Monday, August 13, 2012

Keistimewaan Lailatul Qadar



A. Pendahuluan

Allah SWT berfirman:

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ )1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu, malaikat-malaikat dan malaikat Jibril turun dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) dengan kesejahteraan sampai fajar terbit.” (QS. Al-Qadar: 1-5)
Lailatul Qadar inilah malam penuh keistimewaan yang sangat dinanti-nantikan setiap mukmin yang berbuasa. Kehadirannya ditunggu-tunggu setiap tahun menjelang akhir-akhir masa ramadhan. Ibadah-ibadah yang dilaksanakan bertepatan dengan Lailatul Qadar akan memiliki nilai yang sama dengan ibadah-ibadah yang dikerjakan selama seribu bulan. Dengan demikian, dapat dikatakan siapa saja yang mendapatkan Lailatul Qadar di bulan ramadhan sedangkan ia menjalankan ibadah kepada Allah maka ia sebenarnya telah memperoleh pengalaman ruhani yang tak terhingga nilai harganya selama seribu bulan atau lebih 80 tahun.
B. Pengertian Lailatul Qadar
Lailatul Qadar terdiri dari dua kata, yaitu layl yang berarti malam, sedangkan al-qadr memiliki beberapa arti. Pertama, al-qadr berarti penetapan dan pengaturan. Dalam hal ini, lailatul qadar mempunyai pengertian sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pada Lailatul Qadar ini, Al-Qur’an turun kepada Nabi Muhammad sebagai penetapan dan pengaturan bagi kehidupan manusia. Al-Qur’an menjadi pengatur atau pembeda jalan kebenaran dan kesesatan. Kedua, al-qadr berarti kemuliaan. Dengan demikian, Lailatul Qadar diartikan sebagai malam kemuliaan, karena didalam Al-Quran diturunkan dan menjadi titik langkah dari segala kemuliaan yang dapat diraih manusia. Melalui Al-Quran, kita dapat memperoleh kemuliaan di dunia dan akhirat. Ketiga, al-qadr berarti sempit. Jadi, Lailatul Qadar diartikan sebagai malam yang sempit. Sebab pada malam itu para malaikat turun berbondong-bondong ke bumi dengan izin Allah untuk membawa wahyu-wahyu Allah.
Ketiga arti lailatul qadar di atas semakin mempertegas, bahwa malam itu adalah malam penetapan perjalanan sejarah manusia yang penuh kemuliaan, dan dimeriahkan oleh turunnya para malaikat ke bumi, sekaligus juga turunnya Al-Quran yang menjadi pedoman langkah hidup manusia sepanjang sejarahnya.
C. Keistimewaan
Dalam Al-Qur'an, tepatnya Surat Al-Qadar malam ini dikatakan memiliki nilai lebih baik dari seribu bulan (97:1), Pada malam ini juga dikisahkan Al-Qur'an diturunkan, seperti dikisahkan pada surat Ad-Dukhan ayat 3-6:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4) أَمْرًا مِّنْ عِندِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ (5) رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ(6)


Artinya:

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul. Sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,
D. Waktu
Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada 10 malam terakhir bulan Ramadan, hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah yang mengatakan : " Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf di sepuluh hari terkahir bulan Ramadan dan beliau bersabda, yang artinya: "Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Romadhon" " (HR: Bukhari dan Muslim)
Hadits-Hadits tentang menghidupkan sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ جَمِيعًا عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي يَعْفُورٍ عَنْ مُسْلِمِ بْنِ صُبَيْحٍ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ                                                               
"Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali dan Ibnu Abu Umar semuanya dari Ibnu Uyainah - Ishaq berkata- telah mengabarkan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Abu Ya'fur dari Muslim bin Shubaih dari Masruq dari Aisyah radliallahu 'anha, ia berkata; Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memasuki sepuluh terakhir (Ramadlan), maka beliau menghidupkan malam-malamnya (dengan qiyamullail) dan membangunkan keluarganya serta mengencangkan ikatan kainnya (menjauhi isterinya untuk lebih konsentrasi beribadah)."(Hadits Riwayat Imam Muslim No. 2008)"
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَأَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ كِلَاهُمَا عَنْ عَبْدِ الْوَاحِدِ بْنِ زِيَادٍ قَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ عَنْ الْحَسَنِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ يَقُولُ سَمِعْتُ الْأَسْوَدَ بْنَ يَزِيدَ يَقُولُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ                                    
"Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dan Abu Kamil Al Jahdari keduanya dari Abdul Wahid bin Ziyad - Qutaibah berkata- Telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid dari Al Hasan bin Ubaidullah ia berkata, saya mendengar Ibrahim berkata; saya mendengar Al Aswad bin Yazid berkata, Aisyah berkata; "Pada sepuluh terakhir bulan Ramadlan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lebih giat beribadah melebihi hari-hari selainnya."(Hadits Riwayat Imam Muslim No. 2009)"
E. Tanda-tanda Lailatul Qadar
Diantara kita mungkin pernah mendengar tanda-tanda malam lailatul qadar yang telah tersebar di masyarakat luas. Sebagian kaum muslimin awam memiliki beragam khurofat dan keyakinan bathil seputar tanda-tanda lailatul qadar, diantaranya: pohon sujud, bangunan-bangunan tidur, air tawar berubah asin, anjing-anjing tidak menggonggong, dan beberapa tanda yang jelas bathil dan rusak. Maka dalam masalah ini keyakinan tersebut tidak boleh diyakini kecuali berdasarkan atas dalil, sedangkan tanda-tanda di atas sudah jelas kebathilannya karena tidak adanya dalil baik dari al-Quran ataupun hadist yang mendukungnya. Lalu bagaimanakah tanda-tanda yang benar berkenaan dengan malam yang mulia ini ?
Nabi SAW pernah mengabarkan kita di beberapa sabda beliau tentang tanda-tandanya, yaitu:
      1.            Udara dan suasana pagi yang tenang
Ibnu Abbas radliyallahu’anhu berkata: Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Lailatul qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah” (Hadist hasan)
      2.            Cahaya mentari lemah, cerah tak bersinar kuat keesokannya
Dari Ubay bin Ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Keesokan hari malam lailatul qadar matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan” (HR Muslim)
      3.            Terkadang terbawa dalam mimpi
Seperti yang terkadang dialami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum
      4.            Bulan nampak separuh bulatan
Abu Hurairoh radliyallahu’anhu pernah bertutur: Kami pernah berdiskusi tentang lailatul qadar di sisi Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, beliau berkata,
“Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.” (HR. Muslim)
      5.            Malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)
Sebagaimana sebuah hadits, dari Watsilah bin al-Asqo’ dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
“Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)” (HR. at-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/59 dengan sanad hasan)
      6.            Orang yang beribadah pada malam tersebut merasakan lezatnya ibadah, ketenangan hati dan kenikmatan bermunajat kepada Rabb-nya tidak seperti malam-malam lainnya.