Sunday, April 29, 2012

Pengertian Surat Makkiyah dan Madaniyah


MAKKIYAH DAN MADANIYYAH 
1.      Pengertian Makkiyah dan Madaniyah

Para ulama berbeda pendapat tentang makkiyah dan madaniyyah, dan dalam hal ini terbagi atas tiga pendapat, sebagai berikut :
Pertama, pendapat paling mashur, surah makkiyah yaitu wahyu yang turun sebelum nabi Muhammad saw hijrah, sedangkan surah madaniyah yaitu wahyu yang turun setelah hijrah nabi Muhammad saw. Pada tahun fathul makkah atau tahun “haji wada”, ketika Nabi sedang berada dikediaman atau sedang bepergian. Ini adalah pendapat paling shahih dalam pengertian keduanya.
Kedua, Makkiyah yaitu wahyu yang turun di makkah al mukarromah walaupun setelah hijrah, sedangkan madaniyyah yaitu  wahyu yang turun di madinah al-munawaroh, maka ayat yang turun dalam perjalanan Nabi tidak dinamakan makiyyah atau madaniyyah, tetapi dikatakan sebagai ayat safariyyah.
Ketiga, Makkiyah yaitu wahyu yang turun karena obyek pembicaraan yang dituju untuk penduduk makkah al mukaromah, sedangkan madaniyyah yaitu wahyu yang turun karena obyek pembicaraan yang dituju untuk penduduk madinah al munawwaroh.[1]
Sedangkan dalam buku Tafkirah ulumul-Qur’an, sedikitnya ada empat teori dalam menentukan kriteria atau memberikan definisi surah/ayat makkiyah dan madaniyyah. Teori itu adalah sebagai berikut:

1.      Teori mulaahazathu makani al  Nuzuli (teori geografis), yaitu teori yang berorientasi pada tempat turunnya ayat. Teori ini mendefinisikan bahwa makkiyah adalah ayat atau surat yang turun di makkah dan sekitarnya, baik waktu turunnya itu Nabi Muhammad SAW belum hijrah ke madinah ataupun sesudah hijrah. Termasuk kategori makkiyah menurut teori ini ialah ayat-ayat yang turun kepada Nabi Muhammad saw ketika beliau berada di Mina, Arafah, Hudaibiyah, dan sebagainya.
Kelebihan dari teori grafis ini adalah hasil rumusan pengertian makki dan madani ini jelas dan tegas. Kelemahannya dari teori geografis ini ialah rumusannya tidak bisa dijadikan patokan, batasan atau definisi, sebab rumusannya itu belum bisa mencakup seluruh ayat al-qur’an, karena tidak seluruh ayat al-Qur’an itu turun di makkah maupun madinah.
2.      Teori Mulaahazhah al-Mukhaathabiina Fi al-Nuzuli (Teori subjektif), yaitu teori yang berorientasi pada subjek siapa yang dikhitab/dipanggil dalam ayat. Jika subjeknya orang orang mekkah maka ayatnya dinamakan makkiyah. Dan jika subjeknya orang-orang Madinah maka ayatnya disebut Madaniyah.
Kelebihan dari teori subjektif ini ialah rumusannya lebih mudah dimengerti. Sebab dengan memakai kriteria khithab atau nida’ lebih tampak  dan lebih cepat dikenal. Tetapi kelemahan dari teori subjektif ini lebih banyak dari pada teori-teori yang lain. Sedikitnya teori ini mempunyai dua kelemahan yaitu sebagai berikut:
a)      Rumusan pengertiannya tidak dapat dijadikan batasan definisi, karena tidak bisa mencakup seluruh ayat al-Qur’an. Sebab dari seluruh ayat 6236 ayat itu, yang dimulai dengan nida’ (panggilan), hanya sekitar 511 ayat saja.
b)      Rumusan kriterianya juga tidak dapat berlaku secara menyeluruh, bahwa semua ayat yang dimulai dengan “yaa ayyuha al-Naasu” itu pasti Makkiyah, dan seluruh ayat yang dimulai : “yaa ayyuha al-ladzina Amanu” itu tentu Madaniyah.
3.      Teori Mulahazhatu zamaani al-Nuzuuli (teori historis), yaitu teori yang berorientasi pada sejarah waktu turunnya al-Qur’an. Yang dijadikan tonggak sejarah oleh teori ini ialah hijrah Nabi Muhammad saw dari Mekkah dan Madinah.
Kelebihan dari teori historis ini, dinilai para ulama sebagai teori yang benar, baik dan selamat. Sebab, rumusan teori ini mencakup keseluruhan ayat al-Qur’an, sehingga dapat dijadikan batasan/definisi. Hamper tidak ada seorang pun yang menilai teori historis ini jelek atau lemah, semua memuji dan hanya menyebutkan kelebihan-kelebihannya. Meskipun kadang teori ini mengakibatkan kejanggalan-kejanggalan. Sebab, beberapa ayat al-Qur’an yang nyata-nyata turun di Mekkah, tetapi hanya karena turunnya itu setelah hijrah, lalu tetap dianggap Madaniyah.
4.      Teori Mulahazhatu Ma Tadhammanat As-Suuratu (teori content analysis), yaitu suatu teori yang mendasarkan kriteria dalam membedakan Makkiyah dan Madaniyah kepada isi dari ayat/surah yang bersangkutan.
Kelebihan dari teori content analysis ini adalah bahwa kriterianya jelas, sehingga mudah difahami, sebab gampang dilihat orang. Orang tinggal melihat saja tanda-tanda tertentu itu, Nampak atau tidak  dalam sesuatu surah/ayat, sehingga dengan demikian dia mudah menentukannya.
Kelemahannya, pelaksanaan pembedaan Makkiyah dan Madaniyah menurut teori ini tidak praktis. Sebab, orang harus mempelajari isi kandungan masing-masing ayat dahulu, baru bisa mengetahui kriterianya/kategorinya.[2]

2.      Ciri-ciri surat makkiyah:
Surah makkiyah mempunyai beberapa ciri – cirri, diantaranya yaitu :
a.       Setiap surat yang didalamnya terdapat kalimat “kalla” adalah makkiyah. Kalimat “kalla” disebut 33 kali dalam 15 surat, semuanya dalam separuh terakhir al-Qur’an.
b.      Setiap surat yang didalamnya terdapat ayat-ayat sajadah, adalah makkiyah, ada 14 surat, yakni al-a’raf, ar-ra’d, an-nahl, al-isro, maryam,al-hajj (dua sajadah), al-Furqon, an-Naml, as-sajdah, al-fushilat, an-Najm, al-insyiqoq,al-‘alaq. Sedangkan mengenai surat shad, disunatkan sujud, namun tidak menjadi keharusan. Sebagian mereka menambahkan akhir surat al-hijr, sedang dalam ar-ra’d terdapat pendapat.
c.       Setiap surat yang dimulai dengan qasam (sumpah) ada 15 surat, yaitu : as-shaffat, az-zariat, at-thur, an-najm,al-mursalat, an-naziat, at-buruj, at-thoriq, al-fajr, as-syams, al-lail, adh-dhuha, at-tin, al-adiyat, al-ashr.
d.      Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf hijaiyah atau tahaji,seperti “alif lam mim dan “ha-mim” dalam hal ini terdapat dalam 29 surah yang 2 diantaranya adalah Madaniyah,  yaitu  surat al-baqarah dan ali imran, karena keduanya adalah madaniyah versi ijma, sedang pada surat ar-ra’d terdapat perbedaan pendapat.
e.       Setiap surat yang memuat “ yaa ayyuha-nnas atau yaa ayyuha al-kaafiruuna/yaa bani aadama” serta tidak memuat ‘ya ayyuha-lladzina amanu ” dalam hal ini terdapat 292 ayat. kecuali pada surat al-hajj yang diakhir surat memuatnya, namun ia tetap makkiyah.
f.       Semua surat yang menyebut cerita adam a.s  dan iblis maka ia adalah makkiyah, selain surat al-baqarah dan al-madaniyah. Contoh: yunus, hud, Ibrahim.
g.      Semua yang menyebut jaman lampau adalah makkiyah.[3]
h.      Terdapat cerita-cerita kemusyrikan dan penyembahan-penyembahan terhadap selain Allah SWT.
i.        Terdapat keterangan adat kebiasaan orang-orang kafir dan orang musyrik yang suka mencuri, merampok, membunuh, mengubur anak hidup-hidup dan sebagainya.
j.        Berisi penjelasan dengan bukti-bukti dan argumentasi dari alam ciptaan Allah SWT yang dapat menyadarkan orang-orang kafir untuk beriman kepada Allah SWT dan percaya kepada rasul, kitab-kitab, hari kiamat dan lain sebagainya.
k.      Berisi ajaran prinsip-prinsip akhlak yang mulia dan pranata social yang tinggi dengaln sangat mengagumkan sehingga menyebabkan orang benci kekafiran, kemusyrikan, kefasikan, kekasaran dan sebagainya,segingga menarik orang tersebut untuk dapat berakhlak mulia.
l.        Berisi nasihat - nasihat petunjuk dan ibarat - ibarat dari balik cerita, sehingga dapat  mengajak orang untuk tidak melakukan pembangkangan, kekafiran dan sebagainya.
m.    Surah atau ayat-ayatnya pendek karena menggunakan ijaaz (singkat-padat).[4]

3.      Ciri-ciri Madaniyah:
Surah madaniyah mempunyai ciri – ciri, diantaranya yaitu :
a)      Setiap surat yang di dalamnya terdapat kalimat-kalimat “ya ayyuhalladzina amanu” dan tidak terdapat kalimat “ya ayyuha-nnas”.
b)      Setiap surat yang didalamnya menyinggung (mengenai) orang-orang munafik.
c)      Setiap surat memuat batasan hukuman/penjelasan mengenai kewajiban/ibadah : shalat, puasa dan sebagainya.
d)     Semua surat yang menyebut “al-munafiqqin, maka ia adalah madaniyah selain surat al-ankabut”.
e)      Semua surat yang menyebut hukuman dan warisan adalah madaniyah.
f)       Berisi hukum-hukum pidana, hukum pencurian, perampokan, perzinaan dan sebagainya. Contoh: al-baqarah, an-nisa, al-maidah, asy-syura dan sebagainya.
g)      Berisi izin jihad fi sabilillah dan hukum-hukumnya . contoh: al-baqarah, al-anfal, at-taubah, dan al-hajj.
h)      Berisi hukum muamalah, munakahat, seperti : jual beli, talak dan nikah.
i)        Berisi hukum-hukum kemasyarakatan, kenegaraan, seperti: permusyawaratan, kepemimpinan, pergaulan dan sebagainya. Contoh: al-baqarah, ali imran, al-maidah dan sebagainya.
j)        Berisi dakwah atau seruan kepada orang-orang yahudi dan nasrani serta penjelasan penyimpangan yang dilakukan mereka. Seperti: al-baqarah, ali-imran, al-maidah dan sebagainya.
k)      Surah atau ayat-ayatnya panjang-panjang.[5]

4.      Macam-Macam Surat Makkiyah dan Madaniyah
Dalam penetapan macam-macam surat Makkiyah dan Madaniyah para ulama berbeda pendapat, hal ini dikarenakan adanya sebagian surat yang seluruh ayat-ayatnya Makkiyah atau Madaniyah dan ada sebagian surah lainnya yang tergolong Makkiyah atau Madaniyah yang tetapi didalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya. Sehingga dari segi Makkiyah dan Madaniyah maka surat-surat Al-Qur’an itu dibagi menjadi empat macam :
a.       Surah-surah Makkiyah Murni
Yaitu surah-surah Makkiyah yang seluruh ayat-ayatnya juga berstatus makkiyah semua, dan tidak ada satu pun yang madaniyah, surah-surah yang  berstatus makkiyah murni ini seluruhnya berjumlah 58 surah yang berisi 2074 ayat. Contohnya : surah alfatihah, yunus, ar-ra’du dan surah-surah lainnya yang pendek-pendek pada juz 30 kecuali surah an-nasr.
b.      Surah-surah Madaniyah murni
Yaitu surah-surah yang seluruh ayatnya berupa madaniyah semua dan tidak ada satupun surah makkiyah. Dalam hal ini terdapat 18 surah yang terdiri dari 737 ayat. Contohnya seperti: surah al-imron, an-nisa, an-nur, al-ahzab dan sebagainya.
c.       Surah-surah makkiyah yang berisi ayat madaniyah
Yaitu surah-surah yang sebagian besar didalamnya adalah ayat-ayat makkiyah dan selain itu terdapat sedikit ayat-ayat yang berstatus madaniyah.
Surah-surah tersebut terdapat 32 surah yang terdiri dari 2699 ayat. Contohnya: surah al-an’am, al-a’rof, hud, yusuf, Ibrahim, alwaqi’ah dan sebagainya.
d.      Surah-surah Madaniyah yang berisi ayat makkiyah
Yaitu surah-surah yang sebagian besar ayat-ayatnya berstatus madaniyah, surah-surah yang demikian berjumlah 6 surah yang terdiri dari 726 ayat yaitu pada surah-surah al-baqarah, al-maidah, al-anfal, at-taubah, al-hajj dan surah Muhammad atau surah al-qital.[6]

5.      Perbedaan antara ayat makkiyah dan madaniyah:
1.      Memperhatikan mukhaathab (lawan bicara yaitu lawan bicara rasul ialah mekkah memuat ya ayyuhan naas.
Bila orang madinah yaa ayyunal ladzina aamanuu, tapi ketentuan ini tidak berlaku selamanya karena pada surah , al-baqarah dan an-nisa keduanya terhadap ya ayyuha naas.
2.      Memperhatikan tempat turunnya
3.      Memperhatikan tempat turunnya.
Makki turun sebelum hijrah, walaupun tidak di mekah, madani setelah hijrah.[7]

6.      Metode Penetapan Makki dan Madani
Untuk menetapkan surah makki dan madani dapat dilakukan dengan 2 jalur yaitu:
1.      Jalur Sam’i
Yaitu dengan menyandarkan pada perkataan dari sahabat rasul saw yang shohih. Selain itu juga disandarkan pada perkataan tabi’in yang hidup pada waktu ayat tersebut turun dan menerimanya dari sahabat yang mereka mendengarkan cara turunnya, pendirian dan peristiwanya.
2.      Jalur Qiyas yang berbentuk ijtihad
Yaitu dengan mendasarkan pada kekhususan surah makkiyah dan kekhususan surah madaniyah. Contohnya: apabila ayat itu dimulai dengan yaa ayyuhannaas, maka ini diqiyas ijtihad yang sehingga dapat dikatakan semua surah yang memuat kalimat tersebut dan yang memuat kisah para nabi dan umat-umat dahulu adalah makkiyah.[8]

Selain itu Sam’ani sya’roni dalam bukunya menerangkan bahwa dasar-dasar penetapan Makkiyah dan Madaniyah adalah sebagai berikut :
1.      Dasar aghlabiyah (mayoritas), yakni kalau sesuatu surah itu mayoritas atau kebanyakan ayat-ayatnya adalah makkiyah, maka disebut sebagai surah makkiyah. Sebaliknya, jika surah itu adalah surah madaniyah, atau diturunkan sesudah Nabi hijrah ke Madinah, maka surah tersebut disebut surah Madaniyah.
2.      Dasar taba’iyah (kontinuitas), yakni kalau permulaan sesuatu surah itu didahului dengan ayat-ayat yang turun di Mekah mka disebut surah Makkiyah atau berstatus sebagai surah-surah Makkiyah. Begitu pula sebaliknya jika ayat-ayat pertama dari suatu surah itu diturunkan di Madinah atau yang berisi hukum-hukum syariat, maka surah tersebut dinamakan sebagai surah Madaniyah.[9]

7.      Manfaat mengetahui makkiyah dan madaniyah:
a)      Untuk mengetahui pembedaan nasikh dan mansukh, karena yang terakhir adalah nasikh bagi yang terdahulu.
b)      Merupakan bantuan dalam menafsirkan al-qur’an pengetahuan terhadap tempat turunnya ayat dapat membantu memahami maksud ayat, dan mengetahui ayat yang ditunjuk (madlul) serta isyarat-isyarat yang dikemukakan.
c)      Pengetahuan terhadap sejarah pembentukan hukum (Tarikh at-Tasyri’) dan fase-fase pembebanan (Tajridah) yang di iringi oleh keyakinan terhadap kenyataan bahwa fase-fase tersebut pasti berasal dari Tuhan yang maha tau, maha mengerti, maha gagah, maha bijak, maha pengasih lagi maha penyayang.
d)     Pemanfaatan terhadap gaya bahasa al-qur’an dalam mengajak kepada jalan Allah swt. Sebab (gaya bahasa al-qur’an) merupakan suatu gaya bahasa yang keras (sekaligus juga), lembut, rinci (maupun) global, memberikan optimisme kepada kebahagiaan/kebaikan, mengancam, menganjurkan, memberi peringatan, ringkas, penuh kekayaan bahasa, sesuai dengan kondisi lawan bicara.
e)      Mengetahkan sejarah Nabi dengan cara mengikuti jejak beliau di Mekah, serta sikap dalam berdakwah kondisi beliau di madinah dan sejarah dakwah beliau merupakan acuan para da’I dengan metode Nabi yang sangat  bijak dalam berdakwah.
f)       Menjelaskan tugas dan perhatian kaum muslimin terhadap Al-Qur’an, sehingga mereka merasa belum cukup jika hanya pada dataran menghafal teks Al-Qur’an. Bahkan mereka mengikuti tuntutan tempat turunnya ayat, mencari pengetahuan tentang yang turun sebelum dan sesudah hijrah, yang turun pada malam dan siang hari, pada musim dingin dan musim panas, dan mereka diikuti oleh orang yang mempelajari dan ilmu-ilmunya.[10]
g)      Mudah untuk mengetahui ayat-ayat yang hukum bacaannya telah di nasakh dan mana ayat-ayat yang menasakhkannya.[11]
h)        Ayat yang pertama turun
Ayat yang pertama turun ialah beberapa ayat pada permulaan surat al’alaq seperti yang diterangkan dalamv hadists Bukhori dan yang terakhir diturunkan adalah al-baqarah : 281
Ini adalah pendapat yang benar dan kuat menurut kesepakatan pra ulama yang tokohnya as-suyuti. Pendapat ini dikutip dari Abdullah bin Abbas yang diriwayatkan oleh Nasa’i dari  ikrimah dari Ibnu Abbas 9 hari setelah ayat ini turun Nabi Muhammad wafat tepat malam senin, 3 Rabi’ul awal.[12]
Sebagian ulama lain mengatakan bahwa ayat yang terakhir turun adalah al-ma’idah: 3. Yang berbunyi :

Artinya :
 “Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.

Akan tetapi ada yang mengatakan pendapat ini tak benar karena ayat tersebut diturunkan pada waktu Rasul SAW melaksanakan haji wada’, tepat ketika wukuf di arafah, setelah 81 hari turun surah al-baqarah 281 sebelum rasul wafat.
Dalil yang meneguhkan bahwa al-maidah adalah surat yagn terakhir turun adalah hadits yang diriwayatkan dalam shahih Bukhari, yaitu bahwa salah seorang yahudi pernah menghadap  Umar Ibnu Khattab dan berkata: Hai Amirul Mukmin, ada sebuah ayat dalam kitabmu yang kalau diturunkan kepada kami golongan yahudi, niscaya hari turunnya dan umar bertanya: ayat manakah yang anda maksudkan? Lalu ia menjawab: al-ma’idah ayat 3.
Surat al-maidah diteguhkan sebagai surat yang terakhir diturunkan karena menunjukkan bahwa agama islam telah lengkap dan sempurna.[13]


DAFTAR PUSTAKA


Ar-Rumi, Fahd bin Abdurrahman. 1996. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Titian ilahi.
Ash-Shaabuuniy, Muhammad Ali. 1991. Ulumul  Qur’an. Bandung : Pustaka Setia.
Masyhur, Kahar. 1992. Pokok-pokok Ulumul Qur’an. Jakarta: Rieneka Cipta.
Sya’roni, Sam’ani. 2010. Tafkirah Ulumul Al-Qur’an. Tanpa Kota : Alghotasi Putra.
Anas, Idhoh. 2008. Kaidah-Kaidah Ulumul Qur’an. Pekalongan : Al-asri.



[1] Idhoh Anas,  Kaidah-Kaidah Ulumul Qur’an  ( Pekalongan : Al-asri, 2008), Hal.
[2] Sam’ani Sya’roni, Tafkirah Ulumul Al-Qur’an ( Tanpa Kota : Alghotasi Putra, 2010), Hal. 55-62
[3] Idhoh Anas, kaidah-kaidah Ulumul Qur’an…
[4] Sam’ani Sya’roni, Op.Cit hal. 66
[5] Ibid. hal. 67
[6] Ibid. hal. 68-69
[7] Kahar Masyhur, pokok-pokok Ulumul Qur’an ( Jakarta: Rieneka Cipta, 1992), Hal.75
[8] Ibid. hal.72
[9] Opcit. Sam’ani Sya’roni. Hal. 70
[10] Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an ( Yogyakarta : Titian ilahi, 1996 ), hal
[11] Sam’ani Sya’roni,.Op.cit.hal  70
[12] Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Ulumul  Qur’an ( Bandung : Pustaka Setia, 1991), hal 29 - 30
[13] Ibid, hal 31 - 32