Monday, November 26, 2012

Tafsir QS. Al-Hasyr ayat 9, QS. Ali-Imran ayat 64 dan QS. Al-Mumtahanah ayat 8 Tentang Persaudaraan


PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri dan harus dengan bantuan orang lain, sebab itulah manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Seperti dalam sebuah hadits yang dirawayatkan oleh Imam Bukhari, dikatakan bahwa “hubungan antara muslim itu bagaikan anggota tubuh yang tidak bisa terpisah satu sama lain”. Akan terlihat kurang indah kalau ada manusia hidup mempunyai tangan namun tidak mempunyai kaki. Begitu pula sebaliknya. Apalagi memiliki kaki namun tidak berkepala. Tentusaja anggota tubuh yang lain seperi tidak ada gunanya. Ini menggambarkan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri-sendiri. Tanpa adanya persaudaraan dengan sesamanya. Manusia harus berkawan, bersaudara, dan hidup berdampingan dengan sesama manusia dan juga makhluk lain. Namun, dalam pergaulan antara sesamanya, banyak hal yang terkadang harus membuat renggangnya pergaulan dan terputusnya hubungan pertemanan.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan mengenai persaudaraan dengan sesama manusia. Selamat membaca dan semoga bermanfaat ! Amin.

PERSAUDARAAN
A.      Lafadz Ayat dan Terjemahnya
1.         Surat Al-Hasyr ayat 9
وَالَّذِينَ تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ                                                                                                   
Artinya:
“Dan Orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS.Al-Hasyr: 9) [1]
2.         Surat Ali-Imran ayat 64
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُولُواْ اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Artinya:
Katakanlah (Muhammad): "Wahai Ahli Kitab, marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka): "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim.” (QS. Ali-Imran: 64) [2]

 3.         Surat Al-Mumtahanah ayat 8
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya:
Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8) [3]
 
B.       Arti Mufradat
1.         Surat Al-Hasyr ayat 9
اَلتَّبَوُّا            = tinggal di tempat, dan dari kata At-Tabawwu’ itulah Muba’atul Manzil (mengisi rumah).
اَلدَّارْ               = Madinah
حَاجَةْ              = keinginan
اُوْتُوْا               = orang-orang Muhajirin diberi sedangkan orang-orang Anshar tidak.
يُؤْثِرُوْن            = mereka mendahulukan dan mengutamakan.
الخَصَاصَة    = kebutuhan, ia berasal dari Khasasah Bait, yaitu celah-celah yang tersisa diantara tiang-tiang, juga setiap lubang dari pengayak, pintu, awan dan tirai.[4]

2.         Surat Ali-Imran ayat 64
نَعْبُدَإِلاَّ اللهَ       = janganlah kita menyembah melainkan kepada Allah
لاَ نُشْرِكَ بِهِ       = jangan kita menyekutukan-Nya
فَإِنْ تَوَلَّوْا         = maka jika mereka berpaling. [5]

 3.         Surat Al-Mumtahanah ayat 8
اَنْ تَبَرُّوْهُمْ       = jika kamu berbuat kebajikan dan kebaikan kepada mereka
وَتُقْسِطُوْا اِلَيْهِمْ = kamu adil terhadap mereka dalam kebajikan dan kebaikan
اَلْمُقْسِطِيْنَ        = orang-orang yang adil. [6]

C.  Asbabun Nuzul
1.         Asbabun Nuzul Surat Al-Hasyr ayat 9
Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Zaid ibnul Asham bahwa suatu ketika orang-orang Anshar berkata,”Wahai Rasulullah, berikanlah sebagian dari tanah yang kami miliki ini kepada saudar-sudara kami, kaum Muhajirin.” Rasulullah lalu menjawab,”Tidak. Akan tetapi, kalian cukup menjamin kebutuhan makan mereka serta memberikan setengah dari hasil panen kalian. Adapun tanahnya maka ia tetap menjadi hal milik kalian.” Orang-orang Anshar lalu menjawab,”Ya, kami menerimanya.” Allah lalu menurunkan ayat ini.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata,”Suatu hari, seseorang datang kepada Rasulullah seraya berkata,”Wahai Rasulullah, sekarang ini saya sangat kelaparan. ”Rasulullah lalu menanyakan kepada istri-istrinya apakah memiliki persediaan makanan, namun tidak ada apapun pada mereka. Rasulullah lantas berkata kepada sahabat-sahabatnya, ”Adakah di antara kalian yang mau menjamunya malam ini? Semoga Allah merahmati yang menjamu tersebut.” Seorang laki-laki dari kalangan Anshar lalu berdiri dan berkata,”Wahai Rasulullah, saya yang akan menjamunya.”
Laki-laki itu lantas pulang ke rumah dan berkata kepada istrinya,”Saya telah berjanji akan menjamu seorang tamu Rasulullah. Oleh karena itu, keluarkanlah persediaan makananmu.” Akan tetapi, sang istri menjawab,”Demi Allah, saya tidak punya makanan apapun kecuali sekedar yang akan diberikan kepada anak-anak kita.” Laki-laki itu lantas berkata,”Kalau begitu, jika nanti anak-anak kita telah terlihat ingin makan malam maka berusahalah untuk menidurkan mereka. Setelah itu, hidangkanlah makanan untuk mereka itu (kepada sang tamu) dan padamkan lampu.” Adapun kita sendiri akan tidur dengan perut kosong pada malam ini ! sang istri lalu mengikuti instruksi suaminya itu.
Pada pagi harinya, laki-laki itu bertemu dengan Rasulullah. Beliau lantas berkata kepada para sahabat, ”Sesungguhnya Allah telah terkagum-kagum atau tersenyum dengan apa yang dilakukan oleh si Fulan dan si Fulanah. Allah lantas menurunkan ayat, ”.....dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan.....[7]

2.         Asbabun Nuzul Surat Ali-Imran ayat 64
Pada surat Ali-Imran ayat 64 ini, kelompok kami tidak menemukan sebab-sebab turunnya ayat.

3.         Asbabun Nuzul Surat Al-Mumtahanah ayat 8
Imam Bukhari meriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar yang berkata, ”Suatu hari, ibu saya mengunjungi saya. Ketika itu, ia terlihat dalam kondisi cenderung (kepada Islam). Saya lalu bertanya kepada Rasulullah tentang apakah saya boleh menyambung silaturahmi dengannya? Nabi Saw lalu menjawab,”Ya, boleh” berkenaan dengan kejadian inilah, Allah lalu menurunkan ayat ini.
Imam Ahmad dan Al-Bazzar meriwayatkan satu riwayat, demikian juga dengan al-Hakim yang menilainya shahih, dari Abdullah ibnuz Zubair yang berkata,”Suatu ketika, Qatilah datang mengunjungi anaknya, Asma binti Abu Bakar. Abu Bakar telah menalak wanita itu pada masa jahiliah. Qatilah datang sambil membawa berbagai hadiah. Akan tetapi, Asma Menolak untuk menerimanya dan bahkan tidak membolehkannya masuk ke rumahnya sampai ia mengirim utusan kepada Aisyah untuk menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah. Aisyah lalu memberitahukannya kepada Rasulullah. Beliau lantas menyuruh Asma untuk menerima pemberian-pemberian ibunya tersebut serta mengizinkannya masuk ke dalam rumahnya. Allah lalu menurunkan ayat,”Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama.......[8]

D.      Munasabah Ayat / Surat
1.    Munasabah Surat Al-Hasyr ayat 9
Ø  Munasabah Surat Al-Hasyr ayat 9 dengan ayat sebelumnya
Sesudah Allah menjelaskan penggunaan harta fai’ pada ayat terdahulu, dan menyebutkan harta fai’ itu untuk Allah dan Rasul-Nya, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, di sini Allah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan mereka itu adalah orang-orang fakir dari kaum Muhajirin yang mempunyai sifat-sifat luhur dan watak mulia. Kemudian Allah memuji orang-orang Anshar, yaitu penduduk Madinah, dan menyangatkan pujian mereka. Dia menyebutkan untuk mereka berbagai keutamaan berikut:
a.       Mereka mencintai orang-orang Muhajirin.
b.      Tidak mempunyai rasa dendam dan dengki kepada kaum Muhajirin.
c.   Mereka lebih mengutamakan orang-orang Muhajirin di atas diri sendiri, dan memberikan kepada orang-orang Muhajirin apa yang sebenarnya mereka sendiri memerlukan.
Ø  Munasabah Surat Al-Hasyr ayat 9 dengan ayat sesudahnya
Kemudian Allah menyebutkan bahwa orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, yaitu orang-orang yang datang sesudah kaum Muhajirin dan Anshar menuju hari kiamat, mereka mendoakan bagi diri mereka sendiri dan orang-orang sebelum mereka ampunan Allah, dan memohon kepada Allah agar tidak menjadikan dalam hati mereka rasa dendam dan dengki kepada orang-orang sebelum mereka itu.[9]

2.    Munasabah Surat Ali-Imran ayat 64
a.       Munasabah Surat Ali-Imran ayat 64 dengan ayat sebelumnya
Pada ayat-ayat yang lalu Allah menjelaskan keadaan Isa as dan proses kejadiannya yang menjadi bukti ketidakbenaran anggapan bahwa dia sebagai Tuhan. Kemudian Allah jelaskan adanya dakwah Nabi Saw, mengajak manusia kepada Tauhid dan Islam dan munculnya penolakan Ahli Kitab. Sedangkan pada ayat 64 disini mereka diajak kepada sesuatu yang lain yaitu sesuatu prinsip dan inti agama yang sama-sama menjadi inti seruan semua para Nabi, yaitu kalimat yang sama antara dua golongan, yang satu tidak lebih berat dari yang lain, yaitu menyembah semata-mata kepada Allah, Tuhan yang tiada bersekutu.

b.      Munasabah Surat Ali-Imran ayat 64 dengan ayat sesudahnya
Pada ayat 64 ini menjelaskan tentang ajakan untuk mengesakan Allah, sedangkan pada ayat sesudahnya menjelaskan tentang orang Yahudi dan Nasrani yang saling bertengkar dan berdebat tentang diri Nabi Ibrahim.[10]

3.    Munasabah Surat Al-Mumtahanah ayat 8
a.       Munasabah Surat Al-Mumtahanah ayat 8 dengan ayat sebelumya.
Pada ayat sebelumnya yaitu ayat 7, dijelaskan bahwa Allah menjadikan musuh-musuhmu dari orang-orang kafir Mekah menjadi rasa kasih sayang sesudah kebencian, rasa cinta sesudah permusuhan dan rasa sayang sesudah percekcokan. Allah mempersatukan hari-hati yang bermusuhan menjadi rasa cinta dan kasih diantara mereka, hal ini terjadi pada peristiwa penaklukan Mekah. Maka pada ayat 8 ini Allah memperbolehkan mereka berhubungan dengan orang-orang kafir yang tidak memerangi mereka.
b.      Munasabah Surat Al-Mumtahanah ayat 8 dengan ayat sesudahnya.
Pada ayat 8 ini Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi kamu karena agama. Akan tetapi pada ayat sesudahnya yaitu ayat 9 Allah melarangmu bersahabat dengan orang-orang yang mengadakan permusuhan denganmu, sehingga mereka memerangi dan mengusirmu.[11]

 E.       Tafsir Ayat
1.         Tafsir Surat Al-Hasyr ayat 9
Allah memuji dan menyanjung orang-orang Anshar yang merelakan harta fai’ itu diberikan kepada orang-orang Muhajirin, meskipun mereka tidak menerimanya. Firman- Nya:
وَالَّذِينَ تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
Dan orang-orang yang tinggal di Madinah dan hati mereka telah dipenuhi kecintaan iman sebelum kedatangan orang-orang Muhajirin. Mereka mempunyai sifat-sifat mulia dan akhlak luhur yang menunjukkan kemuliaan jiwa dan keluhuran budi. Mereka adalah:
1.      Mencintai orang-orang Muhajirin dan menginginkan kebaikan untuk orang-orang Muhajirin itu sebagaimana halnya mereka menginginkan kebaikan untuk diri mereka sendiri. Rasulullah telah mempersaudarakan antara mereka dengan orang-orang Muhajirin itu dan menempatkan orang-orang Muhajirin di rumah-rumah orang-orang Anshar untuk tinggal bersama.
2.      Mereka tidak menginginkan sedikitpun dari harta fai dan lain-lain yang diberikan kepada orang-orang Muhajirin.
3.      Mereka mendahulukan orang-orang yang membutuhkan di atas diri mereka sendiri dan memulai dengan orang lain sebelum diri mereka sendiri. Sehingga orang yang mempunyai dua orang istri diantara mereka itu menceraikan salah seorang dari keduanya, dan mengawinkannya dengan salah seorang dengan kaum Muhajirin.
Telah dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasai dari Abu Hurairah ia berkata, telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah saw lalu dia berkata, ”Aku telah ditimpa kepayahan.” Lalu beliau menanyakan kepada istri-istri beliau, tetapi beliau tidak mendapatkan apa-apa kepada mereka. Maka kata Rasulullah saw. ”Tidak adakah seorang laki-laki yang hendak menjamu orang ini pada malam ini? Semoga ia dirahmati Allah.” Maka kata Abu Talhah, ”Aku wahai Rasulullah,” Lalu ia pulang kepada keluarganya untuk mengatakan kepada istrinya, ”Hormatilah tamu Rasulullah ini.” Istrinya menjawab,”Demi Allah, aku tidak mempunyai apa-apa selain dari makanan anak-anak.” Maka kata Abu Talhah,”Apabila anak-anak hendak makan malam, maka tidurkanlah mereka, lalu naiklah engkau lalu padamkan lampu, dan kita jamu tamu Rasulullah pada malam ini.” Lalu istrinyapun melakukan yang demikian. Tatkala pagi harinya tamu itu menghadap Rasulullah saw. Maka beliau mengatakan,”Allah kagum terhadap si Fulan dan si Fulanah, dan menurunkan untuk mereka berdua:
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
Kemudian Allah menjelaskan akibat buruk dari kebakhilan, Firman-Nya:
وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan barangsiapa yang menjaga diri mereka dari keserakahan dan kebakhilan terhadap harta, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung dalam segala tuntutan dan selamat dari segala ketidakbaikan.
Telah dikeluarkan oleh at-Tirmidzi, Abu Ya’la dan Ibnu Mardawaih dari Anas secara marfu’, ”Tidak akan bertemu untuk selama-lamanya kesengsaraan di jalan Allah dengan asap neraka jahannam pada hati seorang hamba. Dan tidak bertemu pula untuk selama-lamanya antara iman dengan kebakhilan pada hati seorang hamba.” [12]
2.    Tafsir Surat Ali-Imran ayat 64
Katakanlah: ”Hai ahli kitab, marilah kepada kata yang sama antara kami dan kamu.”
Yaitu, katakanlah: ”Wahai ahli kitab, marilah dan pikirkanlah kalimat yang telah sama disepakati oleh para Rasul dan Semua Kitab suci yang diturunkan kepada mereka. Begitu pulalah yang diperintahkan melalui Taurat, Injil, dan Al-Qur’an.” Kemudian Allah jelaskan maksud dari kalimat ini dengan Firman-Nya:
“(Yaitu) bahwa tiada yang kita sembah, kecuali Allah dan tiada kita mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan tiada sebagian kita mengangkat yang lain menjadi Tuhan, selain dari Allah.”
Yaitu kita jangan tunduk, kecuali hanya kepada Tuhan yang memiliki kekuasaan mutlak di dalam menetapkan hukum, yang memiliki wewenang menghalalkan dan mengharamkan. Dan kita jangan menyekutukan-Nya dengan apapun. Dan janganlah sebagian kita sampai menjadikan yang lain sebagai Tuhan selain dari Allah.
Ayat ini berisikan pernyataan keesaan Tuhan dengan firman-Nya: ”Bahwa yang tiada kita sembah, kecuali Allah.” Dan pernyataan keesaan dalam sifat Rububiyah dengan firman-Nya:” Dan tiada sebagian kita mengangkat yang lain menjadi Tuhan, selain dari Allah.”
“Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka:”Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”
Jika mereka menjauhi dakwah ini dan enggan menerimanya, bahkan tetap menyembah selain Allah, mengadakan sekutu, perantara (mediator), dan pendeta-pendeta yang menetapkan halal dan haram dengan kemauan sendiri, maka katakanlah kepada mereka: ”Kami ini adalah orang-orang yang patuh kepada Allah secara ikhlas, tidak mau menyembah siapapun selain-Nya, tidak menengadahkan diri kepada yang lain guna meminta sesuatu yang berguna atau menjauhkan sesuatu mala petaka. Kami hanya menghalalkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah dan hanya mengaramkan sesuatu yang diharamkan Allah.
Ayat ini merupakan prinsip dan pokok yang diserukan Nabi Saw kepada Ahli Kitab, agar diterapkan ketika mereka diajak masuk Islam, sebagaimana halnya dapat dibuktikan dari surat-surat beliau kepada beberapa Raja Kristen, misalnya Heraclius. [13]

3.         Tafsir Surat Al-Mumtahanah ayat 8
Allah memperbolehkan mereka berhubungan dengan orang-orang kafir yang tidak memerangi mereka, Firman-Nya:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Allah tidak melarang kamu berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi kamu karena agama, tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu dan tidak membantu orang dalam pengusiran tersebut. Yaitu Khuza’ah dan kabilah-kabilah lain yang berunding dengan Rasulullah Saw., untuk tidak berperang dan melakukan pengusiran. Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk berbuat baik dan menepati janji kepada mereka selama masa perjanjian dengan mereka. [14]

F.       Aspek Tarbawi
  1. Kita sebagai kaum muslimin hendaknya bersikap mulia dan luhur kepada saudara-saudara kita sebagaimana yang dicontohkan kaum Anshar kepada kaum Muhajirin. Dan hendaknya mendahulukan kepentingan orang lain atau kepentingan umum dibandingkan kepada kepentingan diri sendiri.
  2. Hormatilah tamu yang datang, sudah seharusnya kita berbuat baik kepada tamu yang berkunjung ke rumah kita. Dan jauhilah sifat kikir atau bakhil, karena akan berakibat buruk bagi kita.
  3. Ajaklah saudara-saudara kita yang non Islam untuk mengeesakan Allah swt, dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
  4.  Allah memperbolehkan kita untuk berhubungan/bergaul/berteman dengan mereka yang non Muslim apabila mereka tidak memerangi kita, tidak mengusir kita dari kampung halaman, dan tidak membantu orang dalam pengusiran tersebut. Namun, Allah melarang kita berhubungan dengan mereka apabila mereka memusuhi kita.
 DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mustafa Al-Maragi. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Hamka. 2003. Tafsir Al-Azhar Juz III. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Jalaludin As-Suyuti. 2009. Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an), penerjemah Tim Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani.
Kementerian Agama RI. 2010. Al-Qur’an  Tajwid dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanlema.
Syekh Ahmad Mustafa Al-Maragi. 1987. Tarjamah Tafsir al-Maragi Juz 3, alih bahasa M. Thalib. Bandung: CV. Rosda Bandung.



[1] Kementerian Agama RI, Al-Qur’an  Tajwid dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanlema, 2010), hlm. 546
[2] Ibid., hlm. 58
[3] Ibid., hlm. 550
[4] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk., (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 64
[5] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz III, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003), hlm. 272
[6] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk., (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 111
[7] Jalaludin As-Suyuti, Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an), penerjemah Tim Abdul Hayyie, (Jakarta: Gema Insani, 2009), hlm. 561-562
[8] Ibid., hlm. 566
[9] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk., (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 65
[10] Syekh Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir al-Maragi Juz 3, alih bahasa M. Thalib, (Bandung: CV. Rosda Bandung, 1987), hlm. 231-235
[11] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk., (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 112-114
[12] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk., (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 67-69
[13] Syekh Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir al-Maragi Juz 3, alih bahasa M. Thalib, (Bandung: CV. Rosda Bandung, 1987), hlm. 232-235
[14] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk., (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 113-114