MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING
A. Pengertian Cooperative Learning
Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) adalah salah satu
bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada pendekatan konstruktivis. Cooperative
Learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam Cooperative Learning, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai
bahan pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam Cooperative Learning
adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994).
- Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.”
- Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
- Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
- Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok.
- Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
- Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
- Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Menurut Thompson, et al. (1995), Cooperative
Learning turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran sains.
Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok
kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang
terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud
kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin,
dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja
dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Pada Cooperative Learning diajarkan
keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan
yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama
kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin,
1995).
B. Ciri-ciri Cooperative Learning
Beberapa ciri dari pembelajaran kooepratif
adalah;
- Setiap anggota memiliki peran
- Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
- Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya
- Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok
- Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan (Carin, 1993).
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik
Cooperative Learning sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995), yaitu:
a) Penghargaan kelompok
Cooperative Learning menggunakan tujuan-tujuan
kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh
jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan
kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam
menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan
saling peduli.
b) Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari
pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut
menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam
belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota
siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan
teman sekelompoknya.
c) Kesempatan yang sama untuk
mencapai keberhasilan
Cooperative Learning menggunakan metode skoring
yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang
diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini
setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama
memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi
kelompoknya.
C. Tujuan Cooperative Learning
Tujuan Cooperative Learning berbeda dengan
kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan
individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari
Cooperative Learning adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu
ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model Cooperative Learning dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh
Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
a.
Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup
beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas
akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul
dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model
ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan
dengan hasil belajar, Cooperative Learning dapat memberi keuntungan baik pada
siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan
tugas-tugas akademik.
b.
Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model Cooperative Learning adalah
penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya,
kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Cooperative Learning memberi
peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja
dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c.
Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga Cooperative Learning
adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini
banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
D. Keterampilan Kooperatif
Dalam Cooperative Learning tidak hanya
mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari
keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif.
Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan
tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas anggota
kelompok selama kegiatan. Keterampilan-keterampilan selama kooperatif tersebut
antara lain sebagai berikut (Lungdren, 1994).
a.
Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal
1)
Menggunakan kesepakatan
2)
Menghargai kontribusi
3)
Mengambil giliran dan berbagi tugas
4)
Berada dalam kelompok
5)
Berada dalam tugas
6)
Mendorong partisipasi
7)
Mengundang orang lain
8)
Menyelesaikan tugas dalam waktunya
9)
Menghormati perbedaan individu
b
Keterampilan Tingakat Menengah
Keterampilan tingkat menengah meliputi
menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara
dapat diterima, mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat ringkasan,
menafsirkan, mengorganisir, dan mengurangi ketegangan.
c.
Keterampilan Tingkat Mahir
Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi,
memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan
berkompromi.
E. Fase-Fase dalam Cooperative Learning
Terdapat 6 fase atau langkah utama dalam
pembelajaran kooperatif (Arends, 1997:113), yaitu:
Langkah
|
Indikator
|
Tingkah Laku Guru
|
Langkah
1
|
Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa.
|
Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang
akan dicapai serta memotivasi siswa.
|
Langkah
2
|
Menyajikan
informasi
|
Guru
menyajikan informasi kepada siswa
|
Langkah
3
|
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
|
Guru
menginformasikan pengelompokan siswa
|
Langkah
4
|
Membimbing
kelompok belajar
|
Guru
memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompokkelompok belajar
|
Langkah
5
|
Evaluasi
|
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah
dilaksanakan
|
Langkah
6
|
Memberikan
penghargaan
|
Guru
memberi penghargaan hasil
belajar
individual dan kelompok.
|
F. Pendekatan dalam Cooperative Learning
Walaupun prinsip dasar Cooperative Learning
tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Ada empat
pendekatan pembelajaran kooperatif (Arends, 2001). Di sini akan diuraikan
secara ringkas masing-masing pendekatan tersebut.
a.
Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan
teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan Cooperative
Learning yang paling sederhana. Langkah-langkah penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD:
- Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
- Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
- Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbedaserta kesetaraan jender.
- Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995).
- Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
- Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
- Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
b.
Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok mungkin merupakan model
Cooperative Learning yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan.
Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Berbeda dengan STAD dan
jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun
bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan
struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat pada
guru.
Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru
membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang
heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik
tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan
penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan
dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
c.
Pendekatan Struktural
Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen
dan kawan-kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain,
namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tugas yang
dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur
kelas tradisional, seperti resitasi, di mana guru mengajukan pertanyaan kepada
seluruh kelas dan siswa memberi jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk.
Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling
membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif,
daripada penghargaan individual.
Ada struktur yang dikembangkan untuk
meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk
mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur
yang terkenal adalah think-pair-share dan numbered-head-together (NHT), yang
dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek
pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time
token, merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan
keterampilan sosial.
Langkah-langkah penerapan NHT:
- Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
- Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau awal.
- Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
- Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
- Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
- Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
- Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual
- Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya(terkini).
d.
Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan
diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan
kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins
(Arends, 2001).
Cooperative Learning tipe jigsaw adalah suatu
tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,
1997).
Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw adalah
sebagai berikut:
- Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
- Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukanpengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
- Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
- Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
- Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran
- Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
e.
Team Assited Individualization atau Team Accelarated Instruction
Pembelajaran kooperatif tipe Team Assited
Individualization (TAI) ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan
keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini
dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh
karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan
masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual
belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar
individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas
oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas
keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe
TAI sebagai berikut.
- Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
- Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
- Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5
- siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
- Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
- Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
- Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
- Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).