Friday, March 30, 2012

Makalah Adopsi dan Status Hukum Anaknya


PENDAHULUAN

Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan alamiah. Akan tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada takdir Ilahi, dimana kehendak mempunyai anak tidak tercapai.
Pada umumnya manusia tidak akan puas dengan apa yang dialaminya, sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kepuasan tersebut. Dalam hal pemilikan anak, usaha yang pernah mereka lakukan adalah mengangkat anak atau “adopsi”.
Dalam makalah ini akan membahas tentang pengangkatan anak atau adopsi dan status hukum anaknya.

PEMBAHASAN
ADOPSI DAN STATUS HUKUM ANAKNYA

  1. Pengertian
Secara etimologi, Adopsi berasal dari kata “adoptie” bahasa Belanda atau “adopt”(adoption) bahasa Inggris, yang berarti pengangkatan anak, mengangkat anak. Dalam bahasa Arab disebut “tabanni” yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan “ mengambil anak angkat” sedang dalam Kamus Munjid diartikan “ittikhadzahu ibnan” , yaitu “ menjadikannya sebagai anak.[1]
Menurut istilah di kalangan agama dan adat di masyarakat, adopsi mempunyai dua pengertian, yaitu:
1.         Mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, dan diperlakukan oleh orang tua angkatnya seperti anak sendiri, tanpa memberi status anak kandung kepadanya;
2.         Mengambil anak orang lain untuk diberi status sebagai anak kandung sehingga ia berhak memakai nasab orang tua angkatnya dan mewarisi harta peninggalannya, dan hak-hak lainnya sebagai hubungan anak dan orang tua.[2]

Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 4-5,sebagai berikut:
 
مَّا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِّن قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللَّائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءكُمْ أَبْنَاءكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُم بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ(4 ) ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا (5)

“ …dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu(sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulut saja, dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar.(4). Panggillah mereka(anak-anak angkat itu ) memakai nama  bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka)sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu, Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(5).

Surat Al-Ahzab ayat 4-5 tersebut dalam garis besarnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.         Allah tidak menjadikan dua hati dalam dada manusia;
b.         Anak angkatmu bukanlah anak kandungmu;
c.         Panggillah anak angkatmu menurut nama bapaknya.
Dari ketentuan di atas sudah jelas, bahwa yang dilarang adalah pengangkatan anak sebagai anak kandung dalam segala hal.
Agama Islam mendorong seorang muslim untuk memelihara anak orang lain yang tidak mampu, miskin, terlantar, dan lain-lain. Tetapi tidak dibolehkan memutuskan hubungan dan hak-hak itu dengan orang tua kandungnya. Pemeliharaan itu harus didasarkan atas penyantunan semata-mata, sesuai dengan anjuran Allah. Tidak boleh karena ada udang dibalik batu dan hal-hal lain yang mengikat.[3]
Menurut hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
-            tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua biologis dan keluarga;
-            anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkat, melainkan tetap sebagai pewaris dari orang tua kandungnya, demikian juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari anak angkatnya;
-            anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara langsung kecuali sekadar sebagai tanda pengenal/alamat;
-            orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan terhadap anak angkatnya.

Dari ketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa prinsip pengangkatan anak menurut hukum Islam adalah bersifat pengasuhan anak dengan tujuan agar seorang anak tidak sampai terlantar atau menderita dalam pertumbuhan dan perkembangannya.[4]
Hubungan yang sangat akrab antara anak angkat dan orang tua angkat merupakan suatu kesatuan keluarga yang utuh yang diikat oleh rasa kasih sayang yang murni, dan memperhatikan pula penabdian dan jasa anak angkat terhadap rumah tangga orang tua angkat termasuk kehidupan ekonominya, maka sesuai dengan asas keadilan yang dijunjung tinggi oleh Islam , secara moral orang tua angkat dituntut memberi hibah atau wasiat sebagian hartanya untuk kesejahteraan anak angkatnya. Dan apabila orang tua angkat waktu masih hidup lalai memberi hibah atau wasiat kepada anak angkat, maka seyogyanya ahli waris orang tua angkatnya bersedia memberi hibah yang pantas dari harta peninggalan orang tua angkat yang sesuai dengan pengabdian dan jasa anak angkat.
Demikian pula hendaknya anak angkat yang telah mampu mandiri dan sejahtera hidupnya, bersikap etis dan manusiawi terhadap orang tua angkatnya dengan memberi hibah atau wasiat untuk kesejahteraan orang tua angkatnya yang telah berjasa membesarkan dan mendidiknya.
Sikap orang tua angkat atau ahli warisnya dan sebaliknya dengan pendekatan hibah atau wasiat, selain sesuai dengan asas keadilan Islam juga untuk menghindari konflik antara orang tua angkat/ ahli warisnya dan anak angkat ahli warisnya, apalagi kalau mereka yang bersangkutan menurut pembagian harta warisan menurut hukum adat yang belum tentu mencerminkan rasa keadilan menurut pandangan Islam.[5]
                       
KESIMPULAN

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa, adopsi adalah pengangkatan anak atau menjadikannya sebagai anak.
Pengangkatan anak tidak menyebabkan putusnya hubungan darah antara anak angkat dengan orang tuanya dan keluarga orang tua yang bersangkutan.
Hubungan keharta-bendaan antara anak yang di angkat dengan orang tua yang mengangkat di anjurkan untuk dalam hubungan hibah dan wasiat.

 DAFTAR PUSTAKA

-            Zaini, Muderis.1995.Adopsi “ Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum”.Jakarta : Sinar Grafika.
-            Zuhdi, Masjfuk.1997. Masail Fiqhiyah. Jakarta : Toko Gunung Agung.



[1] Muderis Zaini S.H.,Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum,Jakarta: Sinar Grafika,1995,h.4.
[2] Prof.Dr.H.Masjfuk Zuhdi,Masail Fiqhiyah,,Jakarta: Toko Gunumg Agung,1997,.h.28.
[3] Muderis Zaini., Op. cit., h.52.
[4] Ibid., h.54.
[5]  Prof.Dr.H.Masjfuk Zuhdi, Op. cit., h. 30-31.

4 comments

Write comments
Faila
AUTHOR
March 8, 2013 at 1:29 PM delete

Pak, saya ijin copy paste tulisan Bapak di atas, bolehkah ?

Reply
avatar
Hayat
AUTHOR
March 9, 2013 at 7:39 PM delete

iya boleh,,,,,silahkan

Reply
avatar
Jirman
AUTHOR
November 20, 2017 at 6:30 PM delete

Makasih bapak atas materinya

Reply
avatar