengetahuan, ketrampilan dan sikap
c.    bebrapa setelah proses belajar selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Menurut Leighbody (1968) dalam melakukan penilaian hasil belajar ketrampilan sebaiknya mencakup:
a.    kemampuan siswa dalam menggunakan alat dan sikap kerja
b.    kemampuan siswa menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urutan pekerjaan
c.    kecepatan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya
d.   kemampuan siswa dalam membaca ganbar dan atau simbol
e.    keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dengan demikian, penilaian hasil belajar psikomotorik atau ketrampilan harus mencakup persiapan, proses dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses belajar (unjuk kerja) berlangsung dengan cara mengetes peserts didik atau bisa juga setelah proses belajar selesai.[18]
Jenis tagihan dalam penilaian ranah psikomotorik, dilihat dari caranya dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu penilaian kelas dan penilaian berkala. Penilaian kelas adalah penilaian yang dilakukan secara terpadu dengan kegiatan pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan denga cara mengamati setiap peserat didik di saat mereka sedang belajar, mengerjakan tugas, dan menjawab setiap pertanyaan yang ditagih. Penilaian berkala atau ujian blok adalah penilaian yang dilakukan secara berkala, tidak terus menerus dan hanya pada waktu tertentu saja. Penilaian berkala dilakukan setelah peserta didik mempelajari beberapa indikator dalam satu atau tiga kompetisi dasar.[19]
Pada aspek ini kompetensi yang harus dicapai meliputi:
a.    tingkatan penguasaan gerakan awal berisi tentang kemampuan siswa dalam menggerakan anggota tubuh
b.    tingkatan gerakan rutin meliputi kemampuan melakukan atau menirukan gerakan yang melibatkan seluruh anggota badan
c.    tingkatan gerakan rutin berisi kemampuan melakukan gerakan secara menyeluruh dengan sempurna dan sampai pada tingkatan otomatis.[20]
3.      Penilaian Aspek Afektif
Life skill merupakan bagian dari kompetensi lulusan sebagai hasil proses pembelajran. Pophan (1995), mengatakan bahwa ranah afekif menetukan keberhasilan seseorang untuk mencapai ketuntasan dalam proses pembelajaran.
Right Arrow: CharacterizationMenurut Krathwohl (1961), peringkat ranah afektif ada lima:
Right Arrow: ReceivingRight Arrow: RespondingRight Arrow: OrganizationRight Arrow: Valuing 
                                                                                                                         
Receiving (menerima), peserta didik memilki keinginan untuk memperhatikan suatu fenomena khusus/stimulus. Responding (tanggapan) merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Valuing (menilai) melibatkan penetuan nilai, keyakinan sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Organization (organisasi) antara nilai yang satu dengan nilai yang lain dikaitkan dan konflik antar nilai diselesaikan, serta mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Characterization (karakterisasi), peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada suatu waktu tertentu hingga terbentuk pola hidup.
Karakteristik ranah afektif yang penting adalah sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
a.    Sikap. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), yaitu suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep dan orang(sikap terhadap sekolah atau mata pelajaran). Menurut Popham (1999), mengatakan bahwah ranah sikap peserta didik penting ditingkatkan.
b.    Minat. Menurut Getzel (1966), mina adalah suatu disposisi yang terorganisasikan melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman dan ketrampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.
c.    Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu bersangkutan terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimilkinya.
d.   Nilai. Menurut Tyler (1973), nilai adalah suatu objek, aktivitas atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap dan kepuasan.
e.    Moral. Secara bahasa berasal dari bahasa Latin mores yang artinya tata cara, adat kebiasaan sosial yang diamggap permanent sifatnya bagi ketertiban dan kesejahteraan masyarakat. Moral menyinggung akhlaq, tingkah laku, karakter seseorang atau kelompok yang berperilaku pantas, baik, dan sesuai dengan hukum yang berlaku.[21]

F.   Jenis – Jenis Evaluasi
1.    Tes
Tes merupakan alat atau teknik penilaian yang sering digunakan oleh setiap guru. Tes adalah teknik penilaian yang biasa digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam pencapain suatu kompetensi tertentu. Hasil tes biasa diolah secara kuantitatif, oleh karena itu hasil dari tes berbentuk angka. Berdasarkan angka itulah selanjutnya ditafsirkan tingkat penguasaan kompetensi siswa.[22]
Ada empat macam tes yang dapat dilakukan, yaitu:
a.    Tes Penempatan (plement evaluation) yaitu tes yang dilakukan pada awal pelajaran untuk mengukur kesiapan siswa yang menitik beratkan pada penilaian tentang permasalahan yang berkaitan dengan:
o  Ilmu pengetahuan dan ketrampilan murid yang diperlukan untuk awal proses belajar mengajar
o  Pengetahuan murid tentang tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sekolah, minat dan perhatian, kebiasaan bekerja, corak kepribadian yang menonjol yang mengandung konotasi kepada sesuaatu metode belajar tertentu. Misal : belajar kelompok, dsb.
b.   Tes formatif, yaitu tes yang dilakukan pada tengah program pengajaran yang menetapkan tingkat penguasaan peserta didik dan menentukan bagian-bagian tugas yang belum dikuasai dengan tepat.
c.    Tes Diagnostik, penilaian yang dipusatkan pada proses belajar mengajar dengan melokalisasikan suatu titik keberangkatan yang cocok.
d.   Tes sumatif adalah tes yang dilakukan pada akhir tahun ajaran atau akhir suatu jenjang pendidikan tentang keseluruhan hasil dari proses belajar mengajar.[23]
2.    Non Tes
Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek tingkah laku termasuk sikap, minat, dan motivasi.[24]
a.    Proyek
Yang dimaksud proyek adalah tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari pengumpulan, pengorganisasian, pengevaluasian, hingga penyajian data. Karena dalam pelaksanaannya proyek bersumber pada data primer/sekunder, evaluasi hasil dan kerjasama dengan pihak lain, proyek merupakan suatu sarana yang penting untuk menilai kemampuan umum dalam semua bidang. Proyek juga akan memberikan informasi tentang pemahaman dan pengetahuan siswa pada pembelajaran tertentu, kemampuan siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan, kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan informasi. Dalam kurikulum, hasil belajar dapat dinilai ketika siswa sedang melakukan proses suatu proyek, misal pada saat merencanakan dan mengorganisasikan investigasi, bekerja dalam tim, dan arahan diri.
Dalam perencanaan penilaian proyek terdapat tiga hal yang perlu dipertimbangkan:
1.    Kemampuan pengelolaan, jika sisa diberikan kebebasan yang luas, mereka akan mendpatkan kesulitan dalam memilih topik yang tepat. Mereka mungkin memilih topik tepat. Mereka mungkin memilih topik yang terlalu luas sehingga sedikit informasi yang dapat ditemukan. Mereka mungki juga kurang tepat untuk memperkirakan waktu pengumpulan data dan penulisan laporan.
2.    Relevansi, guru harus mempertimbangkan pengetahuan, ketrampilan, dan pemahaman pada pembelajaran agar proyek dijadikan sebagai sumber bukti keaslian, guru perlu mempertimbangkan seberapa besar petunjuk yang telah diberikan pada siswa.[25]
Contoh penilaian proyek:
Materi: Koperasi sekolah, cara pengelolaan dan dampaknya bagi sekolah. Perencanaan kegiatan:
-       Observasi ke beberapa sekolah
-       Talk show bersama ahli dari bidang perkoperasian, pengelolaan koperasi dang anggota koperasi
-        Pembuatan laporan atau makalah dari kegiatan observasi. Format dibuat oleh guru dan dapat dikembangkan lebih luas lagi oleh siswa
-       Mengadakan diskusi panel di dalam kelas yang dimoderatori oleh guru tentang koperasi makalah yang telah disusun berdasarkan hasil observasi tersebut.[26]
b.   Observasi
Observasi adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung dan sistematis. Data – data yang diperoleh dalam observasi itu dicatat dalam suatu catatan observasi.
Macam – macam observasi:
1.    Observasi berstruktur, dimana segala kegiatan petugas observasi telah ditetapkan berdasarkan kerangka kerja yang memuat faktor – faktor yang telah diatur katagorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan dibatasi dengan tegas, Karena itu pencatatan yang dilakukan bersifat selektif.
2.    Observasi tidak berstruktur, dimana segala kegiatan petugas observasi tidak dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang pasti. Kegiatan petugas observasi hanya dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri.
Apabila ditinjau dari segi kedudukan petugas observasi dapat dibedakan menjadi tiga macam:
a.    Observasi partisipasi, yaitu apabila orang yang melakukan observasi ikut mengambil bagian dalam situasi yang sedang diobservasi
b.    Observasi non partisipasi, yaitu apabila orang yang melakukan observasi itu berada di luar situasi yang sedang diobservasi.
c.    Observasi quasi partisipasi, yaitu apabila petugas observasi melakukan partisipasi saat – saat tertentu, sedang pada saat – saat lain berada di luar situasi. Kegiatannya dilakukan secara silih berganti sesuai dengan rencana.[27]
Untuk kepentingan observasi, ada pedoman observasi misalnya dalam ceklist, catatan anekdot, skala penilaian.
Ø Ceklist
Ceklist atau daftar cek adalah pedoman observasi yang berisikan daftar dari semua aspek yang akan diobservasi, sehingga obsever tnggal memberi tanda ada atau tidak adanya dengan tanda cek (V) tentang aspek yang diobservasi. Ada dua bentuk ceklist, yaitu bentuk individual dan kelompok. Ceklist individual digunakan untuk mencatat ada atau tidak adanya aspek yang dievaluasi pada seseorang, sedangkan ceklist kelompok digunakan untuk mencatat kegiatan individu dalam suatu kelompok.
Ø Catatan anekdot
Catatan anekdot adalah alat observasi untuk mencatat kejadian – kejadian yang sifatnya luar biasa, sehingga dianggap penting. Dalam penelitian sperti studi kasus catatan anekdot sangat diperlukan untuk mengumpulkan data – data yang dianggap penting dari kasus yang sedang diteliti.
Ø Skala penilaian
Data yang diperoleh dengan skala penilaian ini akan lebih halus, sebab yang dicatat tidak hanya ada atau tidak adanya gejala/tindakan tertentu, akan tetapi sampai dimanakah gejala itu muncul. Skala penilaian dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu bentuk kategori, numerical, dan bentuk grafis. Skala penilaian bentuk kategori, kriteria penilaian dijabarkan ke dalam bentuk kualitatif, sering, kadang – kadang, tidak pernah. Skala penilaian numeric/angka hampir sama dengan skala penilaian kategori, perbedaannya dalam alternatif penilaian diganti dengan nomor. Misal untuk kategori selalu = 2, kadang – kadang = 1, dan tidak pernah = 0. Dan, skala penilaian bentuk grafis alternatif gejala dibuat dalam bentuk grafis baik secara vertikal maupun horizontal.[28]
c.    Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan atau berkas pilihan yang dapat memberikan informasi bagi suatu penilaian. Tujuan penilaian portofolio:
1.    Mengahargai perkembangan yang dialami siswa
2.    Mendokumentasikan proses pembelajaran yang berlangsung
3.    Memberi perhatian pada presatasi kerja siswa yang terbaik
4.    Merefleksikan kesanggupan mengambil resiko dan melakukan eksperimentasi
5.    Meningkatkan efektifitas proses pengajaran
6.    Bertukar informasi dengan orang tua / wali siswa dan guru lain
7.    Membina dan mempercepat pertumbuhan konsep diri positif pada siswa
8.    Meningkatkan kemampuan melakukan refleksi diri, dan membantu siswa dalam merumuskan tujuan.[29]
Karakteristik dalam portofolio penilaian:
1.    Merupakan hasil karya siswa yang berisi kemajuan dan penyelesaian tugas – tugas secara terus – menerus (continu) dalam usaha pencapaian kompetensi pembelajaran
2.    Mengukur setiap prestasi siswa secara individual dan menyadari perbedaan diantara siswa
3.    Meruapak suatu pendekatan kerja sama
4.    Mempunyai tujuan untuk menilai diri sendiri
5.    Memperbaiki dan mengupayakan prestasi
6.    Adanya keterkaitan antara penilaian dan pembelajaran.
Ada empat macam tipe – tipe portofolio:
1.    Penegmbangan portofolio: dokumen perkembangan individu
2.    Bedah kasus portofolio: mengajukan argumentasi – argumentasi terbaik
3.    Kelengkapan portofolio: keseluruhan hasil dari awal sampai akhir
4.    Di luar portofolio: kumpulan dari kompetensi.[30]
Ada beberapa prinsip  yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam menggunakan portofolio di sekolah:
1.    Saling percaya (mutual trust). Antara guru sebagai evaluator dan siswa sebagai pihak yang dievaluasi harus saling percaya. Siswa harus memiliki kepercayaan bahwa evaluasi yang dilakukan guru bukan semata – mata untuk menilai hasil pekerjaannya, akan tetapi sebagai upaya pemberian umpan balik untuk meningkatkan hasil belajar.
2.    Keterbukaan. Artinya, guru sebagai evaluator bukan hanya berperan sebagai orang yang memberikan nilai atau kritik, akan tetapi siswa yang dievaluasi perlu megetahui mengapa dikritik, oleh sebab itu, guru harus terbuka melalui argumentasi yang tepat dalam setiap memberikan penilaian.
3.    Kerahasiaan bersama (confidentiality) antara guru dan siswa. Kerahasiaan ini betujuan untuk menjaga perasan siswa. Jangan sampai ada kesan direndahkan dan dipermalukan di depan teman – temannya dan juga komentar untuk siswa yang dianggap baik agar siswa tersebut tidak merasa paling hebat.
4.    Milik bersama (join ownership). Guru dan siswa harus merasa bahwa dokumen portofolio milik bersama, oleh sebab itu semua pihak harus menjaganya secara baik.
5.    Kepuasan dan kesesuaian. Hasil akhir dari portofolio adalah ketercapaian kompetensi seperti yang dirumuskan dalam kurikulum. Guru dan siswa merasa puas manakala kompetensi itu telah tercapai. Oelh karena itu, terkumpulannya dokumen merupakan kepuasan baik bagi guru dan siswa.
6.    Budaya pembelajaran. Dalam penilaian portofolio, dalam proses pembelajaran guru tidak hanya menuntut siswa untuk menghafal sejumlah fakta atau pengetahuan taraf
Rendah, akan tetapi harus membelajarkan siswa pada taraf yang lebih tinggi, misalnya mengembangkan pembeljaran berpikir melalui penelaah kasus atau pengumpulan dan penafsiran data.
7.    Refleksi. Melalui refleksi, siswa dapat menghayati tentang proses berpikir mereka sendiri, kemmapuan yang telah mereka peroleh, serta pemahaman mereka tentang kompetensi yang telah dimilkinya.
8.    Berorientasi pada proses dan hasil. Penilaian portofolio bertumpu pada dua sisi yang sama penting, yakni sisi proses dan hasil belajar secara seimbang. Penilaian portofolio mengikuti setiap aspek perkembangan siswa, bagaimana motivasi belajar, sikap, minat, kebiasaan dan lain sebagainya dan pada akhirnya bagaimana hasil belajar yang diperoleh siswa.[31]
Penilaian portofolio memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1.    Penilaian portofolio dapat memberikan gambaran yang utuh tentang perkembangan kemampuan siswa
2.    Penialian portofolio merupakan penilaian yang autentik
3.    Penilaian portofolio merupakan teknik penilaian yang dapat mendorong siswa pada pencapaian hasil yang lebih baik dan lebih sempurna, siswa dapat belajar optimal tanpa merasa tertekan
4.    Penialain portofolio dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa
5.    Penilaian portofolio dapat mendorong para orang tua siswa untuk aktif daalm proses pembelajaran siswa.[32]
Langkah – langkah yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh guru dalam penggunaan penilaian portofolio di sekolah sebagai berikut:
1.    Menentukan tujuan portofolio
Dengan tujuan yang jelas dan terarah, akan memudahkan bagi guru untuk mengelola pembelajaran. Beberapa hal yang sangat penting sehubungan dengan tujuan portofolio, yaitu:
-  Dengan menggunakan portofolio, apakah tujuannya untuk memantau proses pembelajaran atau untuk mengevaluasi hasil akhir atau mungkin keduanya
-  Apakah tujuan penggunaan portofolio itu sebagai proses pembelajaran atau sebagai alat penilaian
-  Apakah portofolio itu digunakan untuk memantau perkembangan dan perubahan setiap siswa atau hanya bermaksud untuk mengoleksi dan mendokumentasikan hasil pekerjaan siswa
-  Apakah portofolio digunakan untuk menunjukkan proses pembelajaran yang sedang berlangsung kepada pihak tertentu, misalnya kepada orang tua, atau komite sekolah dan sebagainya.
2.    Penentuan isi portofolio
Isi dalam portofolio harus dapat meggambarkan perkembangan kemampuan siswa yang sesuai dengan standar kompetensi. Misalkan, tujuan portofolio adalah kemampuan anak dalam membuat sebuah karangan, maka isi portofolio adalah perkembangan kemampuan anak dari mulai mengembangkan ide atau gagasan, menentukan tema, menyusun kalimat, menyusun paragraf, dan seterusnya hingga penyusunan karangan secara utuh.
Beberapa hal yang perlu diperhatian dalam menetukan isi portofolio:
-  Apakah portofolio itu berisikan seluruh evidence siswa sesuai dengan pengalaman belajar yang telah dilaukannya, atau hanya berisi sebagian saja yang dianggap penting?
-  Apakah isi portofolio iturelevan dengan kompetensi yang ingin dicapaisesuai dengan kurikulum?
-  Apakah portofolio itu berisi evidence siswa yang dikerjakannya sendii atau hasilkerja keompok?
3.    Menetukan kriteria dan format penilaian
Kriteria penilaia disusun sebagai standar patokan untuk guru dalam menetukan keberhasilan proses dan hasil pembelajaran pada setiap aspek yang akan dinilai. Ada dua aspek pokok dalam menetukan kriteria penilaian, yaitu kriteria untuk proses belajar dan kriteria untuk hasil belajar. Proses belajar misalnya ditentukan kriteria penilaian dari aspek kesungguhan menyelesaikan tugas, motivasi belajar, ketepatan waktu penyelesaian, dan lain sebagainya. Sedangkan kriteria dilihat dari hasil belajar disesuaikan dengan isi yang menggambarkan kompetensi.
4.    Pengamatan dan penetuan bahan portofolio
Pengamatan dan penetuan evidence sebaiknya dilakukan oleh guru dan siswa secara bersama – sama. Siswa peru dimintai pertimbangan – pertimbangan serta alasan – alasannya evidence mana yang harus dimasukkan. Hal ini untuk menjamin objektivitas penilaian portofolio.
Terdapat beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilih dan menetukan bahan portofolio:
-  Evidence yang ditetapkan sebagai bahan portofolio adalah evidence  yang dapat mewakili ganbaran kemampuan siswa yang sesungguhnya. Artinya, melalui evidence yang ditentukan, biak guru maupun orang tua dan pihak lainnya bisa menilai kemmapuan akhir siswa
-  Evidence dipilih karena dapat menggambarkan perkembangan perubahan dan kemampuan siswa dari awal sampai akhir.
-  Evidence dipilih karena keterkesanan siswa akan karya yang dihasilkan. Oleh karena itu, siswa perlu dimintai komentar serta alasan – alasan mengapa ia menentukan evidence itu yang dimasukkan
-  Evidence dipilih karena pertimbangan kesesuaiannya dengan kompetensi yang harus dicapai sesuia dengan kurikulum
-  Evidence dipilih karena dilihat dari segi kepraktisan dan segi artistik portofolio.
5.    Menyusun dokumen portofolio
Menyusun dokumen portofolio, misalnya dalam bentuk folder. Folder itu sendiri perlu dilengkapi dengan:
-  Identitas siswa
-  Mata pelajaran
-  Daftar isi dokumentasi
-  Isi dokumen beserta komentar – komentar baik dari guru maupun orang tua.[33]

Contoh tugas portofolio:
a.    Siswa diminta membuat rancangan pengamatan(dibantu dengan lembar kerja dari guru) menegnai materi – materi selama satu semester yang akan duberlakukan eksperimentasi
b.    Melakukan kegiatan eksperimentasi sesuia dengan alokasi waktu pokok bahasan dengan yang direncanakan
c.    Membuat suatu hasil pengamatan perpokok bahasan yang dieksperimenkandan mencari tentang faktor – faktor yang berpengaruh terhadap percobaannya
d.   Siswa diminta melakukan diskusi tentang hasil percobaan dan mengambil suatu generalisasi dari hasil percobaan tersebut.[34]
Nama siswa          : ...................................
Tanggal    : ...................................
No
Aspek yang Dinilai
Portofolio ke
1
2
3
1
Latar belakang masalah/pendahuluan



2
Kajian pustaka



3
Ketajaman pembahasan/analisis



4
Penyimpula/penutup



5
Tata tulis dan bahasa




Skor total




G.  Prinsip – Prinsip Evaluasi
Ada empat prinsip evaluasi pendidikan yang harus diperhatikan:
1.    Evaluasi dilakukan secara kontinyu, Artinya evaluasi tidak hanya dilaksanakan sekali saja dalam satu tahun pengajaran, tetapi dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan
2.    Evaluasi dilakukan secara komprehensip. Evaluasi yang dilakukan melalui tes yang diberikan kepada anak didik hendaklah mencerminkan evaluasi yang mencakup semua aspek tingkah laku anak didik yang diukur, baik dari aspek afektif (ingatan/penalaran),kognitif (pemahaman /aspek tingkah laku ) maupun psikomotorik (ketrampilan)
3.    Evaluasi harus obyektif, dikatakan obyektif jika penilaian itu tidak hanya unsure-unsur pribadi yang masuk dan mempengaruhi cara kerja dan pelaksanaan penilaian
4.    Evaluasi menggunakan alat pengukur yang baik, alat pengukur yang baik adalah alat pengukur yang memenuhi tingkat “validitas, rehabilitas, dan deskriminatif soal tes”
5.    Evaluasi dilaksanakan secara berencana (terprogram).[35]

F. Validitas dan Reabilitas
1. Validitas
a. Pengertian Validitas
Validitas berasal dari kata validity yaitu sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya.
Suatu tes dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut. Suatu tes yamg enghasilan data yang tidak relevan dnegan tujuan diadakannya pengukuran dikatakan sebagai tes yang memilki validitas rendah.[36]
Fungsi validitas adalah untuk menetukan keshahihhan instrumen sehingga jika instrumen tersebut digunakan utnuk mengumpulkan data atau digunakan untuk mengukur kemmapuan seseorang tidak diragukan lagi hasil yang diperoleh dai instrumen tersebut. Selain itu, kegunaannya adalah untuk menyeleksi item – item mana yang telah disusun perlu direvisi atau dibuang dan dapat diketahui kualitas instrumen yang digunakan sebagai pengumpul data.[37]
b. Macam – Macam Validitas
jenis validitas ada empat macam validitas yang berasal dan dasar pembagian jenis, yaitu:
1. Validitas logis
Ø Validitas isi (content validity)
Sebuah tes memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus teretntu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan  dengan cara memerinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran.
Ø Validitas konstruksi (construct validity)
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir – butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam tujuan instruksional khusus. Dengan kata lain, jika butir – butir soal mengukur aspek berpikir tersebut sudah dengan aspek berpikir yang menjadi tujuan instruksional.
2.Validitas empiris
Ø Validitas “ada sekarang” (concurrent validity)
Sebuah tes dikatakan memilki validitas ini jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Jika ada istilah “sesuai” tentu ada dua hal yang dipasangkan. Dalam hal ini hasil es dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau sehingga pengalaman tersebut sekarang sudah ada (ada sekarang, concurrent).
Ø Validitas prediksi (predictive validity)
Memprediksi artinya meramal, dan meramal selalu mengena hal yang akan datang jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes diatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Misalnya tes masuk perguruan tinggi adalah sebuah tes yang diperkirakan mampu meramalkan keberhasilan peserta tes dalam mengikuti kuliah di masa yang akan datang.[38]
2. Reabilitas
a. Pengertian Reabilitas
Reabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Pengukuran yang memiliki reabilitas tinggi maksudnya adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel.[39]
Hakikat realibilitas instrumen berhubungan dengan masalah kepercayaan. Maksudnya suatu instrumen dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika dapat memberikan hasil yang tetap. Scarvia B. Anderson dan kawan – kawan menyatakan bahwa persyaratan bagi tes, yaitu validitas dan reabilitas ini penting. Dalam ha ini validitas lebih penting, dan reabilitas ini perlu, karena menyokong terbentuknya validitas. Sebuah tes mungkin reliabel tetapi tidak valid. Sebaliknya, sebuah tes yang valid biasanya reliabel.[40]
b. Macam – Macam Reabilitas
ü  Jenis paralel
ü  Jenis tes ulang
ü  Jenis belah dua
c. Fungsi Reabilitas
 
BAB III
PENUTUP

Dari penjelasan makalah diatas dapat kami simpulkan bahwa evaluasi dalam dunia pendidikan sangatlah penting. Hal ini bermanfaat bagi pendidik, peserta didik, dan sekolah. Bagi seorang pendidik, evaluasi dijadikan sebagai tolak ukur sejauh mana pendidik berhasil atau gagal dalam menyampaikan suatu materi. Bagi peserta didik, evaluasi sebagai bahan tolak ukur bagi dirinya untuk mengetahui seberapa jauh pemahamanya terhadap materi yang dievaluasikan tersebut. Sedangkan, bagi sekolah evaluasi merupakan tolak ukur terhadap usaha – usaha yang telah dilakukan untuk peserta didiknya, seberapa jauh keberhasilan pendidik, dan penerapan metode pembelajaran.
Selain itu, ada macam – macam evaluasi yang dapat dilakukan oleh suatu pendidikan. Seperti yang telah dipaparkan diatas. Evaluasi hendaknya dilakukan dari awal sampai akhir(selama proses pembelajaran berlangsung). Tidak baik apabila suatu evaluasi hanya dilakukan hanya sekali dalam suatu pembelajaran. Karena pendidik tidak akan tahu bapaimana perkembangan anak didiknya tersebut.

 DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Daryanto. 1999. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Fajar, Arnie. 2004. Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Harjanto. 2005. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Haryati, Mimin. 2007. Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi: Teori dan Praktek. Jakarta: Gaung Persada Press.
Majid, Abdul. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Nurkanca, Wayan dan Sunartana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Purwanto, Ngalim Purwanto. 1997. Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Sanjaya,Wina.2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikuluk Berbasis Kompetens. Jakarta: Kencana
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam II. Bandung: CV Pustaka Setia
Yusuf, Tayar dan Syaiful Anwar. 1997. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada




[1] Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 209
[2] M. Ngalim Purwanto, Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), h. 3
[3] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Dedikbud), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Penilaian Dalam Pendidikan, Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V, 1983/1984, h. 1
[4] Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 245
[5] Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Loc. Cit., h. 209
[6] Daryanto, Evaluasi Pendidikan,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), h. 6
[7] Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikuluk Berbasis Kompetensi,(Jakarta: Kencana, 2006), 181-182
[8] Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Op. Cit., h. 209
[9] Harjanto, Perencanaan Pengajaran,(Jakarta: PT rIneka Cipta, 2005), h. 277-278
[10] Ngalim Purwanto, Op. Cit., h. 3-4
[11] Harjanto, Op. Cit., h. 277-278
[12] Tayar Yusuf, Op. Cit., h. 214
[13] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 200-203
[14] Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Op. Cit., h. 211-216
[15] Mimin Haryati, Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi: Teori dan Praktek,(Jakarta: Gaung Persada Pree, 2007), h. 21-22
[16]Ibid.,  h. 23-24
[17] Ibid., h. 26
[18] Ibid., h. 23-27
[19] Ibid., h. 27 - 28
[20] Wina Sanjaya, Op. Cit., h. 36
[21] Mimin Haryati, Op. Cit., h. 39-42
[22] Wina Sanjaya, Op. Cit., h. 187
[23] Arifin. Op. Cit., h. 245-246
[24] Wina Sanjaya, Op. Cit., h. 190
[25] Ibid., h. 207-209
[26] Abdul Majid, Op. Cit., h. 209
[27] Wayan Nurkancana dan Sunartana, Evaluasi Pendidikan,(Surabaya: Usaha Nasional, 1986), h.46-50
[28] Wina Sanjaya, Op. Cit., h. 190 - 193
[29] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 201-202
[30] Arnie Fajar, Portofolio dalam Pembelajaran IPS,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 89-99
[31] Wina Sanjaya, Op. Cit., 198-200
[32] Ibid., h. 195-196
[33] Ibid., h. 202 - 206
[34] Ibid,. h. 203-204
[35] Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Op. Cit., h.  217
[36] Saifuddin Azwar, Tes Prestasi,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 173-174
[37] Hamzah, Perencanaan Pembelajaran,(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h. 104
[38] Hamzah, Op. Cit., h. 103-104
[39] Saifuddin Azwar, Op. Cit., h. 180
[40] Hamzah, Loc. Cit., h. 105