Sunday, November 11, 2012

Penilaian Kepribadian

Penilaian Kepribadian

A. Hakikat Penilaian

Penilaian atau evaluasi secara bahasa berasal dari kata nilai atau value. Dalam hal ini secara bahasa indonesia kata penilaian mempunyai tambahan pe-an sehingga berubah menjadi kata kerja atau suatu proses kegiatan yang mempunyai dasar atau patokan sebagai batas kesempurnaan nilai atau biasanya disebut dengan indikator penilaian.
Sedangkan secara istilah, banyak ilmuan yang memberikan definisi, seperti:
Sudjana mengatakan: ”penilaian adalah proses memberikan  atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.”[1] Artinya penilaian merupakan penyesuaian suatu tingkah laku yang timbul dengan patokan-patokan yang dijadikan standar penilaian.
Proses pembelajaran selalu melibatkan guru dan siswa sehingga pada penilaiannya juga harus mencakup  keduanya yang berkaitan. Penilaian tersebut dalam pembelajaran dibagi menjadi 2 yaitu penilaian hasil belajar dan penilaian proses belajar.
Menurut sudjana, penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Sedangkan penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran.
Dalam suatu pembelajaran  guru dan siswa saling berinteraksi dan terjadi suatu perubahan. Seperti perubahan non-fisik, yang meliputi: perubahan sikap, pengetahuan maupun kecakapan. Dan menurut Widoyoko perubahan ini dapat dibedakan menjadi 2, yaitu “output (kecakapan yang dikuasai siswa yang segera dapat diketahui setelah mengikuti serangkaian proses pembelajaran dan bersifat jangka pendek) dan outcome (prestasi sosial siswa dalam masyarakat atau bersifat jangka panjang) yang keduanya merupakan hasil dari proses pembelajaran. [2]
Penilaian merupakan suatu kegiatan yang penting dalam proses pembelajaran karena secara umum penilaian mempunyai fungsi besar terhadap keberlangsungan pembelajaran. Dengan melakukan penilaian guru dapat mengetahui sudah sejauh mana keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukannya dan kemampuan yang sudah dicapai oleh siswanya.
Penilaian dalam proses pembelajaran diharuskan dapat mengukur 3 ranah sebagaimana jika kita menggolongkan tujuan yang ada pada pendidikan nasional, yaitu hebat dalam head/kognitif (kecerdasan otak), Heart (berkepribadian luhur dan kecerdasan spiritual), serta Hand (keterampilan yang menekankan pada gerakan otot).[3]
          Ketiga ranah diatas dalam dunia pendidikan sering disebut dengan ranah kognitif, psikomotorik dan ranah afektif. Bloom merupakan ahli evaluasi mencoba menggolong-golongkan ketiga ranah ini dengan nama taksonomi bloom. Dan dalam setiap ranahnya mempunyai tingkatan-tingkatan sendiri yang dapat menunjukkan tingginya kemampuan yang dicapai oleh siswa.  Ranah-ranah tersebut dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

Ranah kognitif

Pada ranah ini menunjukkan tingkat kecerdasan seorang siswa dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Tingkatan tersebut meliputi:  knowledge, pemahaman, Penerapan, Analisis, sintesis dan evaluasi.

Ranah psikomotorik

Pada ranah ini menunjukkan tingkat keterampilan siswa, yang meliputi: pengamatan, peniruan, pembiasaan dan penyesuaian.

Ranah afektif

Pada ranah ini menunjukkan kemampuan siswa dalam hal tingkah laku/ sikap dan perasaan hati/emosi siswa. Jenjangnya meliputi: penerimaan, menanggapi, penanaman nilai, pengorganisasian dan karakterisasi.[4]

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa penilaian harus dapat mengukur 3 ranah di atas. Dan untuk mengukur ketiga ranah tersebut memiliki metode yang berbeda-beda.
Pada kali ini, penulis ingin membahas mengenai penilaian afektif atau penilaian yang bersangkutan dengan kepribadian siswa beserta metode penilaiannya. Sebelum membahas hal tersebut, terlebih dahulu akan kami jelaskan mengenai penilaian kepribadian.
Setelah memahami pengertian penilaian secara umum seperti yang sebelumnya dijelaskan di atas. Sekarang kita akan menuju pada pengertian penilaian kepribadian atau penilaian dari aspek afektif.

B. Kepribadian
          Kepribadian atau personality merupakan hal yang sangat penting dalam diri manusia. Sehingga tidaklah heran jika aspek kepribadian selalu diutamakan dalam setiap tujuan pembelajaran. Apalagi akhir-akhir ini seiring dengan adanya kemerosotan moral dan banyak penyimpangan terhadap nilai-nilai masyarakat dan agama yang dilakukan oleh para pelajar mulai dari siswa sampai dengan mahasiswa.
Berdasarkan fenomena tersebut, akhirnya pemerintah mengambil tindakan untuk lebih mencanangkan dan mempertegas lagi penanaman pribadi mulia pada para pelajar melalui berbagai kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan siswa.
Banyak ahli yang mendefinisikan konsep kepribadian, akan tetapi definisi-definisi yang mereka ungkapkan nampaknya masih belum secara tegas dan searah dengan pandangan yang lain. Untuk memudahkan pemahaman mengenai kepribadian berikut akan dijelaskan pengertian kepribadian dari berbagai ahli, sebagai berikut:
Allport dalam bukunya Zuriah mengatakan bahwa “Kepribadian adalah organisasi dinamis sistem psikofisikal dalam diri seorang individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya.”
Lebih jelasnya lagi zuriah menjelaskan:
Organisasi disini diartikan sebagai susunan kepribadian dengan inti konsep diri atau ego yang berkaitan dengan watak-watak lainnya sehingga tercipta pola kepribadian. Sedangkan kata dinamis diartikan menunjukkan adanya perkembangan atau perubahan kepribadian secara konstan dari waktu ke waktu dan dari situasi ke situasi lainnya. Dan psikofisikal berarti fisik atau badan dipengaruhi  oleh keadaan psikis yang dapat berupa kebiasaan, sikap, emosi, dorongan dan keyakinan. Kata menentukan disini berarti menekankan peran dorongan atau motivasi dari sistem psikofisikal yang tersembunyi dalam diri seseorang yang dapat menggerakkan sikap, emosi, dan sebagainya sehingga melakukan tindakan setelah memperoleh stimulus atau rangsangan.[5]
Mengenai pengertian kepribadian yang dikemukakan Allport, ada juga yang mencoba menjelaskan makna kepribadiannya tersebut. Nurkancana mengungkapkan bahwa “Kepribadian yang dikemukakan oleh Allport itu mengandung arti mencakup keseluruhan aspek dari seseorang baik fisik maupun psikisnya.[6]” Dengan demikian penilaian kepribadian yang dilakukan oleh seorang guru harus mencakup penilaian fisik dan juga psikis.

C. Aspek-aspek kepribadian
Kepribadian sering juga diartikan karakter. Abdullah Munir menyatakan: “Karakter bagaikan sebuah ukiran, sebuah ukiran selalu melekat pada benda yang ditempelkannya.”[7] Dan sebuah ukiran sangat sulit untuk dihapus bahkan tidak dapat aus termakan waktu. Artinya sebuah karakter yang ada pada diri seseorang sangat sulit untuk dirubah atau dihilangkan.
Sedangkan Allport mengatakan lebih lengkapnya bahwa karakter merupakan bagian dari kepribadian, artinya ada beberapa aspek lain yang merupakan kepribadian seseorang. Aspek-aspek tersebut digolongkan menjadi dua yaitu fisik yang berupa bentuk muka, bentuk anggota tubuh dan konstitusi tubuh. Dan psikis yang berupa temperamen, disposisi dan karakter.
Berbeda lagi dengan Thorndike yang mengatakan bahwa aspek kepribadian pada seseorang meliputi: temperamen, karakter, penyesuaian, minat dan sikap. Dengan demikian pembagian aspek-aspek kepribadian yang dikemukakan oleh keduanya hampir sama akan tetapi lebih rinci menurut Thorndike. Dan konsep kepribadian yang dinyatakan oleh Abdullah munir juga sedikit menguatkan bahwa kepribadian juga dapat disebut dengan karakter hal ini karena karakter merupakan bagian dari kepribadian sehingga keduanya saling berkaitan. Begitu pula dengan aspek-aspek kepribadian yang lain.
Sebagai salah satu aspek kepribadian ini, karakter juga terbagi menjadi beberapa macam seperti : tindakan hormat, disiplin, santun, jujur dan sebagainya.

D. Penilaian kepribadian
Pentingnya pendidikan karakter ini menjadi suatu keharusan bagi lembaga pendidikan untuk memasukkannya ke dalam kurikulum sekolah. Hal ini sebagai salah satu cara agar dapat mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu mencetak generasi yang berkpribadian luhur. Dan sejalan dengan ini pemerintah juga telah mengatur indikator pendidikan karakter ini yang tidak menyimpang atau searah dengan tujuan pendidikan nasional UU No 20 tahun 2003 pasal 3 yang berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Pendidikan karakter pada sebuah lembaga pendidikan khususnya lembaga pendidikan berbasis agama. Sebenarnya sudah terkandung dalam materi-materi pelajaran agama yang diajarkan di sekolah tersebut. Akan tetapi pada kenyataannya meskipun penanaman karakter sudah dilakukan dengan cara memasukkannya ke dalam materi pelajaran, masih saja banyak siswa yang belum dapat mencerminkan karakter tersebut. Menurut mawardi hal ini terjadi karena proses pendidikan karakter masih pada taraf kognitif atau masih berupa teori saja.[8] Apalagi untuk cara penilaiannya juga sulit.
Pelaksanaan kurikulum pendidikan karakter dalam pelaksanaannya mengharuskan adanya penilaian. Karena pada hakikatnya penilaian karakter pada mahasiswa mempunyai fungsi yang sangat penting bagi keberlangsungan pendidikan karakter itu sendiri. pelaksanaan penilaian karakter atau kepribadian pada mahasiswa mempunyai beberapa fungsi, diantaranya sebagai berikut:
  • Untuk mengukur kemajuan dan perkembangan kemampuan mahasiswa dalam bertingkah laku.
  • Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran penanaman karakter pada mahasiswa.
  • Untuk memperbaiki kelemahan yang ada pada pelaksanaan kurikulum pendidikan karakter.

E. Metode penilaian kepribadian
Penilaian dalam pembelajaran biasanya dapat dilakukan dengan cara tes dan non tes. Sedangkan penilaian karakter atau kepribadian mahasiswa yaitu dapat dilakukan dengan non tes yang misalnya melihat cara mereka berkomunikasi atau observasi seperti kesantunan berbahasa mereka, mimik dan sebagainya.
Selama ini banyak guru yang mengeluhkan kesulitan mereka untuk melakukan penilaian kepribadian karena selain butuh ketlatenan juga butuh kesabaran untuk melakukannya. Hal ini karena kepribadian seseorang tidak dapat dengan mudah dinilai dengan waktu yang singkat.
Thorndike mengemukakan empat macam metode yang dapat digunakan untuk menilai kepribadian seseorang. Keempat cara tersebut, antara lain:
  1. Metode self deskriptive seperti autobiografi, interview langsung, angket langsung, dan inventori.
  2. Metode biografi seperti interview tak langsung, angket tak langsung, cumulative record dan case study.
  3. Metode observasi (pengamatan), dan
  4. Metode proyektif



[1] Nana Sudjana, Penilaian hasil proses belajar Mengajar ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm. 3
[2] Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 25-28
[3] Penjelasan Muh. Muslih dalam perkuliahan Evaluasi Pendidikan, Kamis, 16 Februari 2012
[4] E. Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 139-141
[5] Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.143
[6] Wayan Nurkancana & Sunarta, Evaluasi Pendidikan (Suarabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 297
[7] Abdullah Munir, Pendidikan karakter (Yogyakarta:Pedagogia, 2010), hlm. 8
[8] Mawardi lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 54