PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang
tidak dapat hidup sendiri dan harus dengan bantuan orang lain, sebab itulah
manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Seperti dalam sebuah hadits yang
dirawayatkan oleh Imam Bukhari, dikatakan bahwa “hubungan antara muslim itu bagaikan anggota tubuh yang tidak bisa
terpisah satu sama lain”. Akan terlihat kurang indah kalau ada manusia
hidup mempunyai tangan namun tidak mempunyai kaki. Begitu pula sebaliknya.
Apalagi memiliki kaki namun tidak berkepala. Tentusaja anggota tubuh yang lain
seperi tidak ada gunanya. Ini menggambarkan bahwa manusia tidak dapat hidup
sendiri-sendiri. Tanpa adanya persaudaraan dengan sesamanya. Manusia harus
berkawan, bersaudara, dan hidup berdampingan dengan sesama manusia dan juga
makhluk lain. Namun, dalam pergaulan antara sesamanya, banyak hal yang
terkadang harus membuat renggangnya pergaulan dan terputusnya hubungan
pertemanan.
Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang ayat-ayat al-Qur’an yang
membicarakan mengenai persaudaraan dengan sesama manusia. Selamat membaca dan
semoga bermanfaat ! Amin.
PERSAUDARAAN
A. Lafadz Ayat dan Terjemahnya
1.
Surat Al-Hasyr
ayat 9
وَالَّذِينَ
تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ
إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ
نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya:
“Dan
Orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang
berhijrah kepada mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke
tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa
yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (QS.Al-Hasyr: 9) [1]
2.
Surat Ali-Imran
ayat 64
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ
سَوَاء بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ
شَيْئًا وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ فَإِن
تَوَلَّوْاْ فَقُولُواْ اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Artinya:
“Katakanlah
(Muhammad): "Wahai Ahli Kitab, marilah (kita) menuju kepada satu kalimat
(pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain
Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan bahwa kita tidak
menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka
katakanlah (kepada mereka): "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim.” (QS.
Ali-Imran: 64) [2]
3.
Surat Al-Mumtahanah
ayat 8
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ
يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن
تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya:
“Allah tidak
melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak
memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu.
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS.
Al-Mumtahanah: 8) [3]
B. Arti Mufradat
1.
Surat Al-Hasyr
ayat 9
اَلتَّبَوُّا = tinggal di tempat, dan dari
kata At-Tabawwu’ itulah Muba’atul Manzil (mengisi rumah).
اَلدَّارْ = Madinah
حَاجَةْ = keinginan
اُوْتُوْا = orang-orang Muhajirin diberi
sedangkan orang-orang Anshar tidak.
يُؤْثِرُوْن = mereka mendahulukan
dan mengutamakan.
الخَصَاصَة = kebutuhan, ia berasal dari Khasasah
Bait, yaitu celah-celah yang tersisa diantara tiang-tiang, juga setiap
lubang dari pengayak, pintu, awan dan tirai.[4]
2.
Surat Ali-Imran
ayat 64
نَعْبُدَإِلاَّ
اللهَ = janganlah kita menyembah melainkan
kepada Allah
لاَ
نُشْرِكَ
بِهِ = jangan kita menyekutukan-Nya
3.
Surat
Al-Mumtahanah ayat 8
اَنْ
تَبَرُّوْهُمْ = jika kamu berbuat kebajikan dan
kebaikan kepada mereka
وَتُقْسِطُوْا
اِلَيْهِمْ = kamu adil terhadap mereka dalam kebajikan dan
kebaikan
اَلْمُقْسِطِيْنَ = orang-orang yang adil. [6]
C. Asbabun Nuzul
1.
Asbabun Nuzul Surat
Al-Hasyr ayat 9
Ibnu
Mundzir meriwayatkan dari Zaid ibnul Asham bahwa suatu ketika orang-orang
Anshar berkata,”Wahai Rasulullah, berikanlah sebagian dari tanah yang kami
miliki ini kepada saudar-sudara kami, kaum Muhajirin.” Rasulullah lalu
menjawab,”Tidak. Akan tetapi, kalian cukup menjamin kebutuhan makan mereka
serta memberikan setengah dari hasil panen kalian. Adapun tanahnya maka ia
tetap menjadi hal milik kalian.” Orang-orang Anshar lalu menjawab,”Ya, kami
menerimanya.” Allah lalu menurunkan ayat ini.
Imam
Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata,”Suatu hari, seseorang
datang kepada Rasulullah seraya berkata,”Wahai Rasulullah, sekarang ini saya
sangat kelaparan. ”Rasulullah lalu menanyakan kepada istri-istrinya apakah
memiliki persediaan makanan, namun tidak ada apapun pada mereka. Rasulullah
lantas berkata kepada sahabat-sahabatnya, ”Adakah di antara kalian yang mau
menjamunya malam ini? Semoga Allah merahmati yang menjamu tersebut.” Seorang
laki-laki dari kalangan Anshar lalu berdiri dan berkata,”Wahai Rasulullah, saya
yang akan menjamunya.”
Laki-laki
itu lantas pulang ke rumah dan berkata kepada istrinya,”Saya telah berjanji
akan menjamu seorang tamu Rasulullah. Oleh karena itu, keluarkanlah persediaan
makananmu.” Akan tetapi, sang istri menjawab,”Demi Allah, saya tidak punya
makanan apapun kecuali sekedar yang akan diberikan kepada anak-anak kita.”
Laki-laki itu lantas berkata,”Kalau begitu, jika nanti anak-anak kita telah
terlihat ingin makan malam maka berusahalah untuk menidurkan mereka. Setelah
itu, hidangkanlah makanan untuk mereka itu (kepada sang tamu) dan padamkan lampu.”
Adapun kita sendiri akan tidur dengan perut kosong pada malam ini ! sang istri
lalu mengikuti instruksi suaminya itu.
Pada
pagi harinya, laki-laki itu bertemu dengan Rasulullah. Beliau lantas berkata
kepada para sahabat, ”Sesungguhnya Allah telah terkagum-kagum atau tersenyum
dengan apa yang dilakukan oleh si Fulan dan si Fulanah. Allah lantas menurunkan
ayat, ”.....dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri,
meskipun mereka juga memerlukan.....” [7]
2.
Asbabun Nuzul Surat
Ali-Imran ayat 64
Pada
surat Ali-Imran ayat 64 ini, kelompok kami tidak menemukan sebab-sebab turunnya
ayat.
3.
Asbabun Nuzul Surat
Al-Mumtahanah ayat 8
Imam
Bukhari meriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar yang berkata, ”Suatu hari, ibu
saya mengunjungi saya. Ketika itu, ia terlihat dalam kondisi cenderung (kepada
Islam). Saya lalu bertanya kepada Rasulullah tentang apakah saya boleh
menyambung silaturahmi dengannya? Nabi Saw lalu menjawab,”Ya, boleh” berkenaan
dengan kejadian inilah, Allah lalu menurunkan ayat ini.
Imam
Ahmad dan Al-Bazzar meriwayatkan satu riwayat, demikian juga dengan al-Hakim
yang menilainya shahih, dari Abdullah ibnuz Zubair yang berkata,”Suatu ketika,
Qatilah datang mengunjungi anaknya, Asma binti Abu Bakar. Abu Bakar telah
menalak wanita itu pada masa jahiliah. Qatilah datang sambil membawa berbagai
hadiah. Akan tetapi, Asma Menolak untuk menerimanya dan bahkan tidak
membolehkannya masuk ke rumahnya sampai ia mengirim utusan kepada Aisyah untuk
menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah. Aisyah lalu memberitahukannya kepada
Rasulullah. Beliau lantas menyuruh Asma untuk menerima pemberian-pemberian
ibunya tersebut serta mengizinkannya masuk ke dalam rumahnya. Allah lalu
menurunkan ayat,”Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama.......” [8]
D. Munasabah Ayat / Surat
1. Munasabah
Surat Al-Hasyr ayat 9
Ø Munasabah
Surat Al-Hasyr ayat 9 dengan ayat sebelumnya
Sesudah
Allah menjelaskan penggunaan harta fai’ pada ayat terdahulu, dan
menyebutkan harta fai’ itu untuk Allah dan Rasul-Nya, kaum kerabat, anak-anak
yatim dan orang-orang miskin, di sini Allah menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan mereka itu adalah orang-orang fakir dari kaum Muhajirin yang mempunyai
sifat-sifat luhur dan watak mulia. Kemudian Allah memuji orang-orang Anshar,
yaitu penduduk Madinah, dan menyangatkan pujian mereka. Dia menyebutkan untuk
mereka berbagai keutamaan berikut:
a. Mereka
mencintai orang-orang Muhajirin.
b. Tidak
mempunyai rasa dendam dan dengki kepada kaum Muhajirin.
c. Mereka
lebih mengutamakan orang-orang Muhajirin di atas diri sendiri, dan memberikan
kepada orang-orang Muhajirin apa yang sebenarnya mereka sendiri memerlukan.
Ø Munasabah
Surat Al-Hasyr ayat 9 dengan ayat sesudahnya
Kemudian
Allah menyebutkan bahwa orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, yaitu
orang-orang yang datang sesudah kaum Muhajirin dan Anshar menuju hari kiamat,
mereka mendoakan bagi diri mereka sendiri dan orang-orang sebelum mereka
ampunan Allah, dan memohon kepada Allah agar tidak menjadikan dalam hati mereka
rasa dendam dan dengki kepada orang-orang sebelum mereka itu.[9]
2. Munasabah
Surat Ali-Imran ayat 64
a. Munasabah
Surat Ali-Imran ayat 64 dengan ayat sebelumnya
Pada
ayat-ayat yang lalu Allah menjelaskan keadaan Isa as dan proses kejadiannya
yang menjadi bukti ketidakbenaran anggapan bahwa dia sebagai Tuhan. Kemudian
Allah jelaskan adanya dakwah Nabi Saw, mengajak manusia kepada Tauhid dan Islam
dan munculnya penolakan Ahli Kitab. Sedangkan pada ayat 64 disini mereka diajak
kepada sesuatu yang lain yaitu sesuatu prinsip dan inti agama yang sama-sama menjadi
inti seruan semua para Nabi, yaitu kalimat yang sama antara dua golongan, yang
satu tidak lebih berat dari yang lain, yaitu menyembah semata-mata kepada
Allah, Tuhan yang tiada bersekutu.
b. Munasabah
Surat Ali-Imran ayat 64 dengan ayat sesudahnya
Pada
ayat 64 ini menjelaskan tentang ajakan untuk mengesakan Allah, sedangkan pada
ayat sesudahnya menjelaskan tentang orang Yahudi dan Nasrani yang saling
bertengkar dan berdebat tentang diri Nabi Ibrahim.[10]
3. Munasabah
Surat Al-Mumtahanah ayat 8
a. Munasabah
Surat Al-Mumtahanah ayat 8 dengan ayat sebelumya.
Pada
ayat sebelumnya yaitu ayat 7, dijelaskan bahwa Allah menjadikan musuh-musuhmu
dari orang-orang kafir Mekah menjadi rasa kasih sayang sesudah kebencian, rasa
cinta sesudah permusuhan dan rasa sayang sesudah percekcokan. Allah
mempersatukan hari-hati yang bermusuhan menjadi rasa cinta dan kasih diantara
mereka, hal ini terjadi pada peristiwa penaklukan Mekah. Maka pada ayat 8 ini
Allah memperbolehkan mereka berhubungan dengan orang-orang kafir yang tidak memerangi
mereka.
b. Munasabah
Surat Al-Mumtahanah ayat 8 dengan ayat sesudahnya.
Pada
ayat 8 ini Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang-orang kafir yang
tidak memerangi kamu karena agama. Akan tetapi pada ayat sesudahnya yaitu ayat
9 Allah melarangmu bersahabat dengan orang-orang yang mengadakan permusuhan
denganmu, sehingga mereka memerangi dan mengusirmu.[11]
E. Tafsir Ayat
1.
Tafsir Surat
Al-Hasyr ayat 9
Allah
memuji dan menyanjung orang-orang Anshar yang merelakan harta fai’ itu
diberikan kepada orang-orang Muhajirin, meskipun mereka tidak menerimanya.
Firman- Nya:
وَالَّذِينَ
تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ
إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
Dan
orang-orang yang tinggal di Madinah dan hati mereka telah dipenuhi kecintaan
iman sebelum kedatangan orang-orang Muhajirin. Mereka mempunyai sifat-sifat
mulia dan akhlak luhur yang menunjukkan kemuliaan jiwa dan keluhuran budi.
Mereka adalah:
1. Mencintai
orang-orang Muhajirin dan menginginkan kebaikan untuk orang-orang Muhajirin itu
sebagaimana halnya mereka menginginkan kebaikan untuk diri mereka sendiri.
Rasulullah telah mempersaudarakan antara mereka dengan orang-orang Muhajirin
itu dan menempatkan orang-orang Muhajirin di rumah-rumah orang-orang Anshar
untuk tinggal bersama.
2. Mereka
tidak menginginkan sedikitpun dari harta fai dan lain-lain yang
diberikan kepada orang-orang Muhajirin.
3. Mereka
mendahulukan orang-orang yang membutuhkan di atas diri mereka sendiri dan
memulai dengan orang lain sebelum diri mereka sendiri. Sehingga orang yang
mempunyai dua orang istri diantara mereka itu menceraikan salah seorang dari
keduanya, dan mengawinkannya dengan salah seorang dengan kaum Muhajirin.
Telah dikeluarkan oleh Al-Bukhari,
Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasai dari Abu Hurairah ia berkata, telah datang
seorang lelaki kepada Rasulullah saw lalu dia berkata, ”Aku telah ditimpa
kepayahan.” Lalu beliau menanyakan kepada istri-istri beliau, tetapi beliau
tidak mendapatkan apa-apa kepada mereka. Maka kata Rasulullah saw. ”Tidak
adakah seorang laki-laki yang hendak menjamu orang ini pada malam ini? Semoga
ia dirahmati Allah.” Maka kata Abu Talhah, ”Aku wahai Rasulullah,” Lalu ia
pulang kepada keluarganya untuk mengatakan kepada istrinya, ”Hormatilah tamu
Rasulullah ini.” Istrinya menjawab,”Demi Allah, aku tidak mempunyai apa-apa
selain dari makanan anak-anak.” Maka kata Abu Talhah,”Apabila anak-anak hendak
makan malam, maka tidurkanlah mereka, lalu naiklah engkau lalu padamkan lampu,
dan kita jamu tamu Rasulullah pada malam ini.” Lalu istrinyapun melakukan yang
demikian. Tatkala pagi harinya tamu itu menghadap Rasulullah saw. Maka beliau
mengatakan,”Allah kagum terhadap si Fulan dan si Fulanah, dan menurunkan untuk
mereka berdua:
وَيُؤْثِرُونَ
عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
Kemudian Allah menjelaskan akibat buruk
dari kebakhilan, Firman-Nya:
وَمَن يُوقَ
شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan barangsiapa yang menjaga diri mereka
dari keserakahan dan kebakhilan terhadap harta, maka mereka itulah orang-orang
yang beruntung dalam segala tuntutan dan selamat dari segala ketidakbaikan.
Telah dikeluarkan oleh at-Tirmidzi, Abu
Ya’la dan Ibnu Mardawaih dari Anas secara marfu’, ”Tidak akan bertemu untuk
selama-lamanya kesengsaraan di jalan Allah dengan asap neraka jahannam pada
hati seorang hamba. Dan tidak bertemu pula untuk selama-lamanya antara iman
dengan kebakhilan pada hati seorang hamba.” [12]
2. Tafsir
Surat Ali-Imran ayat 64
Katakanlah: ”Hai ahli kitab, marilah kepada kata
yang sama antara kami dan kamu.”
Yaitu, katakanlah: ”Wahai ahli kitab, marilah dan
pikirkanlah kalimat yang telah sama disepakati oleh para Rasul dan Semua Kitab
suci yang diturunkan kepada mereka. Begitu pulalah yang diperintahkan melalui
Taurat, Injil, dan Al-Qur’an.” Kemudian Allah jelaskan maksud dari kalimat ini
dengan Firman-Nya:
“(Yaitu) bahwa tiada yang kita sembah, kecuali Allah
dan tiada kita mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan tiada sebagian kita
mengangkat yang lain menjadi Tuhan, selain dari Allah.”
Yaitu kita jangan tunduk, kecuali hanya kepada Tuhan
yang memiliki kekuasaan mutlak di dalam menetapkan hukum, yang memiliki
wewenang menghalalkan dan mengharamkan. Dan kita jangan menyekutukan-Nya dengan
apapun. Dan janganlah sebagian kita sampai menjadikan yang lain sebagai Tuhan
selain dari Allah.
Ayat ini berisikan pernyataan keesaan Tuhan dengan
firman-Nya: ”Bahwa yang tiada kita sembah, kecuali Allah.” Dan
pernyataan keesaan dalam sifat Rububiyah dengan firman-Nya:” Dan tiada sebagian
kita mengangkat yang lain menjadi Tuhan, selain dari Allah.”
“Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada
mereka:”Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah).”
Jika mereka menjauhi dakwah ini dan enggan
menerimanya, bahkan tetap menyembah selain Allah, mengadakan sekutu, perantara
(mediator), dan pendeta-pendeta yang menetapkan halal dan haram dengan kemauan
sendiri, maka katakanlah kepada mereka: ”Kami ini adalah orang-orang yang patuh
kepada Allah secara ikhlas, tidak mau menyembah siapapun selain-Nya, tidak
menengadahkan diri kepada yang lain guna meminta sesuatu yang berguna atau
menjauhkan sesuatu mala petaka. Kami hanya menghalalkan sesuatu yang dihalalkan
oleh Allah dan hanya mengaramkan sesuatu yang diharamkan Allah.
Ayat ini merupakan prinsip dan pokok yang diserukan
Nabi Saw kepada Ahli Kitab, agar diterapkan ketika mereka diajak masuk Islam,
sebagaimana halnya dapat dibuktikan dari surat-surat beliau kepada beberapa
Raja Kristen, misalnya Heraclius. [13]
3.
Tafsir Surat
Al-Mumtahanah ayat 8
Allah memperbolehkan mereka berhubungan dengan
orang-orang kafir yang tidak memerangi mereka, Firman-Nya:
لَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ
يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Allah tidak melarang kamu berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak
memerangi kamu karena agama, tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu dan
tidak membantu orang dalam pengusiran tersebut. Yaitu Khuza’ah dan
kabilah-kabilah lain yang berunding dengan Rasulullah Saw., untuk tidak
berperang dan melakukan pengusiran. Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk
berbuat baik dan menepati janji kepada mereka selama masa perjanjian dengan
mereka. [14]
F. Aspek Tarbawi
- Kita sebagai kaum muslimin hendaknya bersikap mulia dan luhur kepada saudara-saudara kita sebagaimana yang dicontohkan kaum Anshar kepada kaum Muhajirin. Dan hendaknya mendahulukan kepentingan orang lain atau kepentingan umum dibandingkan kepada kepentingan diri sendiri.
- Hormatilah tamu yang datang, sudah seharusnya kita berbuat baik kepada tamu yang berkunjung ke rumah kita. Dan jauhilah sifat kikir atau bakhil, karena akan berakibat buruk bagi kita.
- Ajaklah saudara-saudara kita yang non Islam untuk mengeesakan Allah swt, dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
- Allah memperbolehkan kita untuk berhubungan/bergaul/berteman dengan mereka yang non Muslim apabila mereka tidak memerangi kita, tidak mengusir kita dari kampung halaman, dan tidak membantu orang dalam pengusiran tersebut. Namun, Allah melarang kita berhubungan dengan mereka apabila mereka memusuhi kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad
Mustafa Al-Maragi. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa
Bahrun Abu Bakar, dkk. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Hamka. 2003. Tafsir
Al-Azhar Juz III. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Jalaludin
As-Suyuti. 2009. Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an),
penerjemah Tim Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani.
Kementerian
Agama RI. 2010. Al-Qur’an Tajwid dan
Terjemahnya. Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanlema.
Syekh
Ahmad Mustafa Al-Maragi. 1987. Tarjamah Tafsir al-Maragi Juz 3, alih
bahasa M. Thalib. Bandung: CV. Rosda Bandung.
[1] Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, (Jakarta: PT.
Sygma Examedia Arkanlema, 2010), hlm. 546
[2] Ibid., hlm. 58
[3] Ibid., hlm. 550
[4] Ahmad Mustafa Al-Maragi,
Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk.,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 64
[5] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz
III, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003), hlm. 272
[6] Ahmad Mustafa Al-Maragi,
Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk.,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 111
[7] Jalaludin As-Suyuti, Asbabun
Nuzul (Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an), penerjemah Tim Abdul Hayyie,
(Jakarta: Gema Insani, 2009), hlm. 561-562
[8] Ibid., hlm. 566
[9] Ahmad Mustafa Al-Maragi,
Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk.,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 65
[10] Syekh Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tarjamah
Tafsir al-Maragi Juz 3, alih bahasa M. Thalib, (Bandung: CV. Rosda Bandung,
1987), hlm. 231-235
[11] Ahmad Mustafa Al-Maragi,
Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk.,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 112-114
[12] Ahmad Mustafa Al-Maragi,
Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk.,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 67-69
[13] Syekh Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tarjamah
Tafsir al-Maragi Juz 3, alih bahasa M. Thalib, (Bandung: CV. Rosda Bandung,
1987), hlm. 232-235
[14] Ahmad Mustafa Al-Maragi,
Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 28, alih bahasa Bahrun Abu Bakar, dkk.,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 113-114