Penilaian
Kepribadian
A. Hakikat Penilaian
Penilaian
atau evaluasi secara bahasa berasal dari kata nilai atau value. Dalam hal ini
secara bahasa indonesia kata penilaian mempunyai tambahan pe-an sehingga
berubah menjadi kata kerja atau suatu proses kegiatan yang mempunyai dasar atau
patokan sebagai batas kesempurnaan nilai atau biasanya disebut dengan indikator
penilaian.
Sedangkan
secara istilah, banyak ilmuan yang memberikan definisi, seperti:
Sudjana mengatakan: ”penilaian
adalah proses memberikan atau menentukan
nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.”[1]
Artinya penilaian merupakan penyesuaian suatu tingkah laku yang timbul dengan
patokan-patokan yang dijadikan standar penilaian.
Proses
pembelajaran selalu melibatkan guru dan siswa sehingga pada penilaiannya juga
harus mencakup keduanya yang berkaitan.
Penilaian tersebut dalam pembelajaran dibagi menjadi 2 yaitu penilaian hasil
belajar dan penilaian proses belajar.
Menurut
sudjana, penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap
hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Sedangkan
penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan
pengajaran.
Dalam
suatu pembelajaran guru dan siswa saling
berinteraksi dan terjadi suatu perubahan. Seperti perubahan non-fisik, yang
meliputi: perubahan sikap, pengetahuan maupun kecakapan. Dan menurut Widoyoko
perubahan ini dapat dibedakan menjadi 2, yaitu “output (kecakapan yang dikuasai siswa yang segera dapat diketahui
setelah mengikuti serangkaian proses pembelajaran dan bersifat jangka pendek)
dan outcome (prestasi sosial siswa
dalam masyarakat atau bersifat jangka panjang) yang keduanya merupakan hasil
dari proses pembelajaran. [2]
Penilaian
merupakan suatu kegiatan yang penting dalam proses pembelajaran karena secara
umum penilaian mempunyai fungsi besar terhadap keberlangsungan pembelajaran.
Dengan melakukan penilaian guru dapat mengetahui sudah sejauh mana keberhasilan
proses pembelajaran yang dilakukannya dan kemampuan yang sudah dicapai oleh
siswanya.
Penilaian
dalam proses pembelajaran diharuskan dapat mengukur 3 ranah sebagaimana jika
kita menggolongkan tujuan yang ada pada pendidikan nasional, yaitu hebat dalam
head/kognitif (kecerdasan otak), Heart (berkepribadian luhur dan kecerdasan
spiritual), serta Hand (keterampilan yang menekankan pada gerakan otot).[3]
Ketiga
ranah diatas dalam dunia pendidikan sering disebut dengan ranah kognitif,
psikomotorik dan ranah afektif. Bloom merupakan ahli evaluasi mencoba
menggolong-golongkan ketiga ranah ini dengan nama taksonomi bloom. Dan dalam
setiap ranahnya mempunyai tingkatan-tingkatan sendiri yang dapat menunjukkan
tingginya kemampuan yang dicapai oleh siswa.
Ranah-ranah tersebut dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
Ranah kognitif
Pada ranah ini menunjukkan
tingkat kecerdasan seorang siswa dari yang paling rendah sampai yang paling
tinggi. Tingkatan tersebut meliputi: knowledge, pemahaman, Penerapan, Analisis, sintesis dan evaluasi.
Ranah psikomotorik
Pada ranah ini menunjukkan
tingkat keterampilan siswa, yang meliputi: pengamatan, peniruan, pembiasaan dan
penyesuaian.
Ranah afektif
Pada ranah ini menunjukkan
kemampuan siswa dalam hal tingkah laku/ sikap dan perasaan hati/emosi siswa. Jenjangnya
meliputi: penerimaan, menanggapi, penanaman nilai, pengorganisasian dan
karakterisasi.[4]
Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa penilaian harus dapat mengukur 3 ranah
di atas. Dan untuk mengukur ketiga ranah tersebut memiliki metode yang berbeda-beda.
Pada kali
ini, penulis ingin membahas mengenai penilaian afektif atau penilaian yang
bersangkutan dengan kepribadian siswa beserta metode penilaiannya. Sebelum
membahas hal tersebut, terlebih dahulu akan kami jelaskan mengenai penilaian
kepribadian.
Setelah
memahami pengertian penilaian secara umum seperti yang sebelumnya dijelaskan di
atas. Sekarang kita akan menuju pada pengertian penilaian kepribadian atau
penilaian dari aspek afektif.
B. Kepribadian
Kepribadian
atau personality merupakan hal yang sangat penting dalam diri manusia. Sehingga
tidaklah heran jika aspek kepribadian selalu diutamakan dalam setiap tujuan
pembelajaran. Apalagi akhir-akhir ini seiring dengan adanya kemerosotan moral
dan banyak penyimpangan terhadap nilai-nilai masyarakat dan agama yang
dilakukan oleh para pelajar mulai dari siswa sampai dengan mahasiswa.
Berdasarkan
fenomena tersebut, akhirnya pemerintah mengambil tindakan untuk lebih
mencanangkan dan mempertegas lagi penanaman pribadi mulia pada para pelajar
melalui berbagai kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan siswa.
Banyak
ahli yang mendefinisikan konsep kepribadian, akan tetapi definisi-definisi yang
mereka ungkapkan nampaknya masih belum secara tegas dan searah dengan pandangan
yang lain. Untuk memudahkan pemahaman mengenai kepribadian berikut akan
dijelaskan pengertian kepribadian dari berbagai ahli, sebagai berikut:
Allport dalam bukunya Zuriah
mengatakan bahwa “Kepribadian adalah organisasi dinamis sistem psikofisikal
dalam diri seorang individu yang menentukan karakteristik perilaku dan
pikirannya.”
Lebih jelasnya lagi zuriah menjelaskan:
Organisasi disini
diartikan sebagai susunan kepribadian dengan inti konsep diri atau ego yang
berkaitan dengan watak-watak lainnya sehingga tercipta pola kepribadian.
Sedangkan kata dinamis diartikan menunjukkan adanya perkembangan atau perubahan
kepribadian secara konstan dari waktu ke waktu dan dari situasi ke situasi
lainnya. Dan psikofisikal berarti fisik atau badan dipengaruhi oleh keadaan psikis yang dapat berupa
kebiasaan, sikap, emosi, dorongan dan keyakinan. Kata menentukan disini berarti
menekankan peran dorongan atau motivasi dari sistem psikofisikal yang
tersembunyi dalam diri seseorang yang dapat menggerakkan sikap, emosi, dan
sebagainya sehingga melakukan tindakan setelah memperoleh stimulus atau
rangsangan.[5]
Mengenai
pengertian kepribadian yang dikemukakan Allport, ada juga yang mencoba
menjelaskan makna kepribadiannya tersebut. Nurkancana mengungkapkan bahwa
“Kepribadian yang dikemukakan oleh Allport itu mengandung arti mencakup
keseluruhan aspek dari seseorang baik fisik maupun psikisnya.[6]”
Dengan demikian penilaian kepribadian yang dilakukan oleh seorang guru harus
mencakup penilaian fisik dan juga psikis.
C.
Aspek-aspek kepribadian
Kepribadian sering juga diartikan karakter. Abdullah
Munir menyatakan: “Karakter bagaikan sebuah ukiran, sebuah ukiran selalu
melekat pada benda yang ditempelkannya.”[7] Dan
sebuah ukiran sangat sulit untuk dihapus bahkan tidak dapat aus termakan waktu.
Artinya sebuah karakter yang ada pada diri seseorang sangat sulit untuk dirubah
atau dihilangkan.
Sedangkan Allport mengatakan lebih lengkapnya bahwa
karakter merupakan bagian dari kepribadian, artinya ada beberapa aspek lain
yang merupakan kepribadian seseorang. Aspek-aspek tersebut digolongkan menjadi
dua yaitu fisik yang berupa bentuk muka, bentuk anggota tubuh dan konstitusi
tubuh. Dan psikis yang berupa temperamen, disposisi dan karakter.
Berbeda lagi dengan Thorndike yang mengatakan bahwa
aspek kepribadian pada seseorang meliputi: temperamen, karakter, penyesuaian,
minat dan sikap. Dengan demikian pembagian aspek-aspek kepribadian yang
dikemukakan oleh keduanya hampir sama akan tetapi lebih rinci menurut
Thorndike. Dan konsep kepribadian yang dinyatakan oleh Abdullah munir juga
sedikit menguatkan bahwa kepribadian juga dapat disebut dengan karakter hal ini
karena karakter merupakan bagian dari kepribadian sehingga keduanya saling
berkaitan. Begitu pula dengan aspek-aspek kepribadian yang lain.
Sebagai salah satu aspek kepribadian ini, karakter
juga terbagi menjadi beberapa macam seperti : tindakan hormat, disiplin,
santun, jujur dan sebagainya.
D.
Penilaian kepribadian
Pentingnya pendidikan karakter ini menjadi suatu
keharusan bagi lembaga pendidikan untuk memasukkannya ke dalam kurikulum
sekolah. Hal ini sebagai salah satu cara agar dapat mencapai tujuan pendidikan
nasional yaitu mencetak generasi yang berkpribadian luhur. Dan sejalan dengan
ini pemerintah juga telah mengatur indikator pendidikan karakter ini yang tidak
menyimpang atau searah dengan tujuan pendidikan nasional UU No 20 tahun 2003 pasal
3 yang berbunyi:
“Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Pendidikan karakter pada sebuah lembaga pendidikan
khususnya lembaga pendidikan berbasis agama. Sebenarnya sudah terkandung dalam
materi-materi pelajaran agama yang diajarkan di sekolah tersebut. Akan tetapi
pada kenyataannya meskipun penanaman karakter sudah dilakukan dengan cara
memasukkannya ke dalam materi pelajaran, masih saja banyak siswa yang belum
dapat mencerminkan karakter tersebut. Menurut mawardi hal ini terjadi karena
proses pendidikan karakter masih pada taraf kognitif atau masih berupa teori
saja.[8]
Apalagi untuk cara penilaiannya juga sulit.
Pelaksanaan kurikulum pendidikan karakter dalam
pelaksanaannya mengharuskan adanya penilaian. Karena pada hakikatnya penilaian
karakter pada mahasiswa mempunyai fungsi yang sangat penting bagi
keberlangsungan pendidikan karakter itu sendiri. pelaksanaan penilaian karakter
atau kepribadian pada mahasiswa mempunyai beberapa fungsi, diantaranya sebagai
berikut:
- Untuk mengukur kemajuan dan perkembangan kemampuan mahasiswa dalam bertingkah laku.
- Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran penanaman karakter pada mahasiswa.
- Untuk memperbaiki kelemahan yang ada pada pelaksanaan kurikulum pendidikan karakter.
E.
Metode penilaian kepribadian
Penilaian dalam pembelajaran biasanya dapat
dilakukan dengan cara tes dan non tes. Sedangkan penilaian karakter atau
kepribadian mahasiswa yaitu dapat dilakukan dengan non tes yang misalnya
melihat cara mereka berkomunikasi atau observasi seperti kesantunan berbahasa
mereka, mimik dan sebagainya.
Selama ini banyak guru yang mengeluhkan kesulitan
mereka untuk melakukan penilaian kepribadian karena selain butuh ketlatenan
juga butuh kesabaran untuk melakukannya. Hal ini karena kepribadian seseorang
tidak dapat dengan mudah dinilai dengan waktu yang singkat.
Thorndike mengemukakan empat macam metode yang dapat
digunakan untuk menilai kepribadian seseorang. Keempat cara tersebut, antara
lain:
- Metode self deskriptive seperti autobiografi, interview langsung, angket langsung, dan inventori.
- Metode biografi seperti interview tak langsung, angket tak langsung, cumulative record dan case study.
- Metode observasi (pengamatan), dan
- Metode proyektif
[1] Nana Sudjana, Penilaian hasil proses belajar Mengajar (
Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm. 3
[2] Eko Putro
Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 25-28
[3] Penjelasan
Muh. Muslih dalam perkuliahan Evaluasi Pendidikan, Kamis, 16 Februari 2012
[4] E. Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 139-141
[5] Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam
Perspektif Perubahan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.143
[6] Wayan
Nurkancana & Sunarta, Evaluasi
Pendidikan (Suarabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 297
[7] Abdullah Munir,
Pendidikan karakter (Yogyakarta:Pedagogia, 2010), hlm. 8
[8] Mawardi lubis,
Evaluasi Pendidikan Nilai (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 54