BAB
I
PENDAHULUAN
Pada
suatu pendidikan, perlu untuk mengadakan suatu evaluasi. Dalam kesempatan kali
ini, kami akan memaparkan beberapa hal mengenai evaluasi pendidikan.
Beberapa hal yang akan dibahas dalam makalah kami ini antara lain mengenai:
1. Apa
pengertian:
a. Evaluasi,
penilaian, dan pengukuran
b. Evaluasi
pendidikan
c. Evaluasi
pengajaran
2. Bagaimana
ciri – ciri evaluasi pendidikan itu?
3. Siapa
yang menjadi objek dari evaluasi pendidikan dan aspek apa saja yang dapat dijadikan evaluasi?
4. Apa
fungsi dan tujuan dari evaluasi ditinjau dari peserta didik, pendidik, dan
sekolah?
5. Apa
saja aspek yang perlu dievaluasi?
6. Apa
saja jenis – jenis evaluasi itu?
7. Bagaimana
prinsip evaluasi pendidikan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
1.
Evaluasi,
Penilaian, dan Pengukuran
Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris yaitu
evaluation yang berarti penentuan nilai atau mengadakan serangkaian
penilaian.
Sedangkan pengertian evaluasi menurut beberapa
pendapat, antara lain:
Ø Dalam
buku Essential of Educational Evalution karangan Edwind Wand dan Gerald W. Brown
dikemukakan bahwa “Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari pada sesuatu”.
Ø Menurut
Ralph Tyler, evaluasi adalah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh
mana,dalam hal apa,dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai.
Ø Menurut
CRONBACH & STUFFLEBAM, evaluasi adalah proses evaluasi bukan sekedar mengukur
sejauh mana tujuan tercapai, tapi digunakan untuk membuat keputusan.
Ø Menurut
UU RI No 20 tahun 2003 Tentang sistem pendidikan nasional pasal 57 ayat (1),
evaluasi dilakukan untuk pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai
bentuk akuntabilitas penyelenggaraan (peserta didik, lembaga, program
pendidikan).[1]
Ø Dalam
hubungan dengan kegiatan pengajaran, Norman E. Gronlund(1976), merumuskan
pengertian evaluasi yang artinya adalah, evaluasi adalah suatu proses yang
sistematis untuk menetukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan –
tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa.[2]
Adapun
istilah measurement yang berasal dari kata “to measure” berarti
mengukur.[3]
Menurut Prof. Monroe dalam buku Evaluation in Modern Education,
membedakan antara evaluasi dengan pengukur. Evaluasi adalah suatu penilaian
yang lebih menitik beratkan pada perubahan kepribadian secara luas dan terhadap
sasaran – sasaran umum dari program kependidikan, sedangkan pengukuran lebih
menekankan pada aspek – aspek daripada kemajuan bahan pelajaran atau
ketrampilan (skill) khusus dan kemampuan spesifik.[4]
Sedangkan, Waruji membedakan antara pengukuran dan penilaian. Pengukuran (measurement)
akan menjawab berapa besar kecilnya suatu kegiatan menurut ukuran tertentu, dan
penilaian akan menjawab pertanyaan tentang what value.[5]
Mengukur adalah
membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan,
menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik
buruk. Penilaian bersifat kualitatif, sedangkan pengukuran bersifat kuantitatif.
Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah diatas yakni mengukur dan menilai.[6]
Ada dua hal yang menjadi karakteristik evaluasi. Pertama, evaluasi
merupakan suatu proses. Artinya, dalam suatu pelaksanaan evaluasi terdiri dari
berbagai macam tindakan yang harus dilakukan. Kedua, evaluasi
berhubungan dengan pemberian nilai atau arti. Artinya, berdasarkan hasil
pertimbangan evaluasi apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Jadi, evaluasi
memiliki makna yang berbeda dengan pengukuran. Dari penjelasan tersebut,
evaluasi akan lebih tepat manakala didahului oleh proses pengukuran; sebaliknya
hasil pengukuran tidak akan memiliki arti manakala tidak dikaitkan dengan
proses evaluasi.[7]
2. Evaluasi Pendidikan dan Evaluasi Pengajaran
Evaluasi pendidikan merupakan penilaian terhadap
pertumbuhan dan perkembangan pelajar menuju kearah tujuan dan nilai-nilai yang
diterapkan dalam kurikulum.[8]
Secara
umum dapat dikatakan evaluasi pengajaran adalah penilaian/penaksiran terhadap
pertumbuhan dan kemajuan peserta didik ke arah tujuan – tujuan yang telah
ditetapkan dalam hukum. Hasil penilaiannya dapat dinyatakan secara kuantitatif
maupun kualitatif.[9] Wrightstone
dan kawan – kawan(1956: 16) mengemukakan rumusan evaluasi pendidikan yang
artinya, evaluasi pendidikan adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan
kemajuan siswa ke arah tujuan – tujuan atau nilai – nilai yang telah ditetapkan
di dalam kurikulum.
3
aspek yang perlu diperhatikan dalam evaluasi pengajaran:
1.
Kegiatan
evaluais merupakan proses yang sistematis
2.
Di dalam
kegiatan evaluasi diperlukan berbagai informasi atau data yang menyangkut objek
yang sedang dievaluasi
3.
Setiap kegiatan
evaluasi tidak dapat dilepaskan dari tujuan – tujuan pengajaran yang hendak
dicapai.[10]
Tujuan
evaluasi pengajaran adalah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan mengukur
sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam mencapai
tujuan kurikuler/pengajaran.
Adapun
fungsi evaluasi pengajaran, yaitu:
1. Untuk
mengukur kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah melakukan kegiatan
belajar mengajar selama jangka waktu tertentu
2. Untuk
mengukur sampai dimana keberhasilan sistem pengajaran yang digunakan
3. Sebagai
bahan pertimbangan dalam rangka melakukan perbaikan proses belajar mengajar
4. Bahan
pertimbangan bagi bimbingan individual peserta didik
5. Membuat
diagnosa mengenal kelemahan – kelemahan dan kemampuan peserta didik
6. Bahan
pertimbangan bagi perubahan atau perbaikan kurikulum.[11]
B.
Ciri
– Ciri Evaluasi Pendidikan
Untuk
menetapkan tingkat kemampuan siswa itu tentulah memerlukan tolak ukur dan
criteria tertentu baik bersifat kuantitatif maupun bersifat kualitatif, oleh
sebab itu evaluasi pendidikan memiliki cirri-ciri khusus, antara lain:
Ø Evaluasi
pendidikan dilakukan secara tidak langsung, artinya bahwa untuk mengukur
tingkat kemampuan atau kecerdasan anak didik telah ditentukan alat pengukur
yang tetap (standard),seperti halnya untuk mengukur tingkat kecerdasan (IQ)
siswa.
Ø Evaluasi
pendidikan menggunakan alat pengukur kuantitatif. Misalnya anak dikatakan
tingkat sangat pandai apabila IQ 125 dan anak dikatakan bodoh bila IQ antara 80
sampai 90,ini berarti evaluasi /penilaian pendidikan bersifat kuantitatif.
Ø Evaluasi
pendidikan bersifat relative, artinya bahwa penilaian yang dilakukan bukanlah
suatu yang bersifat mutlak atau final. Akan tetapi senantiasa dapat berubah ,
oleh karena hasil penilaian itu sendiri banyak dipengaruhi oleh berbagai factor
baik dari pihak penilai maupun dari pihak yang dinilai. Misalnya faktor situasi
dan kondisi waktu berlangsungnya pelaksanaan penilaian
Ø Ciri
keempat dari evaluasi pendidikan adalah bahwa dalam penilaian pendidikan sering
terjadi kesalahan, diantaranya:
- Terletak
pada alat ukur yang digunakan
- Terletak
pada orang yang melakukan penilaian itu sendiri
- Kesalahan
pada waktu melakukan penilaian
- Rasa
kasih dan dendam dari guru dapat berakibat penilaian menjadi tidak obyektif
- Adanya
kesan guru terhadap siswa yang belum tentu benar adanya
- Kesalahan
disebabkan kurang teliti dalam menjumlah angka-angka dan memeriksa jawaban soal
dari siswa.[12]
C.
Objek
Evaluasi
Objek
evaluasi pendidikan dalam arti umum adalah peserta didik, atau dalam arti
khusus adalah aspek – aspek tertentu yang terdapat pada peserta didik. Aspek –
aspek khusus yang harus menjadi sasaran evaluasi adalah perkembangan anak.
Perkembangan peserta didik dapat dilihat dari dominan atau ranah yang terdapat
pada diri peserta didik. Taksonomi Benyamin S. Bloom yang telah merakyat yaitu
kognitif, efektif, dan psikomotorik.
a.
Aspek kognitif
berupa pengembangan pengetahuan agama termasuk didalamnya fungsi ingatan dan
kecerdasan.
b.
Aspek afektif,
berupa pembentukan sikap.
c.
Aspek
psikomotori berupa menumbuhkan ketrampilan, fungsi kehendak, kemauan, dan
tingkah laku.[13]
D.
Tujuan
dan Fungsi Evaluasi
Evaluasi
dalam pendidikan dan pengajaran memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
1.
Fungsi
Bagi Siswa
v Untuk
mengetahui kemajuan belajar siswa
v Memberikan
dorongan belajar bagi siswa
v Sebagai
laporan bagi orang tua murid
2.
Fungsi
Bagi Pendidik (guru)
v Untuk menyeleksi siswa
Dengan
mengadakan penilaian, guru dapat mengadakan seleksi terhadap siswanya, dengan
tujuan :
a.Untuk
memilih siswa yang dapat diterima disekolah tertentu
b.Untuk
menentukan siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya
c.Untuk
menentukan siswa yang pantas diberikan beasiswa dll
d.Untuk
memilih siswa yang sudah berhak menyelesaikan sekolah (lulus sekolah)
v Evaluasi berfungsi sebagai diagnosa
Apabila
penilaian yang dilakukan benar-benar telah memenuhi persyaratan evaluasi /
penilaian yang baik maka dengan melihat nilai hasil belajar siswa itu guru
dapat mengetahui kelemahan dan kekurangan siswa dan dapat mengetahui sebab
musabab kelemahan / kekuranganya. Jika hal itu terjadi maka ini berarati guru
telah melakukan diagnosa, yang kemudian berusaha mencari tindak lanjut dalam
pemecahanya.
v Evaluasi berfungsi sebagai penempatan
Melalui
penilaian yang dilakukan guru terhadap hasil belajar siswa akan diketahui tingkat
kemampuan dari masing-masing anak didik. Dari hasil ittu pula siswa dapat
ditempatkan kedudukan belajarnya sesuai dengan batas-batas kemampuan mereka
masing-masing,tujuanya agar siswa yang tadinya memiliki bakat dan minat
tertentu dalam belajar benar-benar tersalur sesuai dengan pilihanya.
v Untuk mengetahui ketepatan metode
Metode adalah cara bagaimana menyajikan
bahan pelajaran agar diterima oleh anak didik. Efektif atau tidaknya suatu
metode dalam pengajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang guru dalam
menetapkan dan memilih berbagai metode yang cocok dan mengkombinasikanya secara
harmonis.
v Mengukur ketepatan materi pelajaran
Dengan
mengevaluasi, guru dapat mengetahui apakah materi pelajaran yang disampaikan
telah dikuasai bagi siswa atau masih perlu diadakan peningkatan atau perbaikan
untuk masa-masa yang akan datang.
3.
Fungsi
Bagi Sekolah
a.
Untuk mengukur
ketepatan kurikulum atau silabus
b.
Untuk mengukur
tingkat kemajuan sekolah
c.
Mengukur
keberhasilan guru mengajar
d.
Meningkatkan
prestasi kerja.[14]
E.
Aspek
– Aspek Penilaian
Aspek penilaian mencakup 3 aspek yaitu
kognitif, psikomotorik, dan afektif. Menurut Bloom (1979) ranah psikomotorik
berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui ketrampilan
manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik atau aktivitas fisik, misal:
menulis, memukul, melompat, dsb. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan
berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasikan,
menganalisi, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.[15]
1. Penilain Aspek Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir
termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasikan,
menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom
(Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarkis yang
terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan
berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu
mengingat sampai kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk
menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur
yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Bentuk tes kogniitf diantaranya: tes atau pertanyaan
lisan di kelas, pilihan ganda, uraian objektif, uraian bebas, isian singkat,
menjodohkan, portofolio, dan performans.
Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan
aspek belajar yang berbeda – beda. Keenam tingkat tersebut adalah:
a. Tingkat
pengetahuan (knowledge), tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat(recall)
berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya rumus
b. Timgkat
pemahaman (comprehension), pada tahap ini pemahaman dihubungkan dengan
kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan
kata – kata sendiri
c. Tingkat
penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan
atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situaasi yang baru,
serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari – hari
d. Tingkat
analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi,
memmisahkan dan membedakan komponen – komponen atau elemen suatu fakta, konsep,
pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen
tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi
e. Tingkat
sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam
mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada
sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh
f. Tingkat
evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi ynag
mengharapakan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai
suatu gagasan, metode, produk, atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.[16]
2. Penilaian Aspek Psikomotorik
Menurut Singer (1972) mata ajar yang termasuk
kelompok mata ajar psikomotor adalah mata ajar yang lebih berorientasi pada
gerakan dan menekankan pada reaksi – reaksi fisik. Sedangkan menurut Mager
(T.Th) berpendapat bahwa mata ajar yang termasuk dalam kelompok mata ajar
psikomotorik adalah mata ajar yang mencakup gerakan fisik dan ketrampilan
tangan. Menurut Sax dalam Mardapi (2003), dikatakan bahwa ketrampilan psikomotorik
mempunyai enam peringkat yaitu gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan
perceptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursip. Gerakan
refleks adalah respon motor atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi
lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada ketrampilan kompleks
yang khusus. Kemampuan perceptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motor
atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerkan yang
paling terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar,
seperti ketrampilan olahraga. Komunikasi nondiskursip adalah kemampuan
berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.
Dave (1967) mengatakan bahwa hasil belajar
psikomotorik dapat dibedakan menjadi lima yaitu imitasi, manipulasi, presisi,
artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan –
kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan
sebelumnya. Contohnya, menedang bola yang sama persis dari yang dilihat
sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum
pernah dilihatnya tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Misal,
seorang siswa dalam melempar lembing hanya mengandalkan petunjuk dari guru.
Kemmapuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan – kegiatan yang
akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang presisi. Misal melakukan
tendangan pinali sesuai dengan yang ditargetkan (masul gawang lawan). Kemampuan
tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan kompleks dan ketetapan
sehingga produk kerjanya utuh. Misal melempar bola keteman sebagai umpan untuk
ditendang ke arah gawang lawan. Kemampuan naturalisasi adalah kemampuan
melakukan kegiatan secara refleks yaitu kegiatan yang[17]
melibatkan fisik saja sehingga efektifitas kerja tinggi. Misal secara refleks
seseorang memgang tangan seoran anak kecil yang sedang bermain di jalan raya
ketika sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi.
Menutrut Ryan (1980)
penilaian hasil psikomotorik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
a. melalui
pengamatan langsung serta penilaian tingkah laku siswa selama proses belajar
mengajar(praktik berlangsung)
b. setelah
proses belajar yaitu dengan cara memberikan tes kepada siswa untuk mengukur
pengetahuan, ketrampilan dan sikap
c. bebrapa
setelah proses belajar selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Menurut
Leighbody (1968) dalam melakukan penilaian hasil belajar ketrampilan sebaiknya
mencakup:
a. kemampuan
siswa dalam menggunakan alat dan sikap kerja
b. kemampuan
siswa menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urutan pekerjaan
c. kecepatan
siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya
d. kemampuan
siswa dalam membaca ganbar dan atau simbol
e. keserasian
bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dengan
demikian, penilaian hasil belajar psikomotorik atau ketrampilan harus mencakup
persiapan, proses dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses
belajar (unjuk kerja) berlangsung dengan cara mengetes peserts didik atau bisa
juga setelah proses belajar selesai.[18]
Jenis
tagihan dalam penilaian ranah psikomotorik, dilihat dari caranya dapat
dibedakan menjadi dua cara, yaitu penilaian kelas dan penilaian berkala. Penilaian
kelas adalah penilaian yang dilakukan secara terpadu dengan kegiatan
pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan denga cara mengamati setiap peserat
didik di saat mereka sedang belajar, mengerjakan tugas, dan menjawab setiap
pertanyaan yang ditagih. Penilaian berkala atau ujian blok adalah
penilaian yang dilakukan secara berkala, tidak terus menerus dan hanya pada
waktu tertentu saja. Penilaian berkala dilakukan setelah peserta didik
mempelajari beberapa indikator dalam satu atau tiga kompetisi dasar.[19]
Pada
aspek ini kompetensi yang harus dicapai meliputi:
a.
tingkatan
penguasaan gerakan awal berisi tentang kemampuan siswa dalam menggerakan
anggota tubuh
b.
tingkatan
gerakan rutin meliputi kemampuan melakukan atau menirukan gerakan yang
melibatkan seluruh anggota badan
c.
tingkatan
gerakan rutin berisi kemampuan melakukan gerakan secara menyeluruh dengan
sempurna dan sampai pada tingkatan otomatis.[20]
3. Penilaian Aspek Afektif
Life skill merupakan bagian dari
kompetensi lulusan sebagai hasil proses pembelajran. Pophan (1995), mengatakan
bahwa ranah afekif menetukan keberhasilan seseorang untuk mencapai ketuntasan
dalam proses pembelajaran.
Menurut
Krathwohl (1961), peringkat ranah afektif ada lima:
Receiving
(menerima), peserta didik memilki keinginan untuk memperhatikan suatu fenomena
khusus/stimulus. Responding (tanggapan) merupakan partisipasi
aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Valuing
(menilai) melibatkan penetuan nilai, keyakinan sikap yang menunjukkan derajat
internalisasi dan komitmen. Organization (organisasi) antara
nilai yang satu dengan nilai yang lain dikaitkan dan konflik antar nilai
diselesaikan, serta mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Characterization
(karakterisasi), peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan
perilaku sampai pada suatu waktu tertentu hingga terbentuk pola hidup.
Karakteristik ranah afektif yang
penting adalah sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
a. Sikap. Menurut Fishbein dan
Ajzen (1975), yaitu suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara
positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep dan orang(sikap
terhadap sekolah atau mata pelajaran). Menurut Popham (1999), mengatakan bahwah
ranah sikap peserta didik penting ditingkatkan.
b.
Minat.
Menurut Getzel (1966), mina adalah suatu disposisi yang terorganisasikan
melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus,
aktivitas, pemahaman dan ketrampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.
c.
Konsep diri
adalah evaluasi yang dilakukan individu bersangkutan terhadap kemampuan dan
kelemahan yang dimilkinya.
d.
Nilai.
Menurut Tyler (1973), nilai adalah suatu objek, aktivitas atau ide yang
dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap dan kepuasan.
e. Moral. Secara bahasa berasal
dari bahasa Latin mores yang artinya tata cara, adat kebiasaan sosial
yang diamggap permanent sifatnya bagi ketertiban dan kesejahteraan
masyarakat. Moral menyinggung akhlaq, tingkah laku, karakter seseorang atau
kelompok yang berperilaku pantas, baik, dan sesuai dengan hukum yang berlaku.[21]
F.
Jenis
– Jenis Evaluasi
1.
Tes
Tes
merupakan alat atau teknik penilaian yang sering digunakan oleh setiap guru.
Tes adalah teknik penilaian yang biasa digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dalam pencapain suatu kompetensi tertentu. Hasil tes biasa diolah secara
kuantitatif, oleh karena itu hasil dari tes berbentuk angka. Berdasarkan angka
itulah selanjutnya ditafsirkan tingkat penguasaan kompetensi siswa.[22]
Ada
empat macam tes yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Tes Penempatan (plement
evaluation) yaitu tes yang dilakukan pada awal pelajaran untuk mengukur
kesiapan siswa yang menitik beratkan pada penilaian tentang permasalahan yang
berkaitan dengan:
o Ilmu
pengetahuan dan ketrampilan murid yang diperlukan untuk awal proses belajar
mengajar
o Pengetahuan
murid tentang tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sekolah, minat dan perhatian,
kebiasaan bekerja, corak kepribadian yang menonjol yang mengandung konotasi
kepada sesuaatu metode belajar tertentu. Misal : belajar kelompok, dsb.
b. Tes formatif, yaitu tes yang
dilakukan pada tengah program pengajaran yang menetapkan tingkat penguasaan
peserta didik dan menentukan bagian-bagian tugas yang belum dikuasai dengan
tepat.
c. Tes Diagnostik, penilaian yang
dipusatkan pada proses belajar mengajar dengan melokalisasikan suatu titik
keberangkatan yang cocok.
d. Tes sumatif adalah tes yang
dilakukan pada akhir tahun ajaran atau akhir suatu jenjang pendidikan tentang
keseluruhan hasil dari proses belajar mengajar.[23]
2.
Non
Tes
Non
tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek tingkah
laku termasuk sikap, minat, dan motivasi.[24]
a. Proyek
Yang
dimaksud proyek adalah tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu
tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari pengumpulan,
pengorganisasian, pengevaluasian, hingga penyajian data. Karena dalam
pelaksanaannya proyek bersumber pada data primer/sekunder, evaluasi hasil dan
kerjasama dengan pihak lain, proyek merupakan suatu sarana yang penting untuk
menilai kemampuan umum dalam semua bidang. Proyek juga akan memberikan informasi
tentang pemahaman dan pengetahuan siswa pada pembelajaran tertentu, kemampuan
siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan, kemampuan siswa untuk
mengkomunikasikan informasi. Dalam kurikulum, hasil belajar dapat dinilai
ketika siswa sedang melakukan proses suatu proyek, misal pada saat merencanakan
dan mengorganisasikan investigasi, bekerja dalam tim, dan arahan diri.
Dalam
perencanaan penilaian proyek terdapat tiga hal yang perlu dipertimbangkan:
1. Kemampuan
pengelolaan, jika sisa diberikan kebebasan yang luas, mereka akan mendpatkan
kesulitan dalam memilih topik yang tepat. Mereka mungkin memilih topik tepat.
Mereka mungkin memilih topik yang terlalu luas sehingga sedikit informasi yang
dapat ditemukan. Mereka mungki juga kurang tepat untuk memperkirakan waktu
pengumpulan data dan penulisan laporan.
2. Relevansi,
guru harus mempertimbangkan pengetahuan, ketrampilan, dan pemahaman pada
pembelajaran agar proyek dijadikan sebagai sumber bukti keaslian, guru perlu
mempertimbangkan seberapa besar petunjuk yang telah diberikan pada siswa.[25]
Contoh
penilaian proyek:
Materi:
Koperasi
sekolah, cara pengelolaan dan dampaknya bagi sekolah. Perencanaan kegiatan:
- Observasi
ke beberapa sekolah
- Talk show bersama ahli dari
bidang perkoperasian, pengelolaan koperasi dang anggota koperasi
- Pembuatan laporan atau makalah dari kegiatan
observasi. Format dibuat oleh guru dan dapat dikembangkan lebih luas lagi oleh
siswa
- Mengadakan
diskusi panel di dalam kelas yang dimoderatori oleh guru tentang koperasi
makalah yang telah disusun berdasarkan hasil observasi tersebut.[26]
b.
Observasi
Observasi
adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan jalan mengadakan pengamatan
secara langsung dan sistematis. Data – data yang diperoleh dalam observasi itu
dicatat dalam suatu catatan observasi.
Macam
– macam observasi:
1.
Observasi
berstruktur, dimana segala kegiatan petugas observasi telah ditetapkan
berdasarkan kerangka kerja yang memuat faktor – faktor yang telah diatur
katagorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan dibatasi
dengan tegas, Karena itu pencatatan yang dilakukan bersifat selektif.
2.
Observasi tidak
berstruktur, dimana segala kegiatan petugas observasi tidak dibatasi oleh suatu
kerangka kerja yang pasti. Kegiatan petugas observasi hanya dibatasi oleh
tujuan observasi itu sendiri.
Apabila
ditinjau dari segi kedudukan petugas observasi dapat dibedakan menjadi tiga
macam:
a.
Observasi
partisipasi, yaitu apabila orang yang melakukan observasi ikut mengambil bagian
dalam situasi yang sedang diobservasi
b.
Observasi non
partisipasi, yaitu apabila orang yang melakukan observasi itu berada di luar
situasi yang sedang diobservasi.
c.
Observasi quasi
partisipasi, yaitu apabila petugas observasi melakukan partisipasi saat – saat
tertentu, sedang pada saat – saat lain berada di luar situasi. Kegiatannya
dilakukan secara silih berganti sesuai dengan rencana.[27]
Untuk
kepentingan observasi, ada pedoman observasi misalnya dalam ceklist, catatan
anekdot, skala penilaian.
Ø
Ceklist
Ceklist
atau
daftar cek adalah pedoman observasi yang berisikan daftar dari semua aspek yang
akan diobservasi, sehingga obsever tnggal memberi tanda ada atau tidak
adanya dengan tanda cek (V) tentang aspek yang diobservasi. Ada dua bentuk ceklist,
yaitu bentuk individual dan kelompok. Ceklist individual digunakan
untuk mencatat ada atau tidak adanya aspek yang dievaluasi pada seseorang,
sedangkan ceklist kelompok digunakan untuk mencatat kegiatan individu
dalam suatu kelompok.
Ø
Catatan anekdot
Catatan
anekdot adalah alat observasi untuk mencatat kejadian – kejadian yang sifatnya
luar biasa, sehingga dianggap penting. Dalam penelitian sperti studi kasus
catatan anekdot sangat diperlukan untuk mengumpulkan data – data yang dianggap
penting dari kasus yang sedang diteliti.
Ø
Skala penilaian
Data
yang diperoleh dengan skala penilaian ini akan lebih halus, sebab yang dicatat
tidak hanya ada atau tidak adanya gejala/tindakan tertentu, akan tetapi sampai
dimanakah gejala itu muncul. Skala penilaian dapat dibagi menjadi 3 bentuk,
yaitu bentuk kategori, numerical, dan bentuk grafis. Skala penilaian
bentuk kategori, kriteria penilaian dijabarkan ke dalam bentuk kualitatif, sering,
kadang – kadang, tidak pernah. Skala penilaian numeric/angka hampir
sama dengan skala penilaian kategori, perbedaannya dalam alternatif penilaian
diganti dengan nomor. Misal untuk kategori selalu = 2, kadang – kadang = 1, dan
tidak pernah = 0. Dan, skala penilaian bentuk grafis alternatif gejala
dibuat dalam bentuk grafis baik secara vertikal maupun horizontal.[28]
c.
Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan atau berkas pilihan
yang dapat memberikan informasi bagi suatu penilaian. Tujuan penilaian portofolio:
1.
Mengahargai
perkembangan yang dialami siswa
2.
Mendokumentasikan
proses pembelajaran yang berlangsung
3.
Memberi
perhatian pada presatasi kerja siswa yang terbaik
4.
Merefleksikan
kesanggupan mengambil resiko dan melakukan eksperimentasi
5.
Meningkatkan
efektifitas proses pengajaran
6.
Bertukar
informasi dengan orang tua / wali siswa dan guru lain
7.
Membina dan
mempercepat pertumbuhan konsep diri positif pada siswa
8.
Meningkatkan
kemampuan melakukan refleksi diri, dan membantu siswa dalam merumuskan tujuan.[29]
Karakteristik
dalam portofolio penilaian:
1. Merupakan
hasil karya siswa yang berisi kemajuan dan penyelesaian tugas – tugas secara
terus – menerus (continu) dalam usaha pencapaian kompetensi pembelajaran
2.
Mengukur setiap
prestasi siswa secara individual dan menyadari perbedaan diantara siswa
3.
Meruapak suatu
pendekatan kerja sama
4.
Mempunyai tujuan
untuk menilai diri sendiri
5.
Memperbaiki dan
mengupayakan prestasi
6.
Adanya
keterkaitan antara penilaian dan pembelajaran.
Ada empat macam tipe –
tipe portofolio:
1. Penegmbangan
portofolio: dokumen perkembangan individu
2. Bedah
kasus portofolio: mengajukan argumentasi – argumentasi terbaik
3. Kelengkapan
portofolio: keseluruhan hasil dari awal sampai akhir
4. Di
luar portofolio: kumpulan dari kompetensi.[30]
Ada
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan
dan dijadikan pedoman dalam menggunakan portofolio di sekolah:
1.
Saling percaya (mutual
trust). Antara guru sebagai evaluator dan siswa sebagai pihak yang
dievaluasi harus saling percaya. Siswa harus memiliki kepercayaan bahwa
evaluasi yang dilakukan guru bukan semata – mata untuk menilai hasil
pekerjaannya, akan tetapi sebagai upaya pemberian umpan balik untuk
meningkatkan hasil belajar.
2.
Keterbukaan.
Artinya, guru sebagai evaluator bukan hanya berperan sebagai orang yang
memberikan nilai atau kritik, akan tetapi siswa yang dievaluasi perlu megetahui
mengapa dikritik, oleh sebab itu, guru harus terbuka melalui argumentasi yang
tepat dalam setiap memberikan penilaian.
3.
Kerahasiaan
bersama (confidentiality) antara guru dan siswa. Kerahasiaan ini
betujuan untuk menjaga perasan siswa. Jangan sampai ada kesan direndahkan dan
dipermalukan di depan teman – temannya dan juga komentar untuk siswa yang
dianggap baik agar siswa tersebut tidak merasa paling hebat.
4.
Milik bersama (join
ownership). Guru dan siswa harus merasa bahwa dokumen portofolio milik
bersama, oleh sebab itu semua pihak harus menjaganya secara baik.
5.
Kepuasan dan
kesesuaian. Hasil akhir dari portofolio adalah ketercapaian kompetensi seperti
yang dirumuskan dalam kurikulum. Guru dan siswa merasa puas manakala kompetensi
itu telah tercapai. Oelh karena itu, terkumpulannya dokumen merupakan kepuasan
baik bagi guru dan siswa.
6.
Budaya
pembelajaran. Dalam penilaian portofolio, dalam proses pembelajaran guru tidak
hanya menuntut siswa untuk menghafal sejumlah fakta atau pengetahuan taraf
Rendah,
akan tetapi harus membelajarkan siswa pada taraf yang lebih tinggi, misalnya
mengembangkan pembeljaran berpikir melalui penelaah kasus atau pengumpulan dan
penafsiran data.
7.
Refleksi.
Melalui refleksi, siswa dapat menghayati tentang proses berpikir mereka
sendiri, kemmapuan yang telah mereka peroleh, serta pemahaman mereka tentang
kompetensi yang telah dimilkinya.
8.
Berorientasi
pada proses dan hasil. Penilaian portofolio bertumpu pada dua sisi yang sama
penting, yakni sisi proses dan hasil belajar secara seimbang. Penilaian
portofolio mengikuti setiap aspek perkembangan siswa, bagaimana motivasi
belajar, sikap, minat, kebiasaan dan lain sebagainya dan pada akhirnya
bagaimana hasil belajar yang diperoleh siswa.[31]
Penilaian
portofolio memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1.
Penilaian portofolio
dapat memberikan gambaran yang utuh tentang perkembangan kemampuan siswa
2.
Penialian
portofolio merupakan penilaian yang autentik
3.
Penilaian
portofolio merupakan teknik penilaian yang dapat mendorong siswa pada
pencapaian hasil yang lebih baik dan lebih sempurna, siswa dapat belajar
optimal tanpa merasa tertekan
4.
Penialain
portofolio dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa
5.
Penilaian
portofolio dapat mendorong para orang tua siswa untuk aktif daalm proses
pembelajaran siswa.[32]
Langkah
– langkah yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh guru dalam penggunaan
penilaian portofolio di sekolah sebagai berikut:
1.
Menentukan
tujuan portofolio
Dengan
tujuan yang jelas dan terarah, akan memudahkan bagi guru untuk mengelola
pembelajaran. Beberapa hal yang sangat penting sehubungan dengan tujuan
portofolio, yaitu:
-
Dengan
menggunakan portofolio, apakah tujuannya untuk memantau proses pembelajaran
atau untuk mengevaluasi hasil akhir atau mungkin keduanya
-
Apakah tujuan
penggunaan portofolio itu sebagai proses pembelajaran atau sebagai alat
penilaian
-
Apakah
portofolio itu digunakan untuk memantau perkembangan dan perubahan setiap siswa
atau hanya bermaksud untuk mengoleksi dan mendokumentasikan hasil pekerjaan
siswa
-
Apakah
portofolio digunakan untuk menunjukkan proses pembelajaran yang sedang
berlangsung kepada pihak tertentu, misalnya kepada orang tua, atau komite
sekolah dan sebagainya.
2.
Penentuan isi
portofolio
Isi
dalam portofolio harus dapat meggambarkan perkembangan kemampuan siswa yang
sesuai dengan standar kompetensi. Misalkan, tujuan portofolio adalah kemampuan
anak dalam membuat sebuah karangan, maka isi portofolio adalah perkembangan
kemampuan anak dari mulai mengembangkan ide atau gagasan, menentukan tema,
menyusun kalimat, menyusun paragraf, dan seterusnya hingga penyusunan karangan
secara utuh.
Beberapa
hal yang perlu diperhatian dalam menetukan isi portofolio:
-
Apakah
portofolio itu berisikan seluruh evidence siswa sesuai dengan pengalaman
belajar yang telah dilaukannya, atau hanya berisi sebagian saja yang dianggap
penting?
-
Apakah isi
portofolio iturelevan dengan kompetensi yang ingin dicapaisesuai dengan
kurikulum?
-
Apakah
portofolio itu berisi evidence siswa yang dikerjakannya sendii atau
hasilkerja keompok?
3.
Menetukan
kriteria dan format penilaian
Kriteria
penilaia disusun sebagai standar patokan untuk guru dalam menetukan
keberhasilan proses dan hasil pembelajaran pada setiap aspek yang akan dinilai.
Ada dua aspek pokok dalam menetukan kriteria penilaian, yaitu kriteria untuk
proses belajar dan kriteria untuk hasil belajar. Proses belajar misalnya
ditentukan kriteria penilaian dari aspek kesungguhan menyelesaikan tugas,
motivasi belajar, ketepatan waktu penyelesaian, dan lain sebagainya. Sedangkan
kriteria dilihat dari hasil belajar disesuaikan dengan isi yang menggambarkan
kompetensi.
4.
Pengamatan dan
penetuan bahan portofolio
Pengamatan
dan penetuan evidence sebaiknya dilakukan oleh guru dan siswa secara
bersama – sama. Siswa peru dimintai pertimbangan – pertimbangan serta alasan –
alasannya evidence mana yang harus dimasukkan. Hal ini untuk menjamin
objektivitas penilaian portofolio.
Terdapat
beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilih dan menetukan bahan
portofolio:
- Evidence yang ditetapkan
sebagai bahan portofolio adalah evidence yang dapat mewakili ganbaran kemampuan siswa
yang sesungguhnya. Artinya, melalui evidence yang ditentukan, biak guru
maupun orang tua dan pihak lainnya bisa menilai kemmapuan akhir siswa
- Evidence dipilih karena dapat
menggambarkan perkembangan perubahan dan kemampuan siswa dari awal sampai
akhir.
- Evidence dipilih karena keterkesanan siswa akan karya yang dihasilkan. Oleh
karena itu, siswa perlu dimintai komentar serta alasan – alasan mengapa ia
menentukan evidence itu yang dimasukkan
- Evidence dipilih karena
pertimbangan kesesuaiannya dengan kompetensi yang harus dicapai sesuia dengan
kurikulum
- Evidence dipilih karena dilihat
dari segi kepraktisan dan segi artistik portofolio.
5.
Menyusun dokumen
portofolio
Menyusun
dokumen portofolio, misalnya dalam bentuk folder. Folder itu sendiri perlu
dilengkapi dengan:
-
Identitas siswa
-
Mata pelajaran
-
Daftar isi
dokumentasi
-
Isi dokumen
beserta komentar – komentar baik dari guru maupun orang tua.[33]
Contoh tugas
portofolio:
a.
Siswa diminta
membuat rancangan pengamatan(dibantu dengan lembar kerja dari guru) menegnai
materi – materi selama satu semester yang akan duberlakukan eksperimentasi
b.
Melakukan
kegiatan eksperimentasi sesuia dengan alokasi waktu pokok bahasan dengan yang
direncanakan
c.
Membuat suatu
hasil pengamatan perpokok bahasan yang dieksperimenkandan mencari tentang
faktor – faktor yang berpengaruh terhadap percobaannya
d.
Siswa diminta
melakukan diskusi tentang hasil percobaan dan mengambil suatu generalisasi dari
hasil percobaan tersebut.[34]
Nama
siswa :
...................................
Tanggal : ...................................
No
|
Aspek yang Dinilai
|
Portofolio ke
|
||
1
|
2
|
3
|
||
1
|
Latar belakang masalah/pendahuluan
|
|
|
|
2
|
Kajian pustaka
|
|
|
|
3
|
Ketajaman pembahasan/analisis
|
|
|
|
4
|
Penyimpula/penutup
|
|
|
|
5
|
Tata tulis dan bahasa
|
|
|
|
|
Skor total
|
|
|
|
G.
Prinsip
– Prinsip Evaluasi
Ada
empat prinsip evaluasi pendidikan yang harus diperhatikan:
1.
Evaluasi
dilakukan secara kontinyu, Artinya evaluasi tidak hanya dilaksanakan sekali saja
dalam satu tahun pengajaran, tetapi dilaksanakan secara terus menerus dan
berkesinambungan
2.
Evaluasi
dilakukan secara komprehensip. Evaluasi yang dilakukan melalui tes yang
diberikan kepada anak didik hendaklah mencerminkan evaluasi yang mencakup semua
aspek tingkah laku anak didik yang diukur, baik dari aspek afektif
(ingatan/penalaran),kognitif (pemahaman /aspek tingkah laku ) maupun
psikomotorik (ketrampilan)
3.
Evaluasi harus
obyektif, dikatakan obyektif jika penilaian itu tidak hanya unsure-unsur pribadi
yang masuk dan mempengaruhi cara kerja dan pelaksanaan penilaian
4.
Evaluasi
menggunakan alat pengukur yang baik, alat pengukur yang baik adalah alat
pengukur yang memenuhi tingkat “validitas, rehabilitas, dan deskriminatif soal
tes”
5.
Evaluasi
dilaksanakan secara berencana (terprogram).[35]
F.
Validitas dan Reabilitas
1.
Validitas
a.
Pengertian Validitas
Validitas
berasal dari kata validity yaitu sejauhmana ketepatan dan kecermatan
suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya.
Suatu
tes dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan
fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan
maksud dikenakannya tes tersebut. Suatu tes yamg enghasilan data yang tidak
relevan dnegan tujuan diadakannya pengukuran dikatakan sebagai tes yang memilki
validitas rendah.[36]
Fungsi
validitas adalah untuk menetukan keshahihhan instrumen sehingga jika instrumen
tersebut digunakan utnuk mengumpulkan data atau digunakan untuk mengukur
kemmapuan seseorang tidak diragukan lagi hasil yang diperoleh dai instrumen
tersebut. Selain itu, kegunaannya adalah untuk menyeleksi item – item mana yang
telah disusun perlu direvisi atau dibuang dan dapat diketahui kualitas
instrumen yang digunakan sebagai pengumpul data.[37]
b.
Macam – Macam Validitas
jenis
validitas ada empat macam validitas yang berasal dan dasar pembagian jenis,
yaitu:
1.
Validitas logis
Ø Validitas isi (content validity)
Sebuah
tes memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus teretntu yang sejajar
dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Validitas isi dapat diusahakan
tercapainya sejak saat penyusunan dengan
cara memerinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran.
Ø Validitas konstruksi (construct validity)
Sebuah
tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir – butir soal yang
membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan
dalam tujuan instruksional khusus. Dengan kata lain, jika butir – butir soal
mengukur aspek berpikir tersebut sudah dengan aspek berpikir yang menjadi
tujuan instruksional.
2.Validitas
empiris
Ø Validitas “ada sekarang” (concurrent validity)
Sebuah
tes dikatakan memilki validitas ini jika hasilnya sesuai dengan pengalaman.
Jika ada istilah “sesuai” tentu ada dua hal yang dipasangkan. Dalam hal ini
hasil es dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal
yang telah lampau sehingga pengalaman tersebut sekarang sudah ada (ada
sekarang, concurrent).
Ø Validitas prediksi (predictive validity)
Memprediksi
artinya meramal, dan meramal selalu mengena hal yang akan datang jadi sekarang
belum terjadi. Sebuah tes diatakan memiliki validitas prediksi atau validitas
ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada
masa yang akan datang. Misalnya tes masuk perguruan tinggi adalah sebuah tes
yang diperkirakan mampu meramalkan keberhasilan peserta tes dalam mengikuti
kuliah di masa yang akan datang.[38]
2.
Reabilitas
a.
Pengertian Reabilitas
Reabilitas
diterjemahkan dari kata reliability. Pengukuran yang memiliki reabilitas
tinggi maksudnya adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel.[39]
Hakikat
realibilitas instrumen berhubungan dengan masalah kepercayaan. Maksudnya suatu
instrumen dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika dapat memberikan
hasil yang tetap. Scarvia B. Anderson dan kawan – kawan menyatakan bahwa
persyaratan bagi tes, yaitu validitas dan reabilitas ini penting. Dalam ha ini
validitas lebih penting, dan reabilitas ini perlu, karena menyokong
terbentuknya validitas. Sebuah tes mungkin reliabel tetapi tidak valid.
Sebaliknya, sebuah tes yang valid biasanya reliabel.[40]
b.
Macam – Macam Reabilitas
ü Jenis paralel
ü Jenis tes ulang
ü Jenis belah dua
c.
Fungsi Reabilitas
BAB
III
PENUTUP
Dari
penjelasan makalah diatas dapat kami simpulkan bahwa evaluasi dalam dunia
pendidikan sangatlah penting. Hal ini bermanfaat bagi pendidik, peserta didik,
dan sekolah. Bagi seorang pendidik, evaluasi dijadikan sebagai tolak ukur
sejauh mana pendidik berhasil atau gagal dalam menyampaikan suatu materi. Bagi
peserta didik, evaluasi sebagai bahan tolak ukur bagi dirinya untuk mengetahui
seberapa jauh pemahamanya terhadap materi yang dievaluasikan tersebut.
Sedangkan, bagi sekolah evaluasi merupakan tolak ukur terhadap usaha – usaha
yang telah dilakukan untuk peserta didiknya, seberapa jauh keberhasilan
pendidik, dan penerapan metode pembelajaran.
Selain
itu, ada macam – macam evaluasi yang dapat dilakukan oleh suatu pendidikan.
Seperti yang telah dipaparkan diatas. Evaluasi hendaknya dilakukan dari awal
sampai akhir(selama proses pembelajaran berlangsung). Tidak baik apabila suatu
evaluasi hanya dilakukan hanya sekali dalam suatu pembelajaran. Karena pendidik
tidak akan tahu bapaimana perkembangan anak didiknya tersebut.
Arifin. 1996. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Daryanto. 1999. Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Fajar, Arnie. 2004. Portofolio
dalam Pembelajaran IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Harjanto. 2005. Perencanaan
Pengajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Haryati,
Mimin. 2007. Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi: Teori dan Praktek. Jakarta:
Gaung Persada Press.
Majid, Abdul. 2006. Perencanaan
Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mujib, Abdul. 2006. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Nurkanca, Wayan dan
Sunartana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Purwanto,
Ngalim Purwanto. 1997. Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ramayulis. 2002. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Sanjaya,Wina.2006.
Pembelajaran dalam Implementasi Kurikuluk Berbasis Kompetens. Jakarta:
Kencana
Uhbiyati, Nur. Ilmu
Pendidikan Islam II. Bandung: CV Pustaka Setia
Yusuf,
Tayar dan Syaiful Anwar. 1997. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
[1]
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab,(Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 209
[2]
M. Ngalim Purwanto, Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,(Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1994), h. 3
[3]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Dedikbud), Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Penilaian Dalam Pendidikan, Materi Dasar Pendidikan Program Akta
Mengajar V, 1983/1984, h. 1
[4]
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 245
[5]
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Loc. Cit., h. 209
[6]
Daryanto, Evaluasi Pendidikan,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), h. 6
[7]
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikuluk Berbasis Kompetensi,(Jakarta:
Kencana, 2006), 181-182
[8]
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Op. Cit., h. 209
[9]
Harjanto, Perencanaan Pengajaran,(Jakarta: PT rIneka Cipta, 2005), h.
277-278
[10]
Ngalim Purwanto, Op. Cit., h. 3-4
[11]
Harjanto, Op. Cit., h. 277-278
[12]
Tayar Yusuf, Op. Cit., h. 214
[13]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h.
200-203
[14]
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Op. Cit., h. 211-216
[15]
Mimin Haryati, Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi: Teori dan Praktek,(Jakarta:
Gaung Persada Pree, 2007), h. 21-22
[16]Ibid., h. 23-24
[17]
Ibid., h. 26
[18]
Ibid., h. 23-27
[19]
Ibid., h. 27 - 28
[20]
Wina Sanjaya, Op. Cit., h. 36
[21]
Mimin Haryati, Op. Cit., h. 39-42
[22]
Wina Sanjaya, Op. Cit., h. 187
[23]
Arifin. Op. Cit., h. 245-246
[24]
Wina Sanjaya, Op. Cit., h. 190
[25]
Ibid., h. 207-209
[26]
Abdul Majid, Op. Cit., h. 209
[27] Wayan Nurkancana dan Sunartana, Evaluasi
Pendidikan,(Surabaya: Usaha Nasional, 1986), h.46-50
[28]
Wina Sanjaya, Op. Cit., h. 190 - 193
[29] Abdul Majid, Perencanaan
Pembelajaran,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 201-202
[30] Arnie Fajar, Portofolio dalam
Pembelajaran IPS,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 89-99
[31]
Wina Sanjaya, Op. Cit., 198-200
[32]
Ibid., h. 195-196
[33]
Ibid., h. 202 - 206
[34]
Ibid,. h. 203-204
[35]
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Op. Cit., h. 217
[36]
Saifuddin Azwar, Tes Prestasi,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.
173-174
[37]
Hamzah, Perencanaan Pembelajaran,(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h. 104
[38]
Hamzah, Op. Cit., h. 103-104
[39]
Saifuddin Azwar, Op. Cit., h. 180
[40]
Hamzah, Loc. Cit., h. 105