Thursday, May 24, 2012

Urgensi Metode Dakwah dalam Mensyiarkan Ajaran Islam di Zaman Modern

Manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah di atas makhluk yang lain, dititahkan sebagai khalifah Allah dalam kehidupan di muka bumi ini. Pengertian khalifah atau pengganti, berfungsi penegasan dan pembebanan (taklif) kepada manusia untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan di dunia ini. Dalam hal ini manusia dibekali potensi dan kekuatan fisik dan kekuatan berfikir. Manusia diberi kemampuan menggunakan akal pikiran secara penuh.
Manusia oleh karenanya dalam kehidupan sosial dituntut dan bertanggungjawab untuk mengajak mengerjakan ma’ruf sekaligus meninggalkan kemungkaran. Ini berarti manusia tidak bisa terlepas dari fungsi dakwah. Bahwa dakwah mempunyai relevansi sepanjang masa, karena manusia hidup tidak bisa lepas dari nafsu dan berbagai kecenderungan negatifnya.[1]
Islam adalah agama yang memandang setiap penganutnya sebagai dai bagi dirinya sendiri dan orang lain. Karena Islam tidak menganut adanya hierarki religius, setiap Muslim bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri di hadapan Allah. Namun demikian, karena ajaran Islam bersifat universal dan ditujukan kepada seluruh umat manusia, kaum Muslim memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa ajarannya sampai kepada seluruh manusia di sepanjang sejarah.
Dalam bahasa Islam, tindakan menyebarkan dan mengomunikasi-kan pesan-pesan Islam ini merupakan esensi dakwah. Dakwah adalah istilah teknis yang pada dasarnya dipahami sebagai upaya untuk mengimbau orang lain ke arah Islam.
Kewajiban berdakwah merupakan perintah yang ditetapkan bagi kaum beriman sejak awal masa kenabian Muhammad Saw. Allah memerintahkan Nabi Muhammad Saw., untuk mulai berdakwah sejak tahun-tahun awal kerasulannya, dan perintah ini kemudian diluaskan kepada seluruh pengikutnya. Aktivitas dakwah, karenanya bukanlah tugas yang harus diemban oleh sekelompok pendakwah profesional atau aktivitas paro-waktu semata. Setiap Muslim baik yang berpendidikan maupun tidak memiliki tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dakwah, tanggung jawab itu lebih besar lagi bagi orang yang berilmu dan arif. [2]
Dakwah ibarat lentera kehidupan, yang memberi cahaya dan menerangi hidup manusia dari nestapa kegelapan. Tatkala manusia dilanda kegersangan spiritual, dengan rapuhnya akhlak, maraknya korupsi, kolusi dan manipulasi, dakwah diharapkan mampu memberi cahaya terang. Maraknya berbagai ketimpangan, kerusuhan, kecurangan dan sederet tindakan tercela lainnya, disebabkan terkikisnya nilai-nilai agama dalam diri manusia. Tidak berlebihan jika dakwah merupakan bagian yang cukup penting bagi umat saat ini.
Berhasilnya suatu dakwah mencapai sasaran, apabila juru dakwah juga menjalankan moral dan etika Islam, yang ditunjukkan oleh kadar keimanan dan ketaqwaannya secara secara konkrit dalam kehidupan sehari-hari. Moral dan etika pada hakikatnya bukanlah sesuatu yang dipaksakan dari luar, melainkan hadir dari dalam kesadaran diri atas dasar sistem nilai yang ditentukan oleh pengalaman batin dan akar budaya seseorang di suatu lingkungan masyarakat.[3]


[1] Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, (Yogyakarta: LKIS, 1994), hal.111-112
[2] Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, ( Bandung: Mizan, 1999), Cet. VII, hal. 252-253
[3] Hamdan Daulay, Dakwah Di Tengah Persoalan Budaya dan Politik, (Yogyakarta: LESFI, 2001), hal. 3-4